“Tatanen di Bale Atikan” Sebagai Proyeksi Pangan di Indonesia

Terbaru305 Dilihat
PUP TdBA : Foto Dokumentasi TdBA

 

Hana Marita Sofianti

 

” Tatanen di Bale Atikan (TdBA) sebagai gerakan pendidikan karakter yang berasal dari bahasa Sunda artinya bertani / bercocok tanam di tempat yang luas di dunia pendidikan,  merupakan pembelajaran berbasis pancaniti dan pertanian berbasis permakultur ” ( Tatanen di Bale Atikan / TdBA )

Tatanen di Bale Atikan adalah gerakan untuk menumbuhkan kesadaran hidup ekologis manusia dalam merawat bumi, berguru pada bumi , bersahabat dengan bumi, dan melestarikan bumi. Gerakan ini mengulas bagaimana memperlakukan alam semesta dan pentingnya kesadaran baru untuk kelangsungan hidup manusia menuju perubahan positif yang signifikan.

Gerakan ini menjadikan peserta didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya dirinya, kodrat alamnya dan kodrat zamannya. Juga mempersiapkan masa depan anak dalam menyambut revolusi industri 4.0 dan Evolusi Sistem Pendidikan 4.0 saat ini atau kedepannya dengan persiapan keterampilan hidup yang tidak sepenuhnya dapat dilakukan mesin / alat-alat canggih.

Anak- anak masa kini adalah anak-anak masa depan yang sudah harus siap baik secara mental, fisik maupun psikis dalam menghadapi perubahan demi perubahan tersebut.

Apa Itu Tatanen di Bale Atikan?

Berasal dari bahasa Sunda yaitu ‘tatanian / tatanen’ yaitu bertani / bercocok tanam , ada yang menyebutnya bertani dan panen.

Kata ‘bale / balai’ artinya aula / tempat yang luas , sedangkan ‘atikan’ adalah Pendidikan.

Jadi Tatanen di Bale Atikan adalah sebuah gerakan pendidikan karakter yang berkesadaran terhadap alam dengan cara bercocok tanam di lingkungan atau area yang luas di dunia pendidikan.

Sasarannya adalah peserta didik , guru , kepala sekolah  atau semua warga belajar / stakeholder pendidikan , lingkungan masyarakat di Purwakarta dan seluruh Indonesia.

Berikut landasan-landasan dari Program Tatanen di Bale Atikan :

  1. Landasan Filosofis, konektivitas manusia dengan dirinya, sesamanya, lingkungan sekitar / alamnya dan dengan Tuhannya.
  2. Landasan Teologis bersumber dari :
  3. Islam : QS An-Nahl ayat 11 , QS Al-Araf ayat 56
  4. Hindu : Kitab Atharwa Weda XII : 1
  5. Budha : Vanaropa Sutta S.I.32
  6. Kristen : Mat. 13:7 , Mat. 3:12
  7. Katolik : Kitab Kejadian 2:15 ; Rom 8:22
  8. Landasan Psikologis , perilaku yang disebabkan oleh faktor dari dalam ( deterministik) , faktor lingkungan (proses belajar / laboratorium alam) , perilaku yang disebabkan oleh interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

 

  1. Landasan Sosiologis : Perkembangan teknologi , globalisasi , modernisasi yang menyebabkan perubahan atau pergeseran paradigma ‘mindset’ dan perilaku masyarakat .

Prinsip Tatanen di Bale Atikan diantaranya :

Berkeadilan

Maksudnya adalah dengan tidak selalu mengeksploitasi alam secara berlebihan dan bagaimana seharusnya perlakuan manusia terhadap alam. Memanfaatkan potensi alam dengan cara merawatnya dan melindunginya secara saling menguntungkan satu sama lain.

Berkelanjutan

Adalah bukan hanya sekali panen akan tetapi lebih kepada menanam kembali benih dari tanaman yang dipanen / berkesinambungan , sehingga alam dapat lestari , langgeng , selaras dan terwujudnya harmoni seisi bumi.

Berkearifan lokal

Maksudnya menghargai , mengembangkan , mengoptimalkan , memanfaatkan, merawat dan mengelola potensi alam sekitar. Jika ini menjadi solusi bagi bangsa untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya maka bertani atau tatanen ini disesuaikan dengan kearifan lokal daerah masing-masing dengan memperhatikan kondisi alam sekitarnya. Misalnya tiap-tiap daerah pasti memiliki tanaman atau hasil pertanian yang berbeda-beda.

Tujuan Tatanen di Bale Atikan 

Mengingatkan dan meningkatkan kesadaran hidup ekologis, membentuk karakter peserta didik , mengembangkan kompetensi abad 21 yang merumus pada 4C : Creativity, Critical Thinking, Communication dan Collaboration. Tujuan utamanya menjadikan manusia di muka bumi agar memiliki kemampuan bersinergi dengan alam dan bekal hidup di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Menjadikan lingkungan sekolah yang asri, hijau dan kondusif , juga sebagai laboratorium untuk mengenal ekosistem secara nyata , menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan , mengelola potensi alam berbasis kearifan lokal. Mengajak seluruh lapisan masyarakat baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah untuk kembali pada alam dan hidup sehat.

