Cerpen 1: Ketulusan yang Membebaskan

By. Theresia Martini

Cerpen62 Dilihat

Bagian 1. “Ketulusan yang Membebaskan”

Nafla, demikian nama gadis muda yang memiliki profesi sebagai guru di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan.

Seperti hari-hari yang dilalui Nafla, gadis berhijab yang memiliki wajah lembut dan bersahaja itu, bersama para siswa, berada di ruang kelas berukuran 7×9 meter persegi sedang mempelajari materi pelajaran.

Saat itu, suasana di ruang kelas yang diajar Nafla berlangsung menyenangkan.

Terlihat para siswa sangat antusias mengikuti proses belajar mengajar bersama Nafla, guru mereka. Beberapa di antara siswa ada yang mengangkat tangan sekadar untuk menjawab atau pun bertanya dari setiap pernyataan yang disampaikan guru mereka.

Sesekali terdengar, tawa ceria di antara mereka, ketika ada peristiwa-peristiwa lucu yang megundang mereka untuk tertawa.

Namun sayang, suasana yang menyenangkan itu, mendadak berubah menjadi kacau, ketika mereka semua dikejutkan dengan suara keras muncul dari arah pintu masuk kelas.

“Brak!”

Tanpa komando, serentak mata mereka yang berada dalam kelas tersebut, beralih memandang ke sumber suara.

Tampak berdiri, seorang perempuan muda, berwajah manis, berambut ikal sepanjang bahu, datang menghampiri Nafla dengan wajah yang terlihat penuh amarah.

“Hai, kamu! Berani sekali ya mencoba mendekati Rendy!” terdengar suara Fanny bagai petir menggelagar memenuhi ruang kelas saat itu.

Nafla hanya mampu terdiam, mendapat perlakuan kasar dari Fanny. Suasana kelas berubah hening. Para siswa menatap guru mereka dengan mata bingung, sementara Nafla mencoba tetap tenang meski pun dadanya dipenuhi dengan sejuta rasa yang berkecamuk dan berdebar keras.

“Anak-anak,” ucap Nafla akhirnya, suaranya tetap tenang dan lembut. “Ibu harus menyelesaikan urusan sebentar. Silakan kalian lanjutkan membaca materi pelajaran kita yang di buku kalian.” sambil merapikan buku miliknya.

Selanjutnya Nafla melangkah keluar, buru-buru meninggalkan kelas. Sementara Fanny mengikuti Nafla dari belakang, dengan mulut yang masih terus  mengomel tanpa henti.

Setibanya mereka berdua di lantai dasar gedung sekolah,  Nafla berhenti dan berbalik menghadap Fanny, dan dengan lembut bertanya.

“Ada apa sebenarnya dengan dirimu, Fanny?” tanya Nafla dengan tenang.

“Nafla! Kamu gak perlu berpura-pura tidak tahu?” balas Fanny dengan nada tinggi. “Jangan berpura-pura polos! Apa alasanmu berusaha merebut Rendy dariku!”

Bagaimana reaksi Nafla? Akankah Nafla menerima tuduhan Fanny?

Yuk, ikuti kisah selanjutnya… (bersambung)

 

Tinggalkan Balasan