Pagi hari segar rasanya bisa menyambutnya dengan menulis atau melukis, ketika matahari masih di peraduan sementara bunyi kokok ayam sudah mulai bersahut- sahutan. Saya teringat bahwa selain kata dan merangkainya menjadi kalimat, ada sedikit kemampuan yang dari dulu membuat buku tulis tidak pernah sepi. Ya buku catatan pelajaran dulu penuh coretan. Adalah sketsa tanpa bentuk, sekedar melekuk lekukkan tinta pen dan menambah riuh buku.
Meskipun gambar dan coretanku tidak sebagus pelukis berbakat yang akhirnya masuk dalam barisan seniman lukisan, paling tidak saya sudah memulai kebiasaan membuat sketsa, melukis, mengeluarkan ungkapan imajinasi di kertas sejak kecil.
Antara kata dan goresan ternyata seiring, hingga akhirnya saya memilih jurusan seni rupa sebagai pelabuhan saya mencari ilmu. Meskipun kuakui goresan – goresanku tidak segahar dan sejago teman – teman lainnya, namun paling tidak mempunyai dasar untuk menyerap ilmu seni rupa.
Saya sebetulnya menyesal karena ketika diberi kesempatan belajar, tidak sungguh – sungguh belajar, malah berasyik masuk dengan bacaan dan aktifitas teater, serta jalan- jalan. Beruntung bisa lulus di seni rupa meskipun terseok – seok bukan karena tidak punya kemampuan tetapi lebih karena peminatan dan fokus kegiatan yang terlalu asyik dan sastra, teater serta pencak silat dulu.
Tapi semua itu jalan yang harus kutempuh, menemukan irama kehidupan dengan tantangan – tantangan yang mesti kujalani. Akhirnya saat ini aku merasakan literasi, melukis bisa cukup bisa seiring seperjalanan. Saat sibuk menulis, masih bisa membuat coret- coretan imajinasi. Saat tidak beraktifitas menulis masih bisa melukiskan senja dan estetika di kanvas. Hampir separuh dari tulisan – tulisanku dihadirkan dengan gerak imajinasi visualku. Itu energi yang bisa dinarasikan. Gambar itu bercerita, representasi dari imajinasi dan rasa jiwa.
Kadang seniman, pelukis memang aneh, hasrat- hasrat seninya berletupan, disisi lain jiwa petualangan meronta- ronta, sementara kata- kata di dalam otaknya berbaris untuk dikeluarkan. Mereka mengantri, pengin mendapatkan perhatian. Kamu pagi, aku siang, bolehlah juga jika pas senja hari.
Duh aku lagi sibuk bekerja, menjadi pengajar yang menghadapi para pembelajar yang siap menyerap ilmu. Diajari bagaimana caranya menggambar bentuk dan perspektif. Oh, itu bahasa guru.
“Nak tuntutlah ilmu setinggi – tingginya, belajar yang rajin, agar tidak menyesal nanti menyia-nyiakan hidupmu dengan kegiatan tidak berguna. Jangan tunda pekerjaan, fokuslah pada tugas.”
Sementara sang seniman sendiri sering terbang dan berkhayal dan menantang diri dengan melanggar pesan- pesan yang ia sampaikan ke murid – muridnya. Sebab katanya”Hidup itu misteri dan penuh tantangan.kalau hidup hanya lurus saja rasanya tidak ada kesan, terasa hambar.” Ah kenapa jadi ambigu”
Ya itu namanya kehidupan. Sudah diatur sedemikian rupa manusia selalu pengin menantang diri, tidak puas terhadap yang ada dan ingin mencoba mencari tantangan dan petualangan. Aku sendiri sebagai guru yang senang menulis dan juga mencoret- coret kadang- kadang merasa tertantang untuk melepaskan diri dari rutinitas.
Melukis ada banyak arti dari bahasa sejauh pengetahuan saya melukis itu adalah mengekspresikan diri melalui warna dan goresan untuk dituangkan ke media gambar baik, kertas, kanvas maupun tembok serta media lain. Sejarah seni lukis seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Goresan goresan yang menandai aktifitas lukis manusia sudah terlihat di dinding gua. Di Indonesia sendiri bisa dilacak dari lukisan di dinding gua dan tebing batu di Irian Jaya. Lukisan misalnya bisa dilihat di dalam Gua Guaimit dan Gua Penfelu di sekitar danau Sentani. Sekitar pantai utara Irian Jaya. Ada lukisan berbentuk binatang aneh di teluk Bereau. Ada juga lukisan di dinding Gua Sorrora di pulau Wamerei.
Di dunia lukisan – lukisan yang menandai peradaban manusia sejak jaman batu ada di Gua Lascaux di Perancis, berasal dari ribuan tahun lalu., lukisan di Gua Altamira di Spanyol. Bicara seni lukis, dan kata kiasan tentang lukis dan lukisan seperti tidak ada habisnya. Para pemuisi, pesajak, penyair sering menjumput kata melukis, misalnya membuat judul dengan melukis senja, Melukiskan jiwa dan banyak lagi ragam kata tentang lukis dan lukisan.
Aku sendiri ingin melukis sebagai ekspresi jiwa, juga merangkai kalimat mendiskripsikan tentang imajinasi dalam lukisan. Artikel ini hanyalah imajinasiku menangkap fenomena dunia seni lukis. Banyak penyair dengan fasih bisa melukis lewat kata – kata, banyak penulis bisa mendiskripsikan keindahan goresan lukisan, nah giliran aku mencoba membuka mata pembaca untuk sekilas mengenal lukis, lukisan dalam arti sebenarnya.
Setelah aku membuka diri mencoba mencari arti kata tentang lukis ternyata melukis tidak sebatas goresan tinta atau aktifitas menggambar. Dari kamus dan dari Tantu Panggelaran berdasarkan sejarah budaya Indonesia melukis ialah (a)melahirkan gagasan atau angan – angan dalam dalam gubahan rupa yang indah atau yang memuaskan penglihatan. (b)gubahan itu dibuat dengan mencoretkan garis dan mengoleskan warna, atau dengan mengukir, dikerjakan dengan alat yang digenggam, atau dijepit di antara jari.
Bisa jadi menulis indah juga termasuk melukis, penulis juga pelukis yang melahirkan kata – kata indah yang bisa dibayangkan dalam angan – angan. Meskipun penglihatan itu bukan wujud fisik tetapi bathin. Para pelukis dan penyair sama- sama melukis hanya saja beda media. Atau berbeda bentuk eskpresinya, sampai ketemu di artikel berikutnya yang membahas tentang budaya, tradisi dan istilah lukis dari berbagai daerah.
Jonggol, 15 September 2021
Referensi : Dua Seni Rupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman