Pengajar Praktik atau Calon Guru Penggerak?

Sebentar lagi Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6 akan dimulai. Bila sesuai jadwal, maka pada Agustus 2022 akan diselenggarakan lokakarya perdana Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 6, Lokakarya Orientasi.

Saya sendiri sudah mengikuti penyegaran pengajar praktik (PP) Angkatan 6. Namun, masih belum tahu apakah akan ditugaskan lagi atau tidak, semua tergantung pada jumlah calon guru penggerak (CGP) yang lulus seleksi tahap 2 serta keputusan satker.

Aroma awal Pendidikan Guru Penggerak membuat saya mengingat kembali masa-masa awal ketika saya memilih menjadi pengajar praktik.

Flashback

Jujur, ketika pertama kali dibuka seleksi pengajar praktik dan calon guru penggerak Angkatan 3, saya bingung harus memilih yang mana. Sebelumnya saya memang sudah mengetahui sedikit info tentang Pendidikan Guru Penggerak. Namun, di Angkatan 1, Kabupaten Subang belum menjadi daerah sasaran.

Meski begitu, ada dua orang dari kabupaten saya yang lulus menjadi PP di Angkatan 1. Hanya saja … tugasnya mesti ke luar kota (sesuai daerah sasaran). Berbeda dengan PP Angkatan 1 yang bisa lintas kota, CGP harus berasal dari daerah sasaran PGP.

Baru di Angkatan 3, Kabupaten Subang mendapat kesempatan menyelenggarakan Pendidikan Guru Penggerak. Namun, saya bingung harus daftar CGP atau PP. Saat itu, saya masih belum paham dengan perbedaan keduanya. Walau sudah membaca paparan di website terkait PP dan CGP, saya masih butuh informasi lanjutan.

Bertanya pada Teman

Pada akhirnya, saya memutuskan menghubungi rekan saya yang menjadi PP di Angkatan 1, Novianti Islahiah dan Bu Arum Handayani. Dari keduanya, saya memiliki gambaran tugas-tugas real di lapangan saat menjadi PP maupun CGP.

Saya ingin ikut bergerak dalam transformasi perubahan pendidikan di Indonesia. Namun, saya juga tak ingin melepas peran sebagai orang tua. Apalagi di tahun 2021, anak saya baru berusia 1 tahun. Saya masih ingin menghabiskan banyak waktu dengan anak saya, buah penantian empat tahun pernikahan.

Dengan berbagai pertimbangan, saya pun akhirnya memutuskan daftar menjadi pengajar praktik. Syukurlah kepala sekolah saya saat itu pun mengizinkan dan mendukung.

Seleksi

Mendaftar jadi PP bisa dibilang nekat. Mengapa? Karena selain guru, yang bisa mendaftar menjadi PP adalah kepala sekolah, akademisi, praktisi atau konsultan pendidikan. Keterangan di website bahwa kepala sekolah bahkan harus memiliki pengalaman menjadi Ketua MGMP/KKG, MKKS, MKPS, Asosiasi Guru, koordinator komunitas, ketua organisasi pendidikan lainnya, membuat saya betul-betul harus memantapkan hati. Biar bagaimana pun, saya ini masih anak kemarin sore.

Jika saya gagal di PP, saya tak punya kesempatan mendaftar menjadi CGP di angkatan yang sama karena seleksinya hampir bersamaan. Maka saya menarik nafas dalam-dalam dan bismillah … saya pun ikut seleksi.

Masa Pembekalan CPP

Alhamdulillah, saya tak menyangka bisa sampai lulus di tahap 2 seleksi calon pengajar praktik (CPP). Usai pembekalan tahap 1 yang dilaksanakan daring, saya mendengar kabar bahwa pembekalan tahap 2 akan dilaksanakan luring di Jakarta.

Saya was-was. Betapa tidak? Saat pembekalan tahap 1 terkadang saya harus mematikan kamera saat virtual meeting untuk menina bobokan anak saya. Seingat saya, Fatih juga sempat sakit. Oleh karena itu saya termasuk yang bersyukur ketika akhirnya pembekalan tahap 2 pun dilaksanakan full daring. Alhamdulillah. Setidaknya saya tak meninggalkan Fatih berhari-hari.

Keseruan menjadi PP masih akan berlanjut. Saya penasaran guru-guru seperti apa yang akan saya dampingi. Apakah saya sanggup melaksanakan tugas dengan baik? Apakah saya bisa menyatukan kelompok? Apakah nanti perbedaan status (saat itu saya masih honorer) bisa saya atasi bilamana ada CGP yang sudah PNS?

Masih banyak cerita yang bisa disampaikan. Insya Allah pada artikel-artikel selanjutnya.

Tinggalkan Balasan