Kalau sudah ada yang masuk ‘kerangkeng’ lazimnya di ruang guru akan terjadi kasak-kusuk dan heboh berita guru kena panggil bos. Biasanya pro kontra panggilan Kepala Sekolah akan merebak. Sebaliknya bagi Jamel, ada semacam kelegaan setelah melakukan pembinaan itu. Satu masalah dapat diselesaikan. Jika tidak begitu persoalan-persoalan yang mengganjal itu akan menyesak dada terus. Bisa berimplikasi buruk kepada. Begitu sikap Jamel.
“Katanya Abang lagi marah-marah, ya?” Info Jamel memanggil para guru sampai juga ke telinga isterinya. Beberapa orang guru perempuan memang berteman akrab dengan Tati. Meskipun mereka adalah anak buah Tati selaku isteri Kepala Sekolah yang otomatis menjadi Ketua DW (Dharma Wanita) sekolah tapi hubungan pertemanan Tati dengan para guru perempuan sangat baik. Mereka seperti teman biasa. Tidak seperti atassan dengan bawahan. Sesuai ketentuan, semua guru perempuan dan isteri guru-guru laki-laki adalah anggota DW di sekolah. Isteri Jamel adalah ketuanya.
“Bukan marah-marah, sayang. Abang hanya memberikan pembinaan.”
“Pembinaan seperti apa? Katanya sampai masuk kerangkeng?” Ruang Kepala Sekolah sudah mendapat cap sebagai ruang kerangkeng sejak Jamel memasang jeruji besi di setiap jendelanya dan tambahan pintu besi untuk masuk kedalamnya.
“Ya, dipanggil. Diajak ngobrol. Diskusi untuk kemajuan sekolah. Kalau ada yang belum dibuat gurunya, Kepala Sekolah mengingatkan. Gitu aja,” jelas Jamel sambil mencubit hidung isterinya. Tati pun tersenyum dicubit begitu.
Dalam mengelola sekolah baru dengan serba kekurangannya Jamel memang sempat drop. Kehadiran belasan guru bersama guru-guru lama tidak selamanya langsung membuat Jamel tenang. Untuk guru-guru yang tidak disiplin, sering pulang kampung dan selalu terlambat kembali ke Moro, itu adalah salah satu problem berat yang dirasakan Jamel. Di lain pihak, guru-guru itu juga cenderung mengandalkan keluarganya yang pejabat di provinsi untuk ketidakdisiplinannya itu. Jamel geram juga melihat kelakuan guru seperti itu.
Banyaknya problem sekolah yang dirasakan Jamel ternyata membuat pertahanan Jamel agak goyang. Dia mulai merasakan persoalan sekolah itu terkadang terbawa-bawa ke rumah. Dia khawatir harmonisasi dalam keluarga bisa terganggu oleh berbagai masalah itu. Tapi Jamel berusaha bertahan. Dia tetap bekerja maksimal untuk kemajuan sekolah. Pro kontra dan kurang kompaknya guru-guru juga sudah tercium oleh Jamel. Sementara gaji guru juga terkadang terlambat cairnya. Bendahara sekolah terkadang melewati tanggal sepuluh baru dipanggil ke Tanjungpinang untuk menjemput gaji. Itu juga problem tersendiri bagi Jamel karena para guru juga mengeluhkannya.
Disadari atau tidak, Jamel belakangan sering tampak lesu. Hobi main sepakbolanya ketika masih Tanjungbatu dulu, tidak lagi kelihatan di Moro. Dari pagi hingga sore dia berkutat di sekolah. Mengerjakan berbagai tugas yang menumpuk di sekolah. Urusan tanah dan surat tanah sekolah juga menjadi persoalan tersendiri. Ternyata tanah sekolah ini belum bersartifikat ketika dibangun gedung sekolah oleh Pemerintah. Isteri Jamel juga sering bertanya, mengapa suaminya belakangan banyak menyendiri.
“Berat sangat nampaknya, Bang mengurus sekolah? Sampai Abang macam tak sehat Tati lihat?”
“Tidaklah. Maksud Abang, itu biasa. Pekerjaan memang banyak. Tapi, ya namanya sekolah baru, kan?”
Jamel memang sering agak meriang badannya. Satu-dua hari kelihatan lesu sebelum kembali pulih. Satu penyakit yang tidak dasadari Jamel terkait dengan ketidaktenangan hatinya adalah tiba-tiba tumbuh semacam kudis di bawah betis bagian dalam kaki kirinya. Tapi hanya memerah saja dengan rasa gatal yang tidak tertahan. Jamel heran, dalam satu bulan atau dua bulan penyakit gatal itu muncul. Lalu Jamel mengoleskan salap cap kaki tiga. Dua hari berikutnya akan sembuh tanpa ada bekasnya. Tapi nanti datang lagi dalam satu atau dua bulan berikutnya. Sudah hampir satu tahun dia menderita penyakit itu.
Suatu saat dia konsultasi dengan Dokter Lukti. Ingin berobat juga karena sudah berulang-ulang datangnya rasa gatal di tempat yang sama. Ketika datang, Jamel asyik menggaruk kakinya itu. Lalu diobati salap dan dua tiga hari berikutnya sembuh. Begitulah dalam beberapa bulan itu. Jamel heran. Pak Lukti yang sehari-hari adalah Kepala Puskesmas Moro, juga teman Jamel bermain tenis meja. Dia ingin bertanya, mengapa rasa gatal itu hilang-hilang? Mengapa selalu timbul?*** (bersambung)
Lanjutkan, Pak. Keren.