Tak Perlu Jadi Selebritis, Jadi Penulis Juga Punya Panggung!

Gaya Hidup27 Dilihat
Siapa pun pasti ingin dikenal. Maklum, karena semua orang butuh popularitas.

Menjadi penulis itu banyak manfaat. Salah satunya adalah kita memiliki banyak relasi. Semula kita pasti merasa canggung untuk bersua dengan penulis-penulis senior yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan.

Tapi, seiring berjalannya waktu, kita akan merasakan rezeki yang tiada taranya di dunia, yakni pengalaman dalam mengolah aksara.

Sobat, untuk menjadi terkenal, kita tak butuh menjadi seorang selebritis yang punya banyak penggemar. Cukup saja kita menulis tiap hari.

Memangnya menulis bisa terkenal? Tentu saya pastikan “ya.” Karena kualitas tulisan kita akan sendirinya mendatangkan peminat aksara di mana pun.

Penggemar kita tak kelihatan, seperti seorang selebritis. Namun, penggemar kita terbantu untuk memperbaiki dirinya, relasinya, komunikasinya bersama orang-orang tercintanya.

Bayangkan kita hanya menulis, tapi bisa membantu sesama untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Hanya karena penggemar kita membaca setiap ukiran aksara kita. So, berbanggalah bila saat ini kamu berprofesi sebagai kuli tinta/penulis.

Kendati kita tak dikenal secara konvensional (fisik), tapi semangat dan motivasi yang kita sisipkan dalam setiap tulisan kita sudah menjadi menu favorit penggemar rahasia kita di mana pun.

Saya merasakan profesi menulis itu sebagai sarana menabur kebaikan dan berbagi kepada orang lain. Karena saya tidak memiliki materi yang berlimpah untuk berbagi, saya hanya punya kemampuan untuk menulis. Melalui tulisan saya berbagi kebaikan.

Profesi penulis itu sudah memiliki panggung sendiri di mata publik. Di mana, ketika kita naik Kereta Api, Bus, atau di tempat-tempat umum, kita melihat buku kita sementara dibaca oleh sesama, rasanya senang banget. Meskipun orang yang membaca tak mengetahui bahwa penulisnya sementara berada di sampingnya. Hehehe…..

Selain itu, karya kita dikutip oleh sesama sebagai motivasi. Dan, quotes atau kutipan buku kita diunggah ke media sosial, rasanya dunia sudah menjadi milik kita. Itulah kebahagiaan kita sebagai seorang penulis.

Menulis adalah panggilan jiwa. Siapa pun bisa menulis, tapi tak semua orang konsisten untuk menulis. Apalagi generasi milenial yang tak menyukai sesuatu yang monoton. Mereka lebih memilih sesuatu yang instan/cepat jadi. Akibatnya, output-nya juga cepat jadi dan ala kadarnya.

Sebagai generasi milenial, tentunya saya merasa malu dan minder dengan penulis-penulis senior yang sudah memasuki usia tua, tapi produktivitas dalam berkarya melebihi generasi muda.

Tentu, semangat berkarya generasi tua menjadi pelecik, pemantik bagi kita generasi muda untuk berani menatap masa depan kita dengan karya dan passion yang kita miliki di setiap bidang.

Jangan berhenti berkarya, karena menjadi profesi apapun kita sudah mencuri mata publik untuk selalu memandang kita. Selain itu, kitalah yang menjadi aktor utama di dunia literasi Indonesia ke depan.

Tinggalkan Balasan