“Lakukanlah kebaikan sekecil apa pun, karena kita tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang akan mengantarkan kita ke surga.” Imam Hasan Al Bashri
Jika Anda bekerja di kantor, mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah pantri. Saat kita ingin sejenak menikmati cemilan, kopi atau teh, kita bisa pergi ke pantri. Di beberapa sekolah, mungkin tak ada yang namanya pantri. Tapi, masih bisa dijumpai dapur umum atau sekedar teko dan galon untuk melepas dahaga.
Di sekolah saya, biasanya ada yang bertugas untuk menyediakan air minum. Air minum yang dimasak tentunya. Teko, beberapa lusin gelas serta satu dua piring tersedia di meja yang terletak pada salah satu sisi ruangan kantor. Sisanya tersusun rapi dalam lemari. Jadi, di pagi hari kami bisa menikmati secangkir kopi panas atau teh (jika bawa kopi instan atau teh celupnya, hehe).
Tak bisa dipungkiri bahwa di pagi hari pun, terkadang saya dan teman-teman membutuhkan air dingin biasa. Syukurlah masih mudah menemukan air dalam kemasan. Banyak yang menjualnya. Hingga suatu hari, tersedia satu dus air kemasan di salah satu meja rekan kami. Siapa pun yang merasa haus, boleh mengambil air dalam kemasan di mejanya. Gratis. Hingga kini, beliau masih konsisten melakukan kebaikannya. Jika satu dus sudah habis, akan ada dus lainnya. Masya Allah.
Sungguh, betapa kebaikan itu tak harus sesuatu yang mahal. Tak harus menunggu event yang besar. Beliau sudah menunjukkan segelas kebaikan yang bermanfaat bagi setiap orang yang membutuhkan. Segelas kebaikan yang bisa saja bernilai sangat besar di hadapan-Nya.
Saya jadi teringat dengan kisah perempuan yang memberi minum seekor anjing yang kehausan. Karena kebaikannya itu, Allah kemudian memaafkan segala dosanya. Saya juga teringat kisah Abu Aqil dan istrinya yang hendak menyedekahkan kurma ketika kaum muslim di zaman Rasul saw sangat membutuhkan bantuan makanan. Orang-orang munafik kala itu mengatakan sok pamer pada yang menyumbang dalam jumlah besar. Sementara yang membawa sumbangan sedikit pun, tak lepas dari ejekan mereka.
Abu Aqil yang memang tak mampu menyedekahkan dalam jumlah banyak lantas berniat pulang kembali, hingga ia berjumpa dengan Rasullah saw. Allah Yang Maha Tahu telah memberi tahu niat Abu Aqil pada Rasulullah saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw menyampaikan kabar gembira untuk Abu Aqil, bahwa di hadapan Allah sedekahnya jauh lebih berharga daripada emas. Masya Allah.
Kisah ini juga diabadikan dalam QS. At Taubah ayat 79 yang artinya “(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.”
Saya sungguh bersyukur telah dipertemukan dengan orang-orang yang senantiasa berbuat baik. Sosok mereka mengingatkan dan memotivasi diri ini agar berupaya untuk berbuat baik pula, sesederhana apa pun itu. Karena kita tak kan pernah tahu, amalan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Semoga ikhlas senantiasa ada dalam setiap kebaikan yang kita lakukan.
Abu Aqil yang memang tak mampu menyedekahkan dalam jumlah banyak lantas berniat pulang kembali, hingga ia berjumpa dengan Rasullah saw. Allah Yang Maha Tahu telah memberi tahu niat Abu Aqil pada Rasulullah saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw menyampaikan kabar gembira untuk Abu Aqil, bahwa di hadapan Allah sedekahnya jauh lebih berharga daripada emas. Masya Allah.
Kisah ini memberikan ketenangan terkait besaran sedekah. Ke ikhlasan yang menandai betapa besar bilangan ketaqwa an seorang umat. Nice Mbak Ditta