Hujan masih turun, Syanak ai!
Kiriman air masih datang lagi
dari hulu ke hilir
dari tempat tinggi ke dataran rendah
Tenggelamkan kampung-kampung kami
Merendam kota-kota kami.
Di zaman bahari
Bumi Banua tak seperti ini
Cerita air yang pasang dan surut itu biasa
Tapi bukan banjir bandang ngarannya
Tentu banyak pertanyaan akan muncul:
“Ada apa dengan Kalsel kami sabujurnya?”
Setahu kami sungai-sungai sudah dibersihkan
Warga membuang sampah lebih tertib supaya nyaman
demi menjalankan imbauan pemerintah dan cinta lingkungan.
Tapi kenapa banjir tetap datang?
Siapa yang bermain “lempar batu sembunyi tangan?”
Syanak ai,
Banjir ini bencana kita bersama
Namun penyebabnya “bukan” karena perilaku kita semua
Renungkan haja, Syanak ai
Tanah Banua ini setengahnya sudah dikuasai
oleh izin pertambangan dan kebun-kebun sawit
tahun semalam haja ada 814 galian ampun 157 perusahaan batubara
sebagian masih aktif, sisanya ditinggal lenggang kangkung
“tanpa reklamasi!” oleh pemiliknya.
Syanak ai,
Siapa nang handak disalahkan sekarang?
imbah lalu bencana terjadi seperti ini?
Gegara izin diberikan,
banyak hutan menjadi lubang galian
banyak resapan air jadi perkebunan membentang
resapan air hilang, air bah pun tak tertahankan!
Sebuah pertanyaan kecil muncul dan patut ditanyakan:
“Mungkinkah masyarakat kecil ‘punya kuasa’
melahirkan izin tambang batubara,
dan lahirnya kebun-kebun sawit setiap tahunnya?”
Banjarmasin, 15 Januari 2021
CATATAN :
Syanak ai = saudara semua
bahari : zaman dahulu kala
ngarannya = namanya
sabujurnya = sebenarnya
haja = saja
imbah = makanya
Sudah pernah tayang di Kompasiana di alamat:
https://www.kompasiana.com/agus-puguh-santosa/600089fed541df28056c2602/pray-for-kalsel-2