Saat Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 disahkan, seorang Guru Penggerak telah memiliki golden ticket untuk menjadi kepala sekolah. Pasalnya, dalam peraturan tersebut, sertifikat guru penggerak menjadi salah satu syarat bagi seorang guru untuk dapat menjadi kepala sekolah.
Meski bukan menjadi satu-satunya syarat, tetap saja hal ini menimbulkan sedikit pergolakan dalam dunia pendidikan. Dalam satu kesempatan, Ketua Asosiasi (seluruh MGMP) se-kabupaten bahkan pernah menanyakan pendapat saya terkait hal ini. Beliau ingin mengetahui pandangan saya terkait Permendikbudristek No. 40 Tahun 2021.
Dari Sudut Pandang Calon Kepala Sekolah
Sebelum ada keputusan tersebut, di daerah saya sendiri sebetulnya sudah ada guru-guru yang telah mengikuti seleksi calon kepala sekolah. Namun beberapa diantaranya ada yang belum mengikuti pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah. Sejauh yang saya tahu, memang belum ada pelatihan lagi karena adanya isu sertifikat guru penggerak menjadi salah satu syarat menjadi kepala sekolah (KS).
Bagi para guru yang telah lulus seleksi dan tidak mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP) bisa saja merasa kecewa. Saya pun bila dalam posisi tersebut, bisa jadi merasa sedih. Tentu tak mudah mengikuti seleksi calon kepala sekolah, lalu tiba-tiba saja tak bisa melangkah karena muncul peraturan baru.
Syukurlah masih ada keluwesan dalam Permendikbud tersebut. Bagian Kedua Pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam hal jumlah guru yang memiliki sertifikat calon kepala sekolah atau sertifikat guru penggerak di wilayahnya tidak mencukupi, pemerintah daerah dapat menugaskan guru sebagai kepala sekolah dari guru yang belum memiliki sertifikat calon kepala sekolah atau sertifikat guru penggerak.
Dilihat dari Sisi Calon Guru Penggerak
Pada saat yang sama, sebagai pengajar praktik (PP) yang mendampingi proses belajar Calon Guru Penggerak (CGP), saya sendiri bisa melihat betapa luar biasa perjuangan para CGP dalam menjalani proses Pendidikan Guru Penggeraknya.
Mulai dari tahap seleksi. Selain seleksi administrasi (seleksi tahap 1 yang terdiri dari pengisian CV, Esai dan Unggah Dokumen – hingga Angkatan 4 bahkan ada Tes Bakat Skolastik), para guru yang ingin menjadi CGP juga harus mampu melewati seleksi tahap 2, yaitu simulasi mengajar dan wawancara. Tak mudah untuk dapat lulus di setiap tahap, karena kriteria seleksi CGP (sebagaimana tertulis di laman resminya sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id) meliputi:
- Menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid
- Memiliki kemampuan untuk fokus pada tujuan
- Memiliki kompetensi menggerakkan orang lain dan kelompok
- Memiliki daya juang (resilience) yang tinggi
- Memiliki kompetensi kepemimpinan dan bertindak mandiri
- Memiliki kemampuan untuk belajar hal baru, terbuka pada umpan balik, dan terus memperbaiki diri.
- Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan efektif dan memiliki pengalaman mengembangkan orang lain
- Memiliki kedewasaan emosi dan berperilaku sesuai kode etik
Keseharian Calon Guru Penggerak selama Pendidikan
Jika lulus seleksi, para CGP harus menempuh Pendidikan Guru Penggerak selama 9 bulan (mulai Angkatan 5, PGP dilaksanakan selama 6 bulan).
Setiap Senin-Jumat, CGP harus belajar mandiri di Learning Management System (LMS), mempelajari berbagai modul. Mereka juga akan belajar secara daring bersama fasilitator dan instruktur. Di akhir pekan, para CGP akan membuat jurnal refleksi mingguan. Satu bulan sekali mereka akan dikunjungi oleh PP, melakukan pendampingan individu (PI) lalu berjumpa bersama rekan-rekan CGP di kabupaten dalam kegiatan lokakarya.
Selain tugas baik mandiri maupun kelompok, CGP juga harus melakukan berbagai aksi nyata. Aksi nyata ini ada yang sampai melibatkan siswa, rekan sejawat, kepala sekolah, komite, bahkan masyarakat. Luar biasa bukan?
Jika dilihat dari modul-modul yang dipelajari pun, para CGP tak hanya mengembangkan kompetensi dirinya. Sebagaimana tercantum di situs resmi sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id, para CGP akan mempelajari 3 Paket Modul, yaitu: 1) Paradigma dan Visi Guru Penggerak, 2) Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid, dan 3) Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah.
Sederhananya, CGP belajar bagaimana meningkatkan kompetensi dirinya (mempraktikkan kepada rekan maupun murid), mengimbaskan ilmu yang didapat di lingkungan sekolah, lalu belajar mengembangkan sekolah dengan program yang berpihak pada murid, menjadi pemimpin pembelajaran.
Dengan prinsip pelatihan andragodi (pembelajaran orang dewasa), pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif dan reflektif, seorang guru penggerak diharapkan mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid dengan rincian sebagai berikut:

Tidak Meninggalkan Tugas Mengajar
Satu catatan tambahan yang tak kalah penting adalah para CGP tetap melaksanakan tugas mengajarnya selama mengikuti PGP. Itulah mengapa sesi belajar Bersama fasilitator, instruktur, bahkan dengan PP dilaksanakan di luar jam mengajar.
Oleh karena itu, saya sendiri sepakat bahwa para lulusan Guru Penggerak ini memang layak menjadi kepala sekolah. Biar bagaimana pun, peran kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan arah kemajuan pendidikan minimal di sekolah yang dipimpinnya. Kita, membutuhkan kepala sekolah yang senantiasa mendukung para guru untuk berinovasi, melakukan berbagai praktik baik, berkolaboorasi, merancang program yang berpihak pada murid, maupun mengembangkan kompetensinya dengan catatan tidak melupakan tupoksi sebagai guru.
Semoga para lulusan GP dapat menjadi sebaik-baik pemimpin untuk transformasi pendidikan Indonesia yang lebih baik (terlepas apakah akan menjadi kepala sekolah atau tidak). Aamiin … aamiin … Allahumma aamiin.
Komentar