Sahur Ke-5 di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah Bulan maghfirah, bulan penuh ampunan di mana semua umat muslim melaksanakan ibadah puasanya. Rutinatas yang dilakukan oleh semua umat muslim ini juga kami lakukan setiap tahun sebagai amal ibadah sekaligus membawa keberkahan kesehatan.

 

Allah memerintahkan umat muslim berpuasa dan perintah ini terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 183 tentang puasa Ramadhan. Artinya: Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.

 

******

 

Aku terjaga dari tidurku yang sangat lelap, suami tercinta membangunkanku di pukul 04.20 WIB.

 

“Dek, bangun udah pukul 04.20, keburu imsak nanti” terang suami.

 

Aku langsung bergegas bangun dari tempat tidur dan menuju dapur, aku melihat ternyata nasi di tudung saji sudah basi, sebab aku lupa untuk memanasinya sebelum tidur semalam. Aku jadi panik, mana waktu sudah kepepet.

 

“Bang, kita imsak pukul berapa?” Tanyaku

“Pukul 05.08 dek” jawab suamiku dengan nada biasa saja.

 

“Kira-kira sempet ngk ya masak nasi bang, atau kita ngk usah sahur aja deh kali ini, gimana?” Tanyaku kembali untuk memastikannya.

 

“Masih ada waktu, masak aja dulu, ngk apa mudah-mudahan bisa sahur,” terang suamiku.

 

“Ok suamiku cinta, siap untuk laksanakan perintah.” Jawabku semangat.

 

Lalu aku memasak nasi sambil berdoa semoga nasi yang kumasak bisa menjadi makanan sahur kami. Sesekali ku melihat anak-anak. Kubiarkan mereka masih dalam keadaan tertidur, apalagi si kakak. Bukan aku ingin sengaja membiarkannya meski waktu hampir imsak namun biarlah kali ini aku membiarkannya sejenak karna tadi malam aku melihatnya belajar sangat larut mengerjakan tugas dari dosennya. Biarlah dia terlelap untuk sejenak, nanti kalau nasi telah masak akan aku bangunkannya beserta si adik.

 

Alhamdulillah nasi telah masak pada pukul 04.40 WIB. Aku segera mengoreknya dari dandang kukusan sembari merapikan meja makan, sup daging kesukaan suami dan anak-anak tak lupa ku hidangkan pula di mangkuk setelah aku panaskan, dan minuman teh hangat juga sudah aku siapkan. Suami juga tak tinggal diam ia membantuku untuk merapikan meja dengan mengambilkan piring-piring, gelas-gelas dan sendok serta serbet.

 

Aku kemudian bergegas ke kamar membangunkan si sulung yang sedang terlelap dalam tidurnya.

 

Si sulung bernama Elvira namun panggilan populernya di rumah kak Yaya. Putri pertama buah cintaku bersama suami. Kini ia telah menjadi mahasiswa semester 4 di Universitas Negeri Syiah Kuala Banda Aceh Jurusan FKIP Biologi diusianya yang masih amat belia (19 tahun) tepat di bulan Februari kemarin ia merayakan ulang tahunnya. Putri kami itu begitu ceria dan selalu membuat hati kami bangga akan dirinya yang santun dan lembut.

 

“Nak, bangun nak. Kita sahur yuk nanti keburu imsak, soalnya udah pukul 04.45 WIB,” kataku padanya.

 

Dengan keadaan setengah sadar ia memandangku, dan sedetik kemudian ia bangun sambil terkejut.

 

“Ma, udah mau imsak, gimana makanan kita?” Tanyanya padaku dengan panik.

 

“Udah mama siapkan semuanya, kakak tenang aja ya, sekarang kakak basuh muka dan tangan langsung ke ruangan makan ya?” Terangku sambil kutepuk bahu ya agar tidak lagi panik. Selama ini memang dia yang selalu rajin membantuku saat menyiapkan hidangan sahur. Namun kali ini ia begitu leleh membuat tugas dari dosen. Dan aku tak tega membangunkannya.

