YPTD dan Peringkat Literasi Indonesia

YPTD DAN PERINGKAT LITERASI INDONESIA

“Tingkat literasi Indonesia pada penelitian di 70 negara itu berada di nomor 62,” ujar Staf ahli Menteri dalam negeri (Mendagri), Suhajar Diantoro pada Rapat kordinasi nasional bidang perpustakaan tahun 2021.

Artinya dari 70 negara kita berada di peringkat ke 8 dari bawah. Menyedihkan ya, negara dengan penduduk kurang lebih 270 jiwa, tapi rendah secara literasi.

Kesadaran terhadap rendahnya peringkat literasi Indonesia membuat Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD), ikut mengambil bagian demi menghidupkan dunia literasi Indonesia. Tepatnya satu tahun yang lalu, 19 Agustus 2020 YPTD didirikan atas niat baik tersebut.

Meskipun tertatih-tatih, YPTD tetap tegar berdiri untuk menyadarkan betapa pentingnya masyarakat melek literasi. Awal saya bergabung setahun yang lalu, saya langsung mengambil peran serta dalam membantu, dengan mewakafkan ilmu desain grafis saya di YPTD.

Memberikan kemudahan bagi anggota YPTD untuk mendapatkan desain cover secara cuma-cuma. Alhamdulillah inisitif itu disambut dengan antusias oleh sebagian anggota YPTD, sehingga aktivitas menulis dan menerbitkan buku semakin bergairah.

Jujur saja, saya sangat iri dengan semangat para guru yang menjadi anggota YPTD, mereka begitu produktif berbagi lewat tulisan, meskipun akhir-akhir ini ada penurunan yang sangat signifikan. Kalau saja apa yang dilakukan para guru itu mampu memacu anggota lainnya untuk tetap produktif menulis, tentunya YPTD tetap bisa mempertahan gairah literasi didalamnya.

Memang adanya perubahan kebijakan dari gratis ke berbayar seikhlasnya, tidak bisa dipungkiri sangat berpengaruh terhadap turunnya produktivitas YPTD dalam menerbitkan buku. Tidak salah juga sebetulnya, pasti ada hikmahnya dibalik semua itu.

YPTD harus tetap bisa produktif, meskipun tidak seproduktif sebelumnya. Usia satu tahun, kalau dianalogikan pada anak-anak, YPTD barulah belajar berjalan, tidak usahlah harus segera berlari. Semua ada prosesnya, dan itu semua bisa dinikmati sambil terus berjalan.

Saya selalu tidak tergantung pada keterbatasan, bagi saya keterbatasa itu memaksa kita untuk mengolah pikir, dengan begitulah kadang kreativita dilahirkan. Dalam keterbatasan, YPTD harus tetap terus berkembang, harus mampu menerbitkan buku-buku yang berkualitas.

Semangat awal boleh saja fokus pada kuantitas, tapi jangan lupa juga menjaga kualitas. Alangkah rancaknya kalau YPTD dalam keterbatasan justeru menjadi penerbit yang diperhitungkan, karena buku-buku yang diterbitkan bukanlah buku yang asal diterbitkan.

Semoga masuk tahun kedua, YPTD bertambah eksis dengan menerbitkan buku-buku yang bermutu, yang bermanfaat bagi dunia literasi Indonesia. Tidak perlu banyak kalau hanya menjadi buih dilautan, lebih baik menjadi mutiara meskipun hanya satu butir dipinggir lautan.

Ajinatha