MENGUKUR DIRI
Patut bersyukur kalau dianugerahi banyak talenta, dinikmati sebagai banyak pilihan untuk ditekuni. Yang jelas tidak semua kemampuan tersebut harus ditekuni secara bersamaan, karena di samping kelebihan tersebut manusia juga punya keterbatasan.
Inilah pentingnya mengukur diri, agar bisa memilih mana dari berbagai talenta yang dimiliki patut ditekuni. Awalnya saya suka musik dan melukis. Saya belajar memainkan beberapa alat musik secara otodidak. Dan saya sudah mengukur diri kalau bidang itu cukup sekadar jadi hobi, bukan jadi profesi.
Begitu juga dengan melukis, saya sudah melukis sejak masih duduk di bangku SMA, tapi saya juga tidak pernah berpikir untuk menjadikannya sebagai profesi. Ketika masuk ke Seni Rupa IKJ, saya lebih memilih jurusan Desain Grafis (sekarang Desain Komunikasi Visual).
Bidang ini pada akhirnya memang menjadi pilihan profesi yang saya tekuni sampai sekarang. Profesi inilah yang menghantarkan saya menjadi Art Director di sinetron dan film, yang berawal sebagai Art Director di sebuah Advertising.
Begitu juga dengan kesukaan saya menulis, yang sudah saya tekuni sejak SMP, sampai saat ini masih saya jalankan. Ternyata dua profesi ini (desain grafis dan menulis), bisa seiring-sejalan bisa digeluti, keduanya menjadi sebuah simbiosis.
Bisa menekuni kedua profesi ini tentunya melalui proses mengukur diri, sehingga sangat meyakini kalau kedua profesi ini bisa ditekuni sekaligus, tanpa menghambat antara satu dengan yang lainnya. Dengan mengukur diri pula lah pada akhirnya saya tidak terlalu berambisi untuk menekuni banyak profesi.
Sadar akan keterbatasan mengurangi banyak ambisi, mindset inilah yang membuat saya bisa fokus pada pilihan profesi. Kedua profesi ini cukup bermanfaat untuk mengisi waktu di ujung usia, karena tidak terlalu memforsir tenaga dan pikiran.
Secara hakikat, manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan dan keterbatasannya. Saya lebih melihat berbagai keterbatasan saya dengan cara menggali berbagai kelebihan yang dimiliki, dan meyakini salah satu kelebihan tersebut sebagai potensi.
Aji Najiullah Thaib