oleh

Tantangan Menulis Harus Dijawab Ya, Siapa Takut

-Humaniora, Literasi-Telah Dibaca : 550 Orang

Kalau sudah menjadi passion apalagi kegiatan menulis sudah dianggap rutinitas, Bila ada tantangan dari penerbit atau platform blog untuk menulis. Katakan saja Ya. Baik, siapa takut. Begitulah asa penulis. Apalagi bila diujung tantangan mengiming- imingi terbit gratis lho.

Oke siapa takut. Sebab buku yang sudah ber ISBN dan tercatat di Perpustakaan Nasional, akhirnya akan menjadi milik publik. Baru – baru ini penulis iseng membuka google. Mengetik nama saya di google dan mencoba membuka berita tentang sekelumit penulis (saya). Saya menemukan buku saya yang diterbitkan YPTD dipampang. Entah siapa yang mempublikasikan buku ber ISBN. Buku saya sudah ada yang menjadikan e- book dan ditawarkan untuk didownload.

jejak di google. Dokpri

Kaget ternyata saya dinyatakan sebagai pengarang buku. Padahal dulu hanya membayangkan bila melihat nama – nama pengarang yang ada di buku. Ternyata menerbitkan buku Solo banyak manfaatnya, selain diakui sebagai pengarang, juga ada kesempatan di kenal dalam dunia penerbitan dan kepengarangan. Saya mesti berterimakasih kepada YPTD karena telah mendaftarkan buku saya di Perpusnas. Otomatis sebetulnya saya mempunyai kesempatan mempunyai karya yang bisa di hak patenkan.

Karena Menulis Aku Ada (KMAA) pernyataan itu benar. Ketika secara rutin bisa menulis di website, di koran, di majalah, di majalah komunitas, otomatis gampang mencari jejak tulisan di google. Ini bisa menjadi portofolio yang bisa diandalkan. Kalau PNS atau pekerja bisa dijadikan referensi untuk menambah jejak keprofesionalan dan menjadi nilai plus.

Banyak teman – teman yang menulis di website ini ada PNS dan juga pegawai swasta yang memerlukan portofolio untuk meningkatkan karir dan pengalaman hidup. Bila ditantang untuk menulis, meskipun awalnya bingung apakah bisa menjawab tantangan iya khan saja. Sehari satu tulisan bila dilakukan sekitar 40 hari akan menghasilkan 40 tulisan, sudah bisa dijadikan modal satu buku.

PNS punya kesempatan meningkatkan kredit point, dengan portofolio sebagai penulis maka banyak point diperoleh dari penerbitan buku solo. Jadi kalau ada kesempatan menulis dengan iming – iming gratis dan ber ISBN pula. Katakan sekali lagi Siapa Takut!

Melihat antusiasme penulis website, saya merinding. Apakah benar masih banyak masyarakat yang kurang peduli literasi. Dari antara ratusan juta penduduk Indonesia berapa persen yang suka membaca? Dari sekian juta orang itu berapa persennya yang menyediakan waktu membaca dan menulis. Menyisihkan penghasilan untuk membeli buku.

Dari beberapa survey yang ada di internet dari temuan UNESCO Indonesia berada di urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Duh berarti tingkat kesadaran membaca masyarakat Indonesia itu rendah sekali ya. kalau ditarik kesimpulan masyarakat Indonesia hanya sekitar 0,001 %. Artinya diantara seribu orang hanya satu orang yang suka membaca buku. Gubrakkkk! Penulis sendiri bila melihat kenyataan survey dari UNESCO rasanya tidak percaya. Lihat saja di sini antusiasme menulis dan membuat buku tinggi. Benarkah survey yang dilansir UNESCO

Riset dari  World”s Most  Literate Nations Ranked  yang dilakukan oleh  Central Connecticut State University pada Maret 2016 Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 soal minat membaca. Padahal dari segi infrastruktur Indonesia sebetulnya di atas negara – negara Eropa.

Melihat kenyataan minat baca orang Indonesia, ada harapan menjadi bagian dari sebagian kecil orang yang berkecimpung untuk menaikkan rangking minat baca. Caranya dengan menulis dan menghasilkan buku. Apakah susah? Kalau ada niat pasti ada jalan. Nyatanya sebagian mimpi penulis di website ini pelan – pelan mulai mendapat lampu hijau. Bila tantangan menulis selama 40 hari bisa dilewati. Maka pelan – pelan banyak buku akan terbit.

Tentu saja dengan terbitnya buku akan menambah harapan minat baca masyarakat bertambah. Sebagai bagian masyarakat yang gemar membaca dan menulis, cita – cita luhur untuk mencerdaskan masyarakat sebenarnya bukan utopia. Pelan- pelan masyarakat disadarkan pentingnya membaca.

Tapi ada berita lebih heboh sebetulnya. Dari paparan survey peminatan pada gadget Indonesia termasuk menduduki rangking tertinggi di dunia. 9 Jam sehari rata- rata orang sibuk bermedsos atau memegang gadget. Apakah mereka membaca. Yang membaca ternyata hanya sebagian kecil yang lainnya sibuk berkomentar dan browsing internet di medsos seperti di facebook, tiktok, instagram, telegram dsb.

Di tahun 2018 pengguna aktif Smartphone lebih dari 100 juta.Coba kalau pemegang handphone itu pembaca aktif pasti amazing Indonesia. Nah, peran penulis, pengarang buku, pecinta literasi itu untuk mengedukasi pengguna Gadget agar tidak terjebak mengkonsumsi berita berita Hoax.

Sekarang ini ada penelitian mengatakan bahwa eranya adalah Post Truth. Di era Post Truth suara kebenaran bisa kalah dengan berita afirmasi dan konfirmasi. Berita dari media abal – abal bisa saja lebih dipercaya daripada media mainstream seperti Kompas.com, Detik.com, atau Kumparan.

Sebagai penulis yang aktif di website peran penulis diandalkan untuk meredam berita berita yang kurang akurat, dan hanya berdasarkan opini tendensius.

Kembali pada pembahasan awal tentang tantangan menulis.Ayo mari dengan ikut mengkampanyekan literasi yang baik, tidak memproduksi berita hoaks yang memprovokasi masyarakat cenderung anarki dan menyerang pemerintah membabi buta, juga tidak menyerang orang pribadi. Kesadaran literasi tentunya mendorong penulis menuliskan fakta dan berita yang bisa dipercaya datanya bukan hanya katanya dan hanya dari gosip murahan media abal- abal.

Yuk tantang diri agar kita “Ada” dengan menulis. Salam literasi.

Komentar

Tinggalkan Balasan