Cerita tentang ayahku sebelum meninggalkan kami selamanya
“Kebingunganku malam itu memuncak, namun Allah SWT selalu memberikan jalan terbaik.”
Ayahku kian melemah saat itu. Keluar masuk rumah sakit. Dinyatakan membaik oleh rumah sakit, ayahku dibawa pulang. Di luar dugaan, napas ayahku di rumah terlihat semakin lelah. Kami kebingungan, akhirnya kami panggil petugas kesehatan di puskesmas. Kami minta untuk dipasangkan bantuan pernapasan menggunakan tabung oksigen seperti di rumah sakit.
Berkali-kali kami telepon petugas puskesmas yang sering membantu masyarakat di desa kami. Mungkin karena kesibukan di puskesmas membuatnya lambat tiba atau karena ia mengetahui bahwa ayahku sudah kondisinya lemah. Waktu azan magrib terdengar berkumandang dari masjid. Petugas kesehatan belum saja tiba. Kebingungan kami bertambah ketika napas ayahku terlihat semakin berat. Napasnya pelan-pelan dan berselang lama.
Allah SWT Maha Baik.
Tidak berapa lama berselang, petugas puskesmas kelihatan dari kejauhan menggunakan sