Rasa kantuk terasa amat menyerang karena semalam memang kurang tidur yang dikarenakan harus berjaga. Suhu badan Huda 38 derajad yang membuatku khawatir dan terus mengkompres dahinya dengan air dan lap yang setiap saat kuganti bila kering. Merawat anak yang sakit mengakibatkan tubuh juga terasa sangat penat, dan aku harus minum obat sakit kapala agar pusingnya berkurang.
Hari ini Jumat kebetulan jam mengajar lebih awal, pulang pukul 10.00 WIB sehingga aku bisa segera pulang dan memeriksakan Huda ke dokter. Aku khawatir panasnya belum reda saat tadi pagi kutinggal berangkat ke sekolah.Walau tadi pagi sudah minum obat, rasa pusing ini masih agak terasa.
Setiba di rumah segera kutemui Huda, dan memang panasnya sudah mereda, meski agak pucat, karena beberapa hari ini memang susah makan. Huda kuboncengkan dengan motor, dan dia duduk di depan. Belum jauh kami berjalan, tiba-tiba dunia terasa gelap, Aku sudah tak sadarkan diri.
*****
“Dimana aku..?”, tersadar dan kepala terasa sangat pusing.
“Alhamdulillah..Ibu sudah siuman. Tenang bu..Ibu ada di rumah sakit”, kata perawat di sampingku.
“Di rumah sakit? Dimana Huda? Tadi dia bersama aku..” Dan dunia terasa gelap tiba-tiba. Aku pingsan lagi.
Sayup-sayup kudengar dua orang bercakap-cakap tentang aku namun aku tak mengenalnya. Dalam bawah sadarku, dua orang ini berdebat mempermasalah bahwa aku belum saatnya bersama mereka. Entah mengapa, dan siapa mereka aku tak melihat wajahnya. Yang aku lihat wajah mereka tertutup hoodie (penutup kepala) jaket yang berwarna hitam. Lalu mereka pergi meninggalkanku dan masih terus berdebat tentang aku.
“Ibu, anak ibu ada di IGD. Tapi tidak apa-apa. Dia hanya luka ringan dan sudah pulang”, kata perawat itu lagi.
“Alhamdulillah… Allah masih melindungi Dik Nung. Tadi sekitar pukul 11.00 saat kamu memboncengkan Huda, kamu jatuh dari motor saat melintasi di pertigaan jalan depan Balai Bahasa. Bu Kris yang melihat kamu jatuh dan menabrak seorang pengendara motor. Lalu dia yang membawamu ke sini”. jelas Mas Aro.
“Jam sebelas tadi? Ini jam setengah lima. Jadi dari tadi aku pingsan, Mas? Huda betul tidak apa-apa?”
“Betul, Bu. Tadi saat saya mau pergi ke pasar, di perempatan SLB depan Balai Bahasa saya lihat ada kecelakaan. Setelah saya dekati ternyata Ibu sama Huda. Segera saya stop angkot yang lewat, saya suruh bawa kemari. Saya coba cari kontak di HP Ibu, barangkali ada nomor yang bisa saya hubungi. Dan Alhamdulillah saya menemukan nomor kontak Pak Aro”, kata Bu Kris.
“Terima kasih, Bu Kris”, kataku lemas. Jadi aku nabrak orang? Siapa, Mas?”
“Tidak tahu, Bu. Orang itu tadi saya ajak ke IGD sekalian. Tapi kami berpisah karena dia masuk poliklinik umum, sedangkan Huda masuk poliklinik anak. Tetapi kelihatannya dia hanya luka ringan dan mungkin sudah pulang”, jelas Bu Kris.
Bu Kris adalah tetangga kami di kompleks perumahan yang sama. Memang perumahan kami terletak di perbukitan di pinggiran kota. Jalan menuju pusat kota melewati pertigaan Sendangmulyo Raya, Jalan Kedungmundu dan jalan Fatmawati menuju ke arah RSU Ketileng memang terkenal angker. Banyak kejadian aneh terjadi di kawasan pertigaan itu. Maka bila orang melewati kawasan itu dianjurkan membaca doa atau sholawat dan membunyikan klakson.
Antara percaya dan tidak, tapi kejadian ini benar-benar kualami sendiri. Kata Huda anakku, “Mama tadi naik motornya harusnya di jalur kiri, tapi mama ke kanan dan nabrak orang. Muka mama berdarah-darah. Aku nangis. Lalu ada ibu-ibu yang nolongin aku.”
bersambung…