Foto : Tim Pelatih PUP TdBA ( Dokumentasi TdBA )

Tatanen di Bale Atikan Sebagai Proyeksi Pangan di Indonesia 

Setelah kita membahas arti, landasan, prinsip dan tujuan TdBA , maka kita akan mengetahui hal mendasar apa yang membuat program ini terus diupayakan oleh pemangku kepentingan di Purwakarta, baik dari kalangan pejabat pemerintahan, dinas pendidikan, praktisi pelatih dan tim pengembang kurikulum serta lapisan masyarakat peduli lingkungan.

Berikut hal mendasar dari program TdBA diantaranya :

Ketahanan Pangan

Berbicara masalah pangan , erat kaitannya dengan faktor ekonomi dan sifat konsumtif yang mana ketahanan pangan menjadi jargon utama setiap pembicaraan di media.

Hal ini membuktikan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan pusat dari ketahanan perut yang memang harus dan wajib ada juga sangat dibutuhkan oleh semua orang / pihak. Padahal bentuk ketahanan pangan sebenarnya adalah hanya mengkonsumsinya saja , tanpa memikirkan bagaimana cara menjadi produktif untuk menghasilkan pangan itu sendiri.

Contohnya, masalah sederhana saja seperti kebutuhan dapur berupa ‘daun bawang’ kita harus membelinya tanpa menanamnya di pekarangan atau di lahan-lahan marginal di sekitar rumah kita.

Untuk keperluan tersebut saja kita harus bergantung pada pasar , rasanya ini adalah hal nyata dan memang ada juga terjadi di realita kehidupan sehari-hari kita, tinggal bagaimana kita menyikapinya, tentunya kita harus mandiri secara pangan minimal untuk kebutuhan diri sendiri, bukankah begitu?

Kemandirian Pangan

Berbeda dengan kata ketahanan , kemandirian disini merupakan sudah berani menyadari akan kebutuhan hidupnya dengan tidak berperilaku konsumtif melainkan produktif , yaitu seperti kita berani menanam sendiri kebutuhan dapur kita maka akan menjadi hal yang mungkin kita sudah dapat mencukupi kebutuhan kita sedikit demi sedikit dari hal terkecil sekalipun.

Dengan berusaha menanam ‘daun bawang’ saja berarti sudah membuktikan kemandirian pangan pada diri yang tidak bergantung pada pasar untuk kebutuhan sehari hari yaitu mulai dari hal terkecil dan sederhana.

Kedaulatan Pangan

Setelah mandiri dengan tidak bergantung pada pasar untuk hal sederhana tersebut , kemandirian pangan sudah terjadi maka kedaulatan pangan akan terbentuk.

Maksudnya dengan kedaulatan pangan kita dapat berbagi dengan tetangga yang membutuhkan atau bahkan dapat menjadi penyedia atau penghasil ‘daun bawang’ tersebut.‘

Bagaimana jika ini diterapkan pada siswa atau peserta didik ? Apakah ini dapat menjadi solusi permasalahan bangsa yang kian hari kian berat dan besar? khususnya masalah pangan, pola hidup konsumtif dan kesiapan menghadapi kompetensi abad 21.

Tentu saja , mereka di 5 atau 10 tahun mendatang tidak akan menjadi manusia yang tidak memiliki kemampuan dalam hidupnya.

Purwakarta adalah kabupaten yang secara garis besar masyarakatnya adalah petani , dan memang bergantung pada hal tersebut , juga berkembang menjadi kota industri yang kian hari lahan terkikis oleh pabrik-pabrik yang berdiri megah di tengah sawah. Bagaimana dengan daerah anda?

Mempersiapkan peserta didik dengan bekal ilmu kompetensi / keterampilan abad 21 dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 yang dimana manusia sudah tergantikan oleh mesin dalam hal lapangan pekerjaan dan lainnya.

Menjadikan siswa/i menjadi lebih produktif , mampu menerima dan bersaing dengan memiliki kompetensi unik yang berguna bagi kehidupannya di masa yang akan datang.

TdBA bukan hanya kepentingan stakeholder di Purwakarta tetapi adalah merupakan kepentingan bersama dalam memberikan solusi bagi masa depan bangsa Indonesia.

Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik ,  maka proyeksi kedaulatan pangan di Indonesia akan terwujud , tidak salah ‘tongkat , kayu dan batu jadi tanaman’ di ‘tanah surga’ yang seperti orang bilang.

Menjadi bagian dari Narasumber/ Pelatih PUP TdBA adalah hal yang sangat luar biasa, terima kasih tidak terhingga atas semua materi berkesadaran yang telah diberikan, harapannya semoga dapat menjadi gerakan kesadaran secara nyata dan bersama-sama serentak di seluruh Indonesia bahkan dunia.

TdBA merupakan ilmu alam yang tidak terbantahkan! dapat menjadi solusi krisis pangan dan lingkungan.

Purwakarta, Juni 2021

***

Tinggalkan Balasan