Dalam pusaran waktu yang tak pernah lelah
Mereka menenun hari dengan rasa asah,asih
Seperti mentari yang setia menyapa fajar
Cinta mereka tak tergoyahkan, teguh dalam takdir
Mereka melangkah beriringan,
Menyusuri lorong-lorong masa,
Langkah-langkah senja yang perlahan,
Namun jiwa mereka tetap muda, menggelora
Enam puluh tahun berlalu,
Bukan sekadar hitungan hari,
simfoni cinta selalu dinyanyikan bersama,
Kasih yang terajut tak pernah pudar,
Meski rambut telah memutih,
Api asmara tak pernah padam,
Berkobar dalam jiwa, menghangatkan setiap masa
Esok disambut dengan senyum yang sama,
Tangan mereka tetap saling menggenggam erat,
Berjanji dalam diam,terus bersama dalam keabadian,
Mereka adalah cinta sejati, terpatri dalam sanubari
Hingga dunia berhenti berputar,
Dan mereka tetap, bersama dalam abadi.
Pasangan Tjiptadinata Efendi dan Roselina Efendi dikenal pada tahun 2020 saat saya bergabung dengan Kompasiana.com. Sejak awal pasangan ini dikagumi, kemudian dipanggil Ayah Tjipta dan Bunda Rose. Pada tahun 2022, saya berkesempatan bertemu dengan Ayah Tjipta dan Bunda Rose dalam acara kopdar para penulis Kompasiana dan YPTD di Perpustakaan Nasional Jakarta.
Kekaguman saya ini pastinya dimiliki pula oleh para Kompasianer lain. Karya-karya mereka banyak dibaca oleh para penulis. Para penulis Kompasiana selalu disapa dengan sapaan hangat Ayah Tjipta dan Bunda Rose. Saya dan beberapa penulis selalu disapa Ananda bila dikomentari mereka, menandakan kelembutan dan kebaikan hati tanpa memilah-milah personal.
Empat Hal yang Saya Kagumi dari Pak Tjiptadinata Efendi dan Ibu Roselina
1.Semangat menulis yang tak lengkang oleh usia.
Ayah Tjiptadinata Efendi lahir di Padang, 21 Mei 1943 dan Bunda Roselina Efendi lahir 18 Juli 1943 di Solok, Sumatera Barat. Artinya usia keduanya sudah mencapai 81 tahun. Jarang orang yang hidup dengan umur anjang dan dalam kondisi sehat. Semangat menulis keduanya pun tak main-main. Saya ingat betul ungkapan satu hari satu artikel yang dicetuskan oleh Ayah Tjipta. Terbukti hingga saya menuliskan artikel ini, karya tulisan Ayah Tjipta sudah mencapai 7,393 sejak bergabung pada tahun 2012 tulisan dan karya tulis Bunda Roselina sebanyak 1621 karya tulis.
Tulisan-tulisan keduanya selalu menginspirasi pembaca. Tulisan Ayah Tjipta yang dimuat di Kompasiana tanggal 24 Agustus 2024 memberikan inspirasi tentang memaafkan. Dalam satu kalimat beliau “Memaafkan, bukanlah berarti luka hati secara serta merta bertaut. Tetapi setidaknya proses penyembuhan sudah dimulai.” Tulisan ini mengajak kita untuk bisa memaafkan orang lain meskipun orang tersebut sudah menyakiti hati kita. Memaafkan bukanlah suatu perbuatan yang bodoh.
Bunda Roselina pun selalu memberikan tulisan inspiratif. Dengan gaya seorang ibu, Bunda Roselina selalu memberikan cerita traveling yang dilakukan Bersama Ayah Tjipta dan keluarga. Cerita-cerita yang menarik sehingga pembaca bisa merasakan dan ikut serta traveling melalui cerita-cerita beliau. Empati beliau terhadap lingkungan sekitar pun sangat tinggi. Tulisan yang berjudul “Meninggal Kelaparan, Apakah Kita Terlalu Abai?” yang terbit di Kompasiana pada tanggal 24 Agustus 2024 merupakan bukti keprihatinan Bunda Rose pada fakta seseorang yang meninggal karena kelaparan.
