Coaching: Curhat yang Memberdayakan

Pernahkah Anda mendengar istilah coach atau coaching? Jujur, saya sendiri ketika pertama mendapat pertanyaan serupa langsung teringat pada coach dalam dunia sepak bola. Bukankah para atlet sepak bola memanggil pelatih mereka dengan istilah coach? Lalu, apa hubungannya coaching dengan dunia pendidikan?

Setelah lulus menjadi pengajar praktik (PP) program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 3, saya belajar lebih dalam tentang coaching. Bahkan, mempraktikkannya berulang kali terutama pada saat pendampingan di sekolah-sekolah calon guru penggerak (CGP).

Menurut Victor Chandrawira, professional fasilitator, dalam chanel Youtube-nya Obrolan Ruang Tengah menjelaskan lebih baik pengertian coach. Coach berasal dari Bahasa Inggris kuno yang artinya kereta.

Dahulu, orang-orang mengantar barang ke tujuan dengan menggunakan kereta. Sais (pengendara kereta) biasanya ditemani orang lain. Orang tersebut belajar sepanjang perjalanan. Dalam perjalanan, sais akan bertanya banyak hal kepada temannya sehingga pada akhirnya bisa lebih baik. Menurut Chandra, proses menuntun orang lain untuk jadi lebih baik, dilakukan dalam proses yang panjang (ada coaching time) disebut dengan coaching.

Coaching dalam dunia pendidikan bisa jadi sudah sering dilakukan meski tanpa disadari. Misal ketika dalam pergantian jam atau di sesi istirahat, seorang guru bercerita tentang pengalamannya di kelas. Bercerita mengenai tantangan yang ia temui atau cerita tentang rencana-rencana program yang dimiliki.

Teman lain yang mendengarkan memberi tanggapan atau umpan balik sehingga orang yang curhat bisa mendapat solusi atau melakukan aksi nyata mewujudkan mimpinya. Yep, itulah coaching dalam dunia pendidikan: curhat yang memberdayakan.

Meski demikian, ada beberapa hal penting yang membedakan coaching dengan mentoring, training, atau teknik lainnya. Proses coaching akan optimal bila dalam pelaksanaannya memenuhi kriteria coaching, antara lain:

  1. Coaching berbasis asking

Dalam proses coaching, seorang coach akan banyak bertanya kepada coachee. Tentu bukan sembarang pertanyaan, namun pertanyaan yang memberdayakan. Jenis pertanyaannya pun lebih ke pertanyaan terbuka sehingga coachee bisa menemukan dan mengoptimalkan potensi dirinya sendiri. Sebisa mungkin jawaban harus muncul dari coachee. Bukan karena arahan coach.

“Apa yang sudah baik dari proses pembelajaran tadi?” atau “Alternatif apa saja yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut?” adalah contoh pertanyaan terbuka yang jawabannya bisa sangat luas dan mendalam. Bandingkan bila kita gunakan pertanyaan tertutup seperti “Menurut Anda, pembelajaran tadi sudah baik atau belum?”. Jawabannya tentu hanya ada dua kemungkinan “sudah” atau “belum”.

Ini yang membedakan coaching dengan training maupun mentoring. Dua metode terakhir yang disebut lebih berbasis pada telling. Seorang trainer atau mentor akan “memberi tahu” apa-apa yang mereka kuasai. Sementara coaching, justru coachee-lah yang harus menemukan jawaban atas keresahannya sendiri.

  1. Tak harus ada masalah

Hal kedua yang membuat coaching unik adalah untuk melakukan coaching, tak perlu menunggu adanya masalah. Coaching bukan konseling. Jadi, tak selalu harus ada masalah untuk melakukan coaching. Coaching bisa dilakukan untuk melejitkan potensi. Bila kita menyadari ada anak didik yang berpotensi misalnya, namun si anak belum sadar dengan potensinya, maka kita bisa melakukan coaching.

  1. Empat unsur komunikasi yang memberdayakan

Agar komunikasi lebih memberdayakan potensi yang dimiliki, ada unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Hubungan saling mempercayai
  2. Menggunakan data yang benar
  3. Bertujuan menuntun pihak yang terlibat dalam komunikasi untuk memaksimalkan potensi
  4. Membuat rencana tindak lanjut atau aksi (bila diperlukan)

Di PGP Angkatan 3, CGP harus mempraktikkan coaching pada teman sejawat sementara PP bertindak sebagai observer. Setelah mempelajari coaching, banyak CGP yang lebih sering mempraktikkan curhat yang memberdayakan ini.

Evaluasi dari para guru non-CGP yang menjadi coachee pun sangat baik. Mereka mengaku senang dan tenang setelah dicoaching. Mereka semakin yakin dengan langkah yang harus diambil/keputusan yang harus dibuat.

Sahabat yang berbahagia, beberapa contoh proses coaching bisa disimak di laman-laman youtube. Jika sebelumnya kita sering curhat, mulai sekarang mari lakukan curhat yang memberdayakan. Selamat mencoba!

 

Referensi: Modul 2.3 Coaching

Tinggalkan Balasan