Matt Paten: “Restorasi Pikiran”

15. Restorasi Pikiran

Sebelum Matt Paten mengembalikan pikiran (restorasi), dan kesadaran Rani. Matt Paten mengajak Rani untuk kembali mengenal Tuhan dengan cara mengenal dirinya sendiri, dan lewat semua ciptaannya.

Sakit yang di derita Rani selama kurang lebih dua tahun membuat dia larut dalam kebencian, dan tidak mengenal orangn lain. Bagi Matt Paten, merestorasi pikiran Rani seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, karena dia juga melakukan pendekatan pada Rani.

Matt Paten mengajak Rani jalan-jalan mengitari halaman rumahnya yang begitu luas, sambil melihat pemandangan gunung dan persawahan yang tampak jelas dari halaman rumahnya.

“Apa yang kamu fahami dari keindahan alam ciptaan Tuhan ini Rani?” tanya Matt Paten.

Rani malah Balik bertanya dengan Matt Paten, “Apa ya mas? Agung bukan mas?”

“Ya.. kalau hasil ciptaannya saja agung, apalagi yang menciptakannya pasti lebih agung. Tuhan ciptakan kamu juga begitu sempurna,” puji Matt Paten.

Rani mulai tersipu-sipu mendengarkan pujian Matt Paten, “Aku tidak sempurna mas, kan mas sendiri bilang kalau batin aku kosong.” ucap Rani.

Matt Paten merasa dapat peluang, “Kalau saja batin kamu tidak kosong, kamu pasti lebih cantik dan anggun Rani.” ujar Matt Paten sambil menatap Rani yang berjalan di sampingnya

“Ooh ya? Kenapa mas bisa bilang begitu?” tanya Rani.

“Kamu bayangin saja, dalam satu hari ada lima waktu kamu membersihkan muka kamu dengan wuduk. Di tambah lagi dengan sujud di hadapan Allah, apa gak semakin bercahaya wajah kamu?”

“Ya Allah mas.. Aku gak pernah berpikir seperti itu selama ini. Apa yang mas katakan itu sangat masuk di akalku.”

“Kita menikmati semua ciptaan Allah setiap saat, setiap waktu. Kita menghirup udaranya, kenapa kita tidak bersujud kepada Allah sebagai tanda bersyukur atas nikmatnya?”

Matt Paten merasakan kalau Rani mulai meresapi kata-katanya. Rani bisa meresapi karena dia mulai memahami apa yang dikatakan Matt Paten.

“Kenapa ya aku dari dulu jarang sekali mendengarkan kata-kata seperti ini? Kok baru sekarang aku mendengarnya?” tanya Rani.

“Kamu tidak berusaha mencari pergaulan di lingkungan spiritual, bahkan mungkin kamu menjauh dari lingkungan itu.” jawab Matt Paten.

Rani mengajak Matt Paten duduk di taman samping rumahnya, di bawah perpohonan yang sangat rindang,

“Mas.. kita ngobrol di taman itu yuk?” ajak Rani.

“Ayuk! Pembicaraan ini agak panjang soalnya, kalau sambil jalan takutnya kamu gak fokus.” ujar Matt Paten.

Di taman itu ada bangku-bangku yang terbuat dari pohon yang di tebang, dan di potong menjadi beberpa bangku. Begitu juga dengan mejanya. Dua potongan pohon yang di atasnya di letakkan belahan kayu yang ukuran besar.

“Kamu tahu kenapa Tuhan berikan manusia akal?” tanya Matt Paten, “Dan ternyata banyak manusia tidak menggunakan akalnya.” lanjut Matt Paten.

“Aduh! jangan yang berat-berat dong kajiannya, aku belum nyampe mikirnya mas.” ujar Rani.

“Nah ini.. Tuhan kasih akal itu justeru agar manusia mau berpikir, untuk mencerna apa yang belum di ketahui. Dan berusaha untuk mencari tahu.” terang Matt Paten.

Matt Paten melanjutkan penjelasannya, dia minta Rani cukup mendengar dan mencermati apa yang di katakannya.

“Tuhan tidak ingin umatnya hanya sekedar tahu bahwa DIA ada, Tuhan ingin manusia mengenal-Nya dengan menggunakan akalnya. Al Qur’an itu di turun bagi orang yang berpikir, jadi bukan cuma buat di baca. Tapi, di fahami isinya agar mengerti apa yang di firmankan-Nya.” jelas Matt Paten.

