Pagi itu langit tampak mendung dibalut awan yang menutup mentari di ufuk fajar. Semangat pagi seorang ibu adalah semangat nge-Loundry. Meski mentari tak kunjung berseri, jiwa mencuci tak pantang berhenti. Aku pun terlalu semangat memutarkan tombol mesin cuci. Air terisi penuh pakaian sudah terdampar pasrah dalam basah. Segera ku raih sabun suci untuk dimasukan dalam mesin. Aku rogoh sabun itu dalam kantung kresek yang ternyata hanya tersisa satu bungkus.
Melihat sisa sabun yang hanya satu, segera ku raih dompet untuk menarik tunai selembar rupiah, ternyata kudapati hanya tersisa selembar uang lima puluh ribu. Di musim pandemi ini, pendapatan sudah pasti menurun. Meski hanya melihat selembar pun harus di sambut dengan senyuman hehe.
Ini tentang kamu si rupiah lima puluh ribu, sedikit kelimpungan melihat nilai mu yang nampak besar padahal setelah di belanjakan hanya cukup untuk makan sekali. Dan aku putuskan dengan matang apa saja yang harus di beli.
Disinilah hebat nya perempuan walaupun ia jago ngoceh tapi ia juga paling tau cara mengisi meja makan tetap bervariasi, paling tau cara menjaga luka agar tidak menganga, menjaga celah kecil agar tidak terbuka lebar bahkan menjaga aroma pesing agar tidak tersebar kemana-mana. Betapa mulia seorang istri itu bukan?
Aku pun mulai memutarkan otak, mengatur uang belanja dengan amat teliti agar semuanya bisa terpenuhi. Hingga tersisa uang yang berwarna merah muda. Niat hati sisa uang itu untuk jajan si buah hati. Akan tetapi di separuh waktu mejelang siang tiba-tiba datang seorang badut bermusik dengan kostumnya. Si kecil amat takut dengan badut. Ia bersembunyi di belakangku berharap sebuah perlindungan dari ibunya.
“Mah cepet kasih uang”. Ujarnya.
Sedikit maju mundur, ada rasa ragu karena hanya tersisa selembar uang bernilai sepuluh ribu rupiah.
“Duh gimana nih, gak ada uang dua ribu” gumamku sedikit gusar.
Karena si kecil terus merengek ketakutan akhirnya ku berikan uang sepuluh ribu tersebut.
Jleb, hati ini sedikit sesak aku menghela nafas panjang dan dengan penuh keyakinan ku obati rasa bingung dengan berfikir jernih. aku tegaskan dalam hati bahwa rezeki berkah itu adalah yang bermanfat untuk orang lain. Ketika aku berikan uang sepuluh ribu, bagi orang yang membutuh kan bisa jadi uang itu bernilah seratus ribu. Jadi pandailah mengeluarkan uang.
Libatkan Allah dalam segala urusan. Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus. Yang paling sulit dari manusia adalah mengelola rasa cemas, rasa gundah, yang pada ahkirnya banyak bercerita tentang segala kesusahan by up date status, dan dengan curhat di sosmed.
Pandemi ini mengajariku banyak hal, salah satunya harus pandai dalam mengelola uang dari suami yang kadang seperti papan seluncur. Serta bagaimana menjaga kufur agar menjadi sukur. Aku tekadkan dalam hati untuk tak ceritakan segala susah dalam ekonomi kepada siapapun terkecuali suami. Ku gantungkan semuanya pada Allah meski pada akhirnya aku tumpahkan pulak dalam tulisan ini hehe.
Selanjutnya, rasa iklas itu memang harus di tata. Karena dengan iklas rezeki itu seperti di tarik oleh medannya. Aku bahkan tak pernah tau hal apa yang akan terjadi pada hari itu. Yang menghiasi pikiranku adalah menutup dompet dan berhenti berjalan menuju warung. Tak sepeserpun uang yang kupegang di hari itu. Sedikit bingung memang, namun batinku terus berujar untuk iklas.
Seperti titik keajaiban dalam pikiran yang bimbang, tiba-tiba terdengar bunyi telpon dari sang suami. Suatu kabar baik menghampiri mengobati gundah yang tanpa arah. Berkat si merah muda yang ku berikan pada si badut tak lama suami mengabari bahwa ia mendapat bantuan UMKM senilai dua juta empat ratus. Seketika air mataku berlinang, rasa haru berjibaku begitu dalam. Skenario Tuhan terlalu cantik untuk di jabarkan. Sedekah adalah penarik rejeki paling mujarab. Masyaallah zazakallah, Allah begitu baik dengan segala skenario-Nya.
Benar sekali bu May. Jangan takut miskin karena mengeluarkan uang untuk sedekah. Justru Alloh akan berikan rezeki dengan kita perbyk sedekah..