Sesi “Mari Menulis Puisi” MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Banjar (Sumber foto : screenshoot Kegiatan MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Banjar)

 

Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

Sabtu, 27 Februari 2021, saat bulan Februari hampir menapakkan jejaknya di hari ke-28, saya lagi-lagi didakwa menjadi pembicara untuk sesi “Mari Menulis Puisi” yang merupakan salah satu agenda kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia Kabupaten Banjar.

Oleh Ketua MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Banjar, saya jauh-jauh hari sudah diminta untuk mengisi sesi ini, tepatnya sehari setelah saya diminta untuk menjadi narasumber pada acara NGUDIK (Ngobrol Urusan Pendidik) pada 24 Februari 2021 lalu.

 

Belajar Bersama, Bukan Menggurui

Sesi kali ini sebenarnya bukan untuk yang pertama kalinya saya diminta untuk menyampaikan materi di hadapan Bapak dan Ibu Guru dalam Komunitas MGMP ini. Sebelumnya saya pernah mengajak Bapak dan Ibu Guru di Komunitas ini untuk belajar bersama “Penelitian Tindakan Kelas atau ACR (Classroom Action Research)”, “Memanfaatkan Wakelet dalam Pembelajaran”, dan “Merancang Google Docs Impian”.

Jika sebelum pandemi Covid-19 melanda saya menyampaikan materi secara langsung dalam forum pertemuan, maka sesudah pandemi saya menyampaikannya secara virtual (daring). Bila materi sebelumnya berkaitan dengan karya tulis ilmiah dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi); maka pada sesi pada hari Sabtu lalu, saya membahas mengenai “Puisi”.

Rasanya memang serba canggung membawakan materi ini, mengingat dalam kurikulum 2013 SMP, topik ini telah termuat secara terpisah yaitu pada materi bertajuk “Puisi Lama” di kelas 7 semester 2, dan “Puisi Baru” di kelas 8 semester 1.

Tentu secara logika, Bapak dan Ibu Guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia sehari-harinya sudah tidak asing lagi dengan topik-topik di atas. Apalagi untuk ukuran guru senior yang sudah bertahun-tahun lamanya mengajarkan materi dimaksud.

Sehingga tujuan saya menyampaikan materi ini sejak awal adalah sebagai “sarana pengantar” pada aktivitas belajar bersama untuk penulisan buku antologi puisi. Meski dari segi penguasaan topik Bapak dan Ibu Guru yang mengajar Bahasa Indonesia sudah memahami dengan baik hal ikhwal penulisan “Puisi Lama” dan “Puisi Baru”; namun tidak serta merta semua guru mempunyai hobi atau kebiasaan menulis puisi dalam kesehariannya.

 

Guru Menulis, Teladan Siswa

Digagasnya rencana penerbitan buku antologi puisi oleh Komunitas MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Banjar bagi saya pribadi adalah sebuah langkah awal yang baik. Sebenarnya sesuai dengan fakta di lapangan, sudah ada Bapak dan Ibu Guru dalam Komunitas ini yang telah berkarya dan menerbitkan buku.

Tentu salah satu tujuan penerbitan buku tersebut adalah untuk memenuhi angka kredit kenaikan pangkat bagi PNS sesuai dengan apa yang termaktub dalam Buku 4 tentang Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bagi Guru Pembelajar. Sehingga mau tidak mau, Bapak dan Ibu Guru yang mempunyai keinginan untuk naik pangkat segera, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan, salah satunya melalui penerbitan buku.

Karena masih baru tahap awal, maka setiap guru yang berkontribusi diharapkan menyumbangkan minimal 2 buah puisi yang akan disatukan menjadi buku antologi. Dengan mengusung tema bebas, maka nantinya buku antologi ini dapat terwujud pada waktu yang sudah ditetapkan sekitar akhir April 2021 mendatang. Tujuan penerbitan ini pun sebenarnya adalah untuk menjadikan guru-guru sebagai teladan bagi siswanya dalam berkegiatan literasi.

Ke depannya, bila penerbitan ini sudah berhasil, para guru akan diajak untuk berkolaborasi kembali pada proyek-proyek penerbitan buku berikutnya. Tentu buku-buku yang akan diterbitkan sedapat mungkin masih bertalian dengan pembelajaran Bahasa Indonesia; sehingga buku-buku yang terbit sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar di kelas.

 

Curhat Tentang Pengalaman Menulis

Dalam sesi diskusi dan perbincangan yang terjadi, ternyata ada sebagian Bapak dan Ibu Guru yang dalam praktiknya memang masih menemui kendala saat penulis puisi maupun cerpen. Sebagian guru masih ada yang berpendapat bahwa penulisan puisi baru harus mempergunakan kata-kata dan kalimat yang indah-indah. Sementara itu tidak semua guru pandai merangkai kata dan menyusun kalimat yang demikian itu.

Maka sesuai dengan pengalaman menulis puisi baru yang saya alami selama ini, saya kemukakan bahwa pemahaman tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena pada kenyataannya, yang dimaksud dengan puisi baru adalah puisi yang tidak lagi terikat oleh berbagai aturan seperti halnya dengan penulisan puisi lama.

Saya pun kemudian menampilkan beberapa contoh puisi baru yang pernah saya tulis dan telah tayang di situs online dengan jumlah pembaca beragam, mulai dari angka 1.800-an, hingga yang pembacanya berkisar 50-an orang saja.

Dalam sesi ini pun saya sempat membagikan pengalaman dan tips menulis puisi yang praktis, sekaligus untuk meraih jumlah pembaca yang banyak. Selain itu saya juga berbagi kisah tentang penulisan cerpen untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul. Menjelang akhir sesi, saya dan beberapa guru sempat membacakan naskah puisi hasil karya masing-masing secara bergantian.

Di akhir tulisan ini saya ingin kembali mengucapkan terima kasih kepada Om Jay dan Tim “Public Speaking”-nya yang sudah berbagi banyak materi bermanfaat untuk menjadi pembicara dalam seminar daring. Semoga nanti saya juga diijinkan berkolaborasi untuk berbagi dengan Bapak dan Ibu Guru lainnya se-Indonesia.

 

Banjarmasin, 27 Februari 2021