Sampul Buku Karya Bung Karno, Kakek Pramoedya Ananta Tour, dan Tere Liye (Sumber gambar: https://www.goodreads.com, https://kumparan.com, https://gramedia.com )

Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

Masihkah Anda ingat salah satu kata mutiara yang pernah diucapkan Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”?

Atau apakah Anda pernah membaca karya-karya Bung Karno yang legendaris itu, misalnya saja buku yang berjudul “Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I dan II”? Atau barangkali Anda pernah membaca tulisan, risalah, pembelaan, dan pidato Bung Karno yang dirangkum Iwan Siswo dalam buku “Panca Azimat Revolusi Jilid I dan II”?

Jika Anda pernah membaca salah satu judul buku yang saya sebutkan di atas, saya jamin Anda akan mengalami rasa kagum yang luar biasa. Rasa kagum kepada salah satu Bapak Pendiri Bangsa ini yaitu Dr (HC) Ir. Soekarno atau yang biasa kita sapa dengan nama Bung Karno.

Buku “Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I” terdiri dari 683 halaman, sedangkan Jilid II untuk judul buku yang sama tebalnya mencapai 455 halaman. Membaca jumlah halaman tersebut, apa yang terpikir dalam benak pembaca selanjutnya? Tentu kita semua pun akhirnya mengakui bahwa Bung Karno adalah salah satu “penulis ulung” kebanggaan Indonesia!

Penulis ulung lainnya dimiliki oleh bangsa ini adalah sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Dari hasil penelusuran karya-karya Kakek Pramoedya, sedikitnya ada 50 judul karya yang sudah diterbitkan, meliputi: novel, cerpen, kronik sejarah, dan memoar. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Melalui beragam karyanya Kakek Pramoedya banyak mengangkat fenomena sosial kemasyarakatan yang terjadi pada masa itu.

Beberapa judul buku karya Kakek Pramoedya begitu terkenal. Tidak hanya terkenal di Tanah Air, namun juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Beberapa buku dimaksud diantaranya adalah tetralogi “Bumi Manusia”, yang bagian pertamanya telah diangkat ke layar lebar. Kakek Pram telah berkarya sejak 1940-an hingga 2014.

Karya-karya Kakek Pramoedya terbilang khas dan unik, karena banyak diantara tulisannya terinspirasi oleh kisah perjuangan dan romantika sejarah yang pernah terjadi di Tanah Air. Bahkan tokoh-tokoh novelnya sungguh-sungguh ditulis berdasarkan tokoh-tokoh yang pernah hidup pada zamannya. Kepiawaian Kakek Pram tak terbantahkan lagi, sebut saja novel “Gadis Pantai”, “Arok Dedes”, “Arus Balik”, dan “Larasati”.

Salah satu novelis Indonesia lainnya yang masih terus berkarya hingga sekarang adalah Tere Liye. Tercatat sudah 81 judul buku/novel beredar di pasaran. Karya-karyanya begitu istimewa sehingga selalu ditunggu-tunggu oleh para penggemarnya.

Melalui paparan ini saya hendak mengajak para pembaca sekalian untuk menumbuhkan benih-benih “menulis” dalam dirinya masing-masing. Tiga orang penulis ulung di atas telah membuktikan kesaktian kata-kata Kakek Pramoedya, bahwa “menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Sebagai penulis pemula, jika kita bercermin pada berbagai karya para penulis ulung Indonesia yang namanya begitu harum itu, tentu apa yang bisa kita capai saat ini masih belum ada apa-apanya. Namun bukan berarti kita harus kecewa, karena proses dan perjalanan panjang harus kita jalani dengan tekun dan gembira untuk dapat memetik buah-buahnya berupa “karya nyata” di kemudian hari.

Jadi di sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa menulis dan tidak menulis jelaslah tidak sama. Mereka yang rajin dan tekun menulis, akan memiliki sekumpulan karya yang akan tetap hidup di hati para penggemarnya.

So, tunggu apalagi?! Menulis dan menulislah saja dan terbitkan karya Anda menjadi buku!

 

Banjarmasin, 6 Februari 2021

Tinggalkan Balasan