Kenali Diri dan Sadari Diri

Kita seringkali congkak, merasa benar sendiri dan tidak mengakui kesalahan, lebih cenderung menyalahkan orang lain dan tidak sadar bahwa kesalahan itu terkadang berawal dari diri kita. Kita dongakkan kepala dan kita rendahkan yang lainnya. Kita tuding makhluk di luar dari diri kita dan kita lupa untuk menuding diri sendiri. Tidak ada ruang knstropeksi diri. Konsep etika-filosifi Socrates sama sekali tidak kita jadikan sebagai pedoman: “Kenalilah dirimu”

 

Kita menganggap diri kita suci, padahal kotoran yang sesungguhnya melekat pada diri kita: Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertaqwa (Q.S Al- Najm [53]: 32).

Besar kepala adalah kesimpulan dari sifat buruk di atas. Akal dan hati tidak lagi berfungsi, yang bergerak hanya egoisme. Biarpun ribuan orang memberi tahu kesalahan kita, kita akan tetap membusungkan dada dan berkata “saya benar dan saya pasti selalu benar”. Entah kekuatan apa yang dapat menyadarkan manusi yang mencapai pada level semacam itu. Mungkin kehancuran dari hasil kesalahannya lah yang dapat menyadarkan ya.

Dalam hal ini dialah yang menanggung kesalahan atas perbuatannya itu seratus persen. Tuhan sama sekali tidak bertanggungjawab. Tuhan telah membekali manusia dengan potensi kebaikan dan keburukan. Bekal itu murni diberikan kepada manusia dan manusia bertanggungjawab dengan pilihan dominasi sikap apa yang telah diperbuatnya. Tuhan berfirman: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasilan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S Al-Syam [91]: 8-10)

Sebagai antitesis dari sifat-sifat di atas kita perlu mengedepankan sifat alternatif berupa rendah hari, selalu intropeksi diri dan siap mengakui kesalahan. Jika ratusan orang mengatakan itu salah, seyogyanya kita tidak bersikeras untuk mengatakan sebagai suatu kebenaran.

Dalam konteks keindonesiaan, sikap melemparkan kesalahan ke orang lain dan melupakan kesalahan diri sendiri adalah suatu sikap yang membawa bencana bagi bangsa. Bangsa Indonesia terjangkiti sifat buruk membenarkan diri sendiri atau kelompok sendiri dan menyalahkan orang laindannkta lupa bahwa kita juga ikut andil dari kesalab tersebut.

Bangsa Indonesia sibuk menyalahkan satu dengan yang lainnya, sedangkan problem yang seharusnya dicarikan solusi secara bersama justru kita abaikan. Bangsa Indonesia lupa bahwa kita ini sedang dihadapkan oleh krisis multidimensi buka nkawan seiring, sesama bangsa.

Sebaiknya kita mempunyai kerendahan hati untuk mengakui kesalahan bersama dan mengakui kesalahan dan kemudian memperbaiki kesalahan tersebut. Untuk selanjutnya mari kita mengedepankan pencarian solusi daripada mencari-cari kesalahan. Ungkapan dari Emha Ainun Najib berkata “Masih adakah ruang di dada dan akal kepala kita untuk sesekali berkata kepada diri sendiri bahwa yang bersalah bukan hanya mereka, bahwa yang melakukan dosa bukan hanya dia, tetapi kita juga memiliki andil dari kesalahan dan dosa tersebut”.

 

Silahkan kunjungi www,Fitria-Ratnawati.blogspot.com

Tinggalkan Balasan