 

Aku pun bergegas menuju kamar anakku yang ke-3. Istiqlal namanya dan biasa disapa dengan sebutan Ichal, ia masih berusia 10 tahun namun semangatnya berpuasa sangat luar biasa. Sejak kecil anak-anak telah aku biasakan berpuasa dari mulai si kakak yang paling besar sampai yang kecil. Sebab puasa itu jika tidak dibiasakan sejak kecil maka akan sulit jika sudah besar apalagi ketika sudah tua. Aku sendiri mulai diajarkan berpuasa oleh orang tuaku sejak usia 5 tahun saat itu aku masih duduk di bangku taman Kanak-kanak. Dari kebiasaan itulah aku mencontoh orang tuaku untuk mengajarkan anak-anakku melakukan hal yang sama.

 

“Naak, bangun sayang. Yuk kita sahur.” Kataku sambil membelai kepalanya.

 

“Iya ma, udah jam berapa ini ma?” Tanyanya padaku.

 

“Udah hampir imsak” jawabku lagi.

 

“Lho kok mama, bangunkannya baru sekarang?” Tanyanya kembali.

 

“Iya nak, mama juga telat bangun. Ya udah pergi ke kamar mandi basuh wajah dan berkumur ya terus ke ruangan makan.” Terangku padanya.

 

“Iya ma, ma nanti Ichal mama suapin ya?” Katanya dengan nada memelas.

 

“Iya anakku cinta, nanti mama suapin deh.” Kataku dengan nada lembut.

 

Matanya berbinar saat aku mengatakan akan menyuapinya. Meskipun ia sudah berusia 10 tahun, namun kebiasaan makan disuapin itu tidak pernah hilang. Aku sendiri merasa heran. Setiap aku menyuapinya aku selalu bertanya mengapa suka sekali suapan mama. Dan jawabanya sangat singkat enak katanya. Sejak saat itu aku bersemangat untuk selalu menyuapinya walau banyak orang bilang jika anak sudah besar jangan disuapin terus menerus namun aku tidak mempedulikan apa kata orang-orang. Sebab niat dalam diri bukan untuk memanjakan anak apalagi membiarkan dirinya malas makan sendiri, namun lebih ingin mencurahkan kasih sayangku kepadanya agar kelak ia mengingat apa yang aku lakukan ketika ia telah dewasa. Sebab dalam keluarga yang terpenting adalah kasih sayang dan sebuah kenangan akan kasih sayang. Hal-hal yang demikian akan membentuk karakter baik pada dirinya kelak terlebih ia seorang laki-laki yang memang dituntut untuk selalu memberikan kasih sayangnya kepada pasangan dan anak-anak kelak.

 

Kami semua berkumpul di ruang makan, dan tepat di depan meja makan hidangan telah tersuguh manis. Suami tercinta memimpin berdoa sebelum makan kemudian satu persatu makanan yang ada di atas meja makan kami santap.

Aku pun dengan sabar menyuap makanan kemulut Ichal. Ichal begitu lahap jika makan demikian. Ia sempat meminta tambahan satu centong makan nasi. Sambil menyuapinya aku pun ikut serta makan bersamanya. Si sulung juga demikian ia begitu menyukai sup yang ku buat kemarin sore. Daging di dalam sup sangat empuk dan enak katanya. Suami apa lagi ia sangat menikmati sup yang terhidang. Justru itu requestnya di hari keempat puasa. Alhamdulillah request suami terlaksana dengan apik.

 

Alhamdulillah tak sampai 15 menit kami pun selesai menyantap hidangan tersebut. Tak lama kemudian sirene yang menandakan imsak berbunyi. Icah yang baru selesai minum teh terkejut bukan kepalang.

 

“Idiiih kenapa udah bunyi ma sirenenya, Ichal masih pengen makan ini.” Katanya sambil menunjuk daging sup yang tadi sempet di pinggirkannya.