“Jadi bukan sekadar patuh, tapi harus tahu kenapa harus patuh. Tahu Tuhan ada, tapi bisa merasakan keberadaannya atas apa yang kita alami, dan kita rasakan, gitu ya mas?” tanya Rani.

“Alhamdulillah.. berarti kamu menyimak dan memahami apa yang saya katakan Rani. Itu tandanya kamu menggunakan akal kamu untuk berpikir.” jawab Matt Paten.

Matt Paten katakan pada Rani. Semakin ada interaksi dalam diskusi, maka akan semakin memahami apa yang di diskusikan. Menjadi pendengar yang baik itu bbagus.Tapi, menjadi penyanggah yang mengerti apa yang di bahas, akan lebih baik lagi.

Bagi Rani, apa yang disampaikan Matt Paten adalah penyegaran rohaninya, karena secara rohani memang dia belum pernah tersentuh hal-hal yang bersifat spiritual.

Rani menanyakan pada Matt Paten,
“Mas.. saya mau tanya, dari mana mas mendapatkan pengetahuan seperti ini? Apakah dari pesantren, atau dari bangku kuliah?” tanya Rani.

“Tidak Rani, bukan dari pesantren, juga bukan dari bangku kuliah. Tapi, dari membaca dan kajian-kajian diskusi, dengan orang-orang yang memiliki ilmu yang mumpuni.” jawab Matt Paten.

“Makanya tadi saya juga mikir, selama kuliah saya belum pernah dengar kajian-kajian seperti ini, yang lebih banyak malah doktrin larangan.” ujar Rani.

Proses restorasi pikiran Rani, bagi Matt Paten memang tidak mudah, karena mengembalikan semua ingatannya tentang hal-hal yang positif. Sementara dia sudah hidup selama dua tahun dalam kebencian.

Matt Paten yakin kalau Rani memiliki kecerdasan intlektual, yang dia tidak punya adalah kecerdasan spiritual. Padahal, kecerdasan itu harus seimbang. Tidak bisa hanya cerdasa secara intlektual, tapi emosionalnya tidak terkontrol, karena tidak memiliki kecerdasan spiritual.

Banyak orang cerdas secara spiritual, tapi tidak punya kecerdasan iintelektual.Yang muncul hanya salah dan benar, tanpa mencerna di mana salahnya, dan di mana benarnya. Apa yang di terima dari sebuah pengajaran, tidak dicerna dengan akal dan pikiran.

“Pendidikan di bangku sekolah itu sifatnya hanya landasan dasarnya, selebihnya harus diimbangi dengan banyak membaca, melihat, dan mendengar.” ujar Matt Paten.

“Saya selama ini hanya menjadi pendengar doktrin yang baik mas. Saya menerima tanpa pengetahuan, saya percaya sesuatu karena terus di cekoki.”

“Itulah yang tidak di inginkan Tuhan, kita jadi manusia yang mampu berkomunikasi satu arah Rani. Kita tidak siap untuk menerima apa yang tidak kita ketahui sebenarnya.”

Matt Paten semakin merasakan kalau interaksi dari Rani sudah sampai pada tahap pemahaman, dan pemulihan pemikiran Rani dianggapnya sudah sesuai dengan apa yang ingin dia capai.

Rani sendiri semakin fokus pada apa yang dijelaskan oleh Matt Paten. Di samping itu, pendekatan Matt Paten terhadap Rani sudah seperti gayung bersambut. Tanpa di sadari Rani, dia mulai mengagumi sosok Matt Paten yang dianggapnya bukanlah orang sembarangan.

“Maaf ya mas.. kalau selama ini saya sudah salah menilai mas, saya menganggap mas cuma dukun, atau tukang pijat.” ucap Rani.

“Saya tidak pernah tersinggung dengan anggapan seperti itu Rani. Saya ingin kamu tahu dan kenal saya dari cara berpikir saya, bukan dari hal yang lain.”

“Kadang kita menilai orang cuma dari kulit luarnya ya mas, bahkan mudah terpedaya oleh penampilan seseorang.” tukas Rani.

“Itulah makanya kita harus mengenal Tuhan, dan tahu seperti apa cara bekerja Tuhan. Supaya kita tahu bagaimana pandangan Tuhan terhadap sesuatu yang kita sukai.” pungkas Matt Paten.

Bersambung

Tinggalkan Balasan