Ruang Kecil Itu

Terbaru30 Dilihat

Ruang kecil itu…menjadi saksi bahwa aku pernah berada di titik itu. Titik terendah yang ku rasakan dalam hidupku. Aku tuliskan ini agar suatu saat nanti, anak cucuku mengetahui bahwa ibunya, ayahnya, kakeknya, nenenknya atau buyutnya pernah berada di titik yang sangat rendah. Namun ia  mampu bangkit dengan kekuatan, dukungan keluarga dan tentunya dengan kuasa Allah SWT.

“Hasbunallah Wanikmal Wakil  : “Cukuplah bagi kami Allah sebagai penolong dan Dia adalah sebaik-baik pelindung“

La Tahzan Innallaha Ma’ana”“janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” atau “janganlah berduka cita, Allah beserta kita”

Ruang kecil itu menjadi saksi bahwa aku pernah ada di ruang itu. Ruangan tempatku dicaci maki, dihina, dihujat, direndahkan bahkan sampai aku tak mampu menatap. Aku yang dengan rencana indah penuh keyakinan akan menemui orang yang menjanjikan aku jalan keluar dari permasalahan yang ditimpakan pada suamiku.

Aku duduk menunggu orang yang ku cari, namun orang ku cari tidak muncul batang hidungnya. Aku sabar menunggu sambil memeluk ranselku agar aku punya kekuatan untuk duduk di tempat itu. Sesekali aku usap air mataku karena baru saja ayahku menelpon.

Tidak berapa lama datang seorang rekan kerja suamiku dulu. Ia duduk di depanku. Ia adalah atasan suamiku di kantor. Ia berbicara banyak dan semuanya tidak masuk di akal pikiranku. Aku orang bodoh dan semua yang dijelaskan padaku tidak masuk dalam cara berpikirku. Awalnya aku hanya berdua,  datang satu orang lagi, datang lagi dan datang lagi. Sampai akhirnya aku ada di ruangan itu berlima. Aku sendiri dan mereka berempat. Aku diserangnya dengan caci maki yang tidak pernah ku dengar dalam hidupku. Aku tidak punya kesempatan berbicara hanya tangisku saja yang keluar. Aku seorang wanita dan mereka laki-laki. Aku berpikir, adakah bahasa yang lebih halus dari apa yang mereka ucapkan padaku?

“Penghisap darah.” dan caci maki, hujatan dan hinaan yang lain. Semua tersimpan dalam memoriku yang tidak aku lupakan. Biarlah hanya aku yang tahu tidak anak-anakku. Bagiku, suamiku adalah orang baik.  Bagi anak-anakku, ayahnya adalah orang baik dan tidak pernah melakukan apa yang mereka tuduhkan.

Caci maki yang lebih pedas lagi ditujukan padaku dan suamiku. Kamera mengambil fotoku dari sana-sini dari balik jendela. Sakit sekali hatiku. Mereka bebas melakukan apa saja sementara aku dan suamiku yang datang menyusulku hanya berdiam diri. Kami tak punya kuasa. Kami orang lemah. Banyak yang menjadi pikiran kami sehingga kami  diam, menerima perlakuan mereka. Apa yang mereka rencanakan seperti  sebuah skenario yang endingnya sudah kami tahu.

Sesungguhnya Allah SWT sebaik-baik penolong. Dan sesungguhnya Allah SWT yang Maha Tahu balasan yang tepat untuk mereka.

 

Tinggalkan Balasan

6 komentar