 

“Udah imsak nak, berarti bukan rezeki Ichal, tapi rezekinya Tekky?” Kataku padanya.

 

“Iya ma.” Ichal menganggukkan kepalanya.

 

Tekky adalah nama kucing kesayangan Ichal. Tekky selalu menemani hari-hari Ichal. Tidur pun selalu disamping Ichal. Sejak kecil Ichal sangat menyukai kucing. Selain Tekky masih ada kucing kesayangannya yaitu Chinchiel. Namun Chinchiel tidak begitu menja padanya sebab itu kesayangan si kakak. Chinchiel lebih manja kepada si sulung.

 

Imsak telah tiba, suami memimpin membaca doa niat sahur hingga selesai. Suami kemudian menghimbau kami semua agar jangan tidur setelah ini. Setelah solat subuh nanti kita jalan pagi alias asmara subuh. Kami pun mengikuti arahannya. Namun setelah selesai solat subuh yang di imami oleh suami si sulung minta ijin pada ayahnya.

 

“Ayah, kakak ngk ikutan ya, kakak masih ngantuk. Tadi malam kakak telat tidur, selesaikan tugas dari pak Fahmi,” katanya sambil mencium tangan ayahnya.

 

“Iya, bolehlah” jawab suami dengan nada kecewa.

 

“Adek juga yah, Adek masih ngantuk, boleh ya Yah, Adek ikut kakak tidur juga?” Pinta Ichal pula sambil ia pun mencium tangan ayahnya.

 

“Lha kalau semua mau tidur, ayah juga deh kalau begitu, mana seru kalau ngk ada kalian berdua berasmara subuh.” Tukasnya pada anak-anak.

 

“Ya hari ini ngk apa deh Ayah. Kasian anak-anak. Ichalkan tadi malam ikutan tadarus pulangnya sudah sampai larut juga. Biarlah mereka tidur. Yang penting sudah solat subuh, algipula dek Alfa masih bobok kan Yah.” Terangku pada suami agar tidak kecewa.

 

“Baiklah kalau begitu Ayah juga mau modom sambil peluk Adek Alfa di kamar.” Kata suami dengan nada sedikit kecewa.

 

Alfa adalah anak ke-4 kami ia dilahirkan pada Sabtu tepat di pukul 12.00 WIB. Saat itu panas amat terik. Si bungsuku itu sangat manja dan sangat aktif. Tak jarang si sulung dibuat kesal olehnya. Usianya kini menginjak 3 tahun. Ia begitu ceria dan luar biasa. Saat kami semua bangun untuk makan sahur subuh ini. Ia tidak terjaga. Biasanya ia sudah membangunkan kami di pukul 03.30, apakah ia ingin pipis atau minta dibuatkan susu. Namun kali ini Ia begitu lelap tertidur dan kami meninggalkannya di kamar sendirian.

 

Setelah solat subuh selesai aku membereskan ruang solat, menyapu dan membereskan kembali ruangan makan. Piring bekas sahur telah di cuci si sulung sesaat setelah imsak sebelum solat subuh dilaksanakan. Aku juga sempet merapikan ruangan lainnya. Setelah semua beres dan keadaan rumah sepi kembali. Sebab mereka semua kembali melanjutkan berpetualang mimpinya. Dan aku sendiri mengambil hapeku dan menuliskan cerita ini. Sahur kali ini begitu berkesan meskipun dalam keadaan hampir terlambat namun berkat motivasi yang diberi suami aku memiliki kepercayaan diri untuk terus melakukan yang terbaik Alhamdulillah kami bisa sahur meskipun dengan keadaan yang hampir terlambat. Syukur alhamdulilah suami membantu dikala aku kesulitan seperti itu. Aku juga sangat bersyukur diberi anak-anak yang Soleh serta Solehah sehingga mereka bisa menjalankan puasa dengan keikhlasan.

 

Inilah sepenggal ceritaku hari ini, semoga apa yang telah diceritakan kali ini membawa keberkahan ammin.

Tinggalkan Balasan

2 komentar