Saya sangat kagum kepada kedua maestro ini. Semangat menulisnya terus bertahan di usia mereka yang tak muda lagi.
Tidak hanya di blog, Kompasiana saja Ayah Tjipta dan Bunda Roselina menulis. Beberapa buku sudah diterbitkan. Bunda Roselina dan Ayah Tjipta sudah membuktikan bahwa usia tidak menghalangi mereka untuk terus menulis.
2.Kesetiaan cinta yang selalu bersemi dalam kehidupan mereka.
Tahun 2025 nanti merupakan hari yang sangat penting dalam perjalanan cinta Ayah Tjipta dan Bunda Roselina. Pernikahan mereka yang sudah berjalan selama 60 tahun menunjukkan kekuatan cinta keduanya. Cinta dan kasih sayang keduanya juga diberikan kepada seluruh keluarga seperti tulisan Bunda Roselina berjudul: Memaknai Arti: Family Is The First yang tayang di Kompasiana. Dalam tulisan tersebut Bunda menceritakan momen kebersamaan saat merayakan ulang tahun menantunya. Baginya momen bersama keluarga merupakan hal yang sangat penting.
3.Empati dan kepedulian sesame tanpa mengenal perbedaan.
Kompetensi sosial yang sangat tinggi kepada siapa pun yang tergambar dalam keramahan di setiap tutur dan tindakan mereka. Ayah Tjipta pernah mengulas tulisan yang terbit pada tanggal 24 bulan Juli 2024 tentang panggilan para kompasianer kepada beliau dan isteri. Ada yang memanggil Opa, Oma, ada yang memanggil Bapak, Ibu. Saya sendiri selalu memanggil keduanya dengan panggilan ayah dan bunda. Hal itu pasti ada alasan. Jika kedua orang tua saya masih ada, mungkin usianya sama karena tahun kelahiran tidak jauh berbeda. Sosok orang tua yang selalu menyayangi dan menasihati terlihat dari tulisan-tulisan mereka. Dan yang paling penting nasihat-nasihat itu tidak menggurui pembaca karena mereka menyampaikan pengalaman-pengalaman sendiri.
4.Rasa cinta tanah air yang tinggi
Para pembaca karya-karya Ayah Tjipta dan Bunda Roselina pasti tahu jika keduanya kini tinggal di Australia bersama putra-putri mereka. Namun, semua itu tidak menghilangkan kecintaan mereka kepada negeri Indonesia. Beberapa tulisan di Kompasiana menceritakan tentang kesempatan ikut serta merayakan ulang tahun kemerdekaan di Australia.
Saya bersyukur karena memiliki kesempatan untuk menyampaikan tulisan tentang Ayah Tjiptadinata Efendi dan Bunda Roselina. Bagi saya mereka berdua bukan hanya penulis hebat, tetapi juga sebagai inspirator bagi semua orang yang bersedia berbagi pengalaman buat semua pembaca tentang makna kehidupan. Terima kasih Ayah Tjiptadinata dan Bunda Roselina.
Selamat hari jadi pernikahan, Ayah, Bunda
Enam dekade cinta terpatri tak tergoyah
mengarungi samudra yang menentang badai bersama
Meniti jejak hingga waktu tak lagi berjarak
Doa mengalun dalam senandung malam,
Semoga cinta kalian abadi dalam cahaya,
Menyinari sisa perjalanan yang tersisa,
Mengukir kenangan indah hingga senja terakhir
Referensi:
Efendi, Tjiptadinata.2024.”Kebencian Akan Menghancurkan Hidup Kita”
https://www.kompasiana.com/ diakses tanggal 24 Agustus 2024, pukul 19.00
Cibadak, 24 Agustus 2024