SENI MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI (Bag.8)
Bekerja pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan ilmu dan kemampuan yang dimiliki memanglah sangat menyenangkan. Begitulah idealnya, karena dengan demikian kita bisa enjoy dalam mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan keinginan hati.
Lantas bagaimana kalau melamar pekerjaan yang tidak dibutuhkan.? Apa yang menyebabkan bisa melamar pekerjaan yang tidak dibutuhkan? Apakah karena terpaksa, karena tidak ada pilihan lain, atau memang pekerjaan yang sesuai dengan ilmu dan kemampuan yang dimiliki tidak tersedia.?
Bisa jadi begitu, inilah yang harus disadari. Ini yang pernah saya alami, karena diharuskan bekerja hanya demi status, maka pekerjaan apapun meski tidak sesuai dengan ilmu yang dimiliki tetap dijalani, karena memang tidak ada pilihan lain. Lapangan pekerjaan yang tersedia cuma menjadi sales penjualan Mobil, suka tidak suka harus dijalani.
Tidak pernah terpikirkan saat itu, di Jakarta pada Tahun 90an, bekerja dibidang yang sesuai dengan kemampuan yang saya miliki, dengan salary 500 ribu saja masih saya tolak. Tapi di Jambi, dengan pendapatan 83.000 Rupiah, saya terima dengan senang hati.
Itupun bukanlah salary, tapi hanya uang transport untuk 1 bulan. Sementara penghasilan tambahan dari Komisi penjualan Mobil.
Kalau menjual Mobil cuma 1 dalam 1 bulan, maka komisi yang diterima cuma 100 ribu Rupiah. Pekerjaan tersebut cuma bisa saya jalani selama 4 bulan. Karena memang bukan cuma hasilnya yang kurang mencukupi, tapi bidang pekerjaan tersebut sangat jauh dari apa yang dibutuhkan.
Dari awal wawancara setelah lulus test, dengan menyisihkan 158 pelamar, dan hanya tinggal saya berdua dengan satu orang lainnya. Disini saya merasa bangga gak ketulungan, karena berhasil menyisihkan para sarjana, sementara saya cuma mahasiswa drop out.
Inilah salah satu hal yang membuat saya menertawakan diri sendiri, merasa bangga bisa lolos test, tapi tidak tahu harus kerja apa.
Manager Marketing perusahaan tersebut sudah meragukan saya, tapi karena hasil test saya paling bagus, maka tetap diprioritaskan untuk diterima. Hanya saja dia meragukan background pendidikan saya, dan riwayat pekerjaan saya yang tidak pernah dibidang penjualan.
Argumentasi saya cuma satu, pekerjaan saya di Jakarta juga mencari pelanggan percetakan, sehingga bisa meyakinkan dia.
Selama melaksanakan tugas sebagai seorang sales saya tetap enjoy, berangkat ke kantor pakai kemeja lengkap dengan dasinya. Secara penampilan oke sih. Saya tidak pernah ngoyo untuk mengejar target, tapi dengan pola kerja seperti itu saya tetap produktif dalam mencapai target penjualan.
Menghadapi situasi dan kondisi yang monoton seperti itu akhirnya saya resign, kembali keprofesi awal sebagai seniman.
Meskipun cuma mendapatkan penghasilan dari melukis dan menulis, dan itupun tidaklah terlalu mencukupi, tapi tetap hepi. Saya merasa merdeka dari tekanan atasan, merdeka dari mengejar target.
Ini pun tidak berjalan lama. Setelah 1 Tahun tinggal di Jambi, saya kembali ke Jakarta. Begitu 1 minggu sampai di Jakarta, saya langsung mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmu saya.
Saya dipercaya untuk memimpin sebuah perusahaan advertising yang baru didirikan. Dengan pekerjaan ini saya benar-benar enjoy, karena semua fasilitas jabatan pun cukup memadai.
Yang menjadi beban dan tantangan saat itu adalah, membangun dari bawah advertising tersebut. Tapi bagi saya hal itu bukanlah sesuatu yang sulit, karena untuk bidang yang satu ini saya sudah punya cukup pengalaman.
Sebelum pulang ke Jakarta, saya di pertemukan abang saya dengan Bapak Walikota. Dalam pertemuan itu pak Walikota meminta saya memberikan gagasan, atau rancangan tentang peruntukan lahan Pasar Angso Duo yang akan di bongkar. Itu semua terjadi di tahun 1990. Saya pun membeberkan gagasannya, dan beliau sangat respek dengan gagasan tersebut.
Hanya saja beliau tidak tahu mau memulainya dari mana, karena pak Walikota sudah saya anggap sebagai abang sendiri, maka ingin tulus memberikan gagasan tersebut tanpa berpikir tentang imbalannya.
Saya hanya minta agar beliau bisa menyiapkan pos dana untuk hidup saya selama menyiapkan semua rancangan. Diluar dugaan saya, beliau tidak tahu bagaimana caranya menyiapkan pos dana buat saya.
Seketika saya ingin menertawakan diri saya sendiri saat itu, seharusnya tidak seperti itu pendekatan yang saya lakukan. Bisa saja saya melakukan pendekatan secara bisnis, tapi yang ada di benak saya saat itu adalah bagaimana caranya saya bisa ikut membantu mewujudkan mimpi beliau, dan saya bisa hidup di Jambi dengan pekerjaan tersebut.
Karena tidak ada solusi dari pak Walikota, akhirnya saya pulang ke Jakarta. Di Jakarta pekerjaan sudah menanti, dan saya pun sudah langsung sibuk dengan pekerjaan baru.
Saat perusahaan yang saya kelola sudah berjalan, pak Walikota telepon, dan sudah bisa menyanggupi untuk menyiapkan pos dana untuk saya. Dengan berat hati, saya tolak keinginan pak Walikota.
Jadi hal-hal yang membuat saya menertawai diri saya sendiri, pertama melamar pekerjaan yang sebenarnya tidak saya butuhkan. Pekerjaan tersebut bagi saya cuma sebatas untuk status, agar tidak dianggang menganggur. Yang kedua, terlalu menganggap urusan pemerintahan bisa dilakukan secara kekeluargaan, sehingga pak Walikota bingung mau memenuhi kebutuhan saya.
Jadi memang, janganlah melamar pekerjaan yang tidak dibutuhkan kan, pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan yang Kita miliki. Bekerjalah sesuai dengan keinginan hati, bukan karena keterpaksaan, atau semata karena kebutuhan hidup. Bekerja itu sangat membutuhkan kenyamanan, bekerja dengan nyaman akan meningkatkan produktivitas.
Wow… Keren pak, alasan seseorang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya memang nampak konyol tapi tak jarang mereka justru menikmati dan enjoy dengan pekerjaannya, seperti saya… Ditawari di bidang yg sy tekuni malah menolak, karna nyaman di bidang sy sekarang.