Catatan Webinar YPTD Seri-XI:  Muara Tulisan adalah Buku

SELASA (30/03/2021) malam kembali dihelat webinar YPTD (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan). Agenda rutin yang bertajuk ‘Bedah Buku’ setiap dua pekan, itu malam tadi merupakan webinar seri ke-11. Sudah 10 kali webinar Bedah Buku sebelumnya.

Webinar Bedah Buku malam ini sedikit berbeda. Lebih tepatnya istimewa. Tidak ada buku tertentu yang dibedah sebagaimana biasa. Justeru semua buku malam ini terangkum dalam tema BUKU MUARA TULISAN. Maksud tema itu adalah bahwa sesungguhnya semua buku yang sudah diterbitkan, itu adalah kumpulan dari tulisan-tulisan.

Jika diibaratkan tulisan-tulisan itu bagaikan air yang mengalir mengikuti aliran sungai, maka ujung dari sungai itu adalah muara sungai. Yakni pertemuan ujung sungan ke laut. Di laut itulah semua air itu akhirnya terkumpul. Itulah buku.

Pesan berupa pikiran dan perasaan dapat disampaikan langsung dengan kata-kata, dapat juga melalui tulisan selain dengan menggunakan isyarat. Istilah bahasa tulisan, bahasa lisan dan atau bahasa isyarat adalah untuk membedakan cara penyamapaian pesan tersebut. Satu hal yang pasti adalah bahwa pesan yang disampaikan melalui tulisan, kelak akan menjadi kumpulan tulisan yang bernama buku.

Pada malam ini menjadi narasumber utama adalah Pak Thamrin Dahlan sendiri yang membawakan materi. Selama kurang lebih 25 menit pemilik YPTD memaparkan materi melalui slide. Sebagai kalimat pembuka dalam pemaparannya, Pak TD (sebut saja begitu) memberikan satu pernyataan begini, “Sesungguhnya muara dari menulis itu adalah buku. Karena buku bersifat abadi dan menjadi alibi tak terbantahkan atas kehadiran seorang anak manusia di muka bumi ini.” Satu pernyataan penting bagi seorang yang suka atau pernah menulis.

Lebih jauh Pak TD menyatakan bahwa sesungguhnya setiap kita sudah memiliki buku. Ketika di SD, kita memiliki buku rapor yang dibantu tuliskan oleh guru-guru kita. Ketika di SMP atau SMA kita disuruh membuat tulisan tertentu seperti makalah atau karya sejenisnya. Sesungguhnya itu sama dengan buku. Apalagi ketika di Perguruan Tinggi, kita menulis skripsi, tesis atau disertasi. Itulah buku meskipun belum ber-ISBN.

Jika setiap orang menulis untuk menyampaikan pesan atau pikirannya dan rutin melakukannya, maka tulisan-tulisan itu sudah pasti akan bermuara ke buku. Buku itulah yang akan abadi karena manusia tidak akan abadi. Dengan demikian tidak ada alasan setiap orang untuk tidak memiliki buku. Buku ber-ISBN sekalipun.

YPTD sendiri, kata Pak TD didirikan adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua orang untuk memiliki buku. Buku ber-ISBN yang akan diterbitkan oleh penerbit resmi. Tidak usah khawatir tidak akan terbit. Kata Pak TD, di yayasan yang dia dirikan bersama keluarga, semua naskah bisa diterbitkan. YPTD akan mengusahakan semua kepentingan yang menyangkut buku resmi yang akan terbit.

Selain naskah, YPTD akan menyediakan pelayanannya seperti mendesain cover, mengurus ISBN-nya serta menetaknya untuk master buku awal. Sebanyak 4-5 eksemplar akan dicetak oleh YPTD setelah ISBN-nya keluar dari Perpusnas. Dan istimewanya, semua itu diberikan secara gratis kepada penulis. Artinya, pemilik naskah yang akan menjadi pemilik (penulis) buku tinggal beres saja. Menerima buku yang sudah dicetak secara gratis. “Ini adalah wakaf keluarga TD untuk membantu mengembangkan dan membina literasi di Tanah Air.” Demikian dia pernah menjelaskan.

Webinar ke-11 ini diikuti puluhan peserta. Bahkan setelah acara resmi selesai, YPTD masih menyediakan waktu selama kl 30 menit untuk bersilaturrahim antar peserta webinar. Zoom yang disewa (dibayar) YPTD benar-benar diberikan kepada siapa saja yang ikut webinar. Malah untuk setiap peserta yang mengisi daftar hadir akan mendapatkan sertifikat dari Panitia Pelaksana Webinar bedah Buku ini. Terima kasih, Pak Thamrin Dahlan. Terima kasih kepada semua keluarga besar pak TD.***