Sharing Pengalaman Guru (1) : Antara Skripsi, Tesis dan Disertasi

Terbaru105 Dilihat


Hampir sepekan berlalu saya terinspirasi dengan kalimat yang sarat makna dari seorang sahabat saya yaitu “buku adalah mahkota (ilmu), seorang penulis kalau belum memiliki buku berarti ia belum memiliki mahkota (ilmu)”.

Silahkan disimak dalam tautan berikut ini pada menit ke-1, antara 1:15 s/d 1:20 : https://www.youtube.com/watch?v=QOcC0ZpsD4k

(channel youtube milik SaunkQu BEKEN)

Menulis adalah fitrah, menulis adalah amanah, menulis juga merupakan kebutuhan hidup manusia dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Mengapa menulis itu fitrah? kita ingat saja surat yang pertama kali diturunkan kepada nabi akhir zaman, nabi Muhammad SAW.

الذى علم بالقلم (Yang mengajarkan manusia dengan pena, QS Al-Alaq ayat 4)

Menulis juga merupakan amanah, karena banyaknya pesan atau wasiat atau nasehat yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Mulai dar teks Sumpah Pemuda, teks Proklamasi, Teks Pancasila, Teks Pembukaan UUD 1945, Semboyan negara Bhineka Tunggal Ika, dan juga puluhan atau ratusa UU, ribuan atau jutaan pasal-pasal. Termasuk UU Omnibuslaw yang baru disahkan DPR dan mendapatkan respon yang beragam atau kontroversial akhir-akhir ini, bukankah itu semua adalah sebuah teks atau tulisan?

lagi-lagi bukankah UU itu adalah bagian dari amanah? terlepas dari sisi isi UU tersebut apakah pro rakyat (buruh) atau pro konglomerat (pemilik modal). Yang jelas Al-Qur’an sebagai kitab suci mengajarkan kepada manusia tentang keadilan, buruh tentu punya hak sebagaimana juga pemodal atau bos atau majikan punya juga hak. Tetapi bukan berarti kepentingan salah satu pihak diabaikan, konsep adil atau keadilan mengajarkan tentang pertengahan (wasathiyah) memihak kesana dan kemari (muqsith). Makanya keadilan dilambangkan dengan timbangan.

Karena kitab suci mengajarkan ولا تخسر الميزان (Janganlah kamu mengurangi keseimbangan/timbangan itu, QS Ar-Rahman ayat 9).

Sedangkan menulis juga adalah merupakan kebutuhan utama dalam hidup. Bagaimana tidak menulis selalu menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari kita. Membuka WA kita menulis pesan, membuka twitter kita menulis pesan dengan karakter yang terbatas, membuka FB, IG atau website, apalagi website semuanya tidak lepas dari tulisan tentu dengan ciri khasnya masing-masing.

Begitu juga dalam dunia pendidikan, baik siswa atau guru tidak lepas dari yang namanya menulis. Tugas-tugas harian atau tugas pelajaran yang ada tidak lepas dari kegiatan menulis. Menulis juga merupakan salah satu kompetensi bahasa yang sangat penting (bahasa apapaun) selain membaca, mendengarkan atau menyimak serta berbicara.

Antara Skripsi, Tesis dan Disertasi

Tahun 2009 saya pernah menulis artikel di kolom “Guru Menulis” Harian Republika, dengan judul “Staregi Pendidikan Berbasis Al-Qur’an. Dilatar belakangi dengan sebuah kekhawatiran saya pribadi, apakah pendidikan atau pembelajaran Qur’an sudah cukup dengan mengandalkan TPQ atau TPA? Kemempuan menulis Al-Qur’an juga tidak kalah pentingnya dalam lembaga pendidikan Al-Qur’an.

Lalu apakah hanya cukup dengan sampai bacaan dan hafalan? bukankah tujuan Allah SWT menurunkan Al-qur’an itu sungguh sangat mulia, yaitu menjadi Rahmat bagi semesta alam (Rohmatan Lil’alamin). Pertanyaan itulah yang ingin terus digali sehingga antara artikel, skripsi dan tesis saya melihatnya banyak sekali kesesuaian atau keterkaitannya.

Tahun 2001 saya menulis skripsi dengan judul “Pendidikan Anak dalam Keluarga Menurut Islam”. Dengan demikian, selain karena sebagai proofesi guru, saya ingin konsentrasi di dunia pendidikan. Maka skripsi yang dipilih adalah masalah yang paling urgent di dunia pendidikan. Teringat dengan pendapat ulama bahwa الام مدرسة الاولى (Ibu adalah madrasah pertama) bagi keluarganya. dengan alasan itulah judul skripsi saya pilih saat itu.

Tahun 2016 saya menulis tesis berjudul “Pendidikan Berbasis Al-Qur’an di LPIT Thariq Bin Ziyad Bekasi”, dari pointer ketiga inilah pembaca pasti sudah mulai menerka pertanyaan yang ada dalam judul artikel di atas tadi.

Sebagaimana tercantum dalam testimoni buku perdana saya tersebut di cover jilid bagian belakang yaitu testimoni dari tokoh di Institut PTIQ Jakarta, Ibu Dr. Nur Arfiyah Febriani, MA menjelaskan bahwa buku yang pada awalnya adalah tesisi saat penulis kuliah di program S2 Institut PTIQ Jakarta.

Semoga suatu saat nanti saya bisa menulis disertasi tentu bukanhanya tulisan disertasinya saja akan tetapi kuliahnya juga di jenjang pendidikan S3. Sehingga buku perdana yang berjudul Pendidikan Berbasis Al-Qur’an & Pancasial ada jilid keduanya meski judulnya mungkin saja nanti berbeda, yaitu misalnya Pelatihan Berdasarkan Hadits dan UUD 1945.

Mengapa judulnya itu yang akan dipilih?

Karena agar tidak merasa kesalahan ketika menyandingkan kata “Al-Qur’an” dengan “Pancasila”, sebab biasanya setelah kata “Al-Qur’an” diikuti kata berikutnya yaitu “Hadits”, sedangkan setelah kata “Pancasila” biasanya diikuti kata “UUD 1945”. Sampai berjumpa lagi pada tulisan berikutnya “Sharing Pengalaman Guru (2), insya Allah akan berbagi pengalaman tips merubah tesis menjadi buku.

Salam Literasi
Selamat Hari Santri, 22 Oktober 2020
(Enam hari jelang HUT Sumpah Pemuda)

Dimyat (Aa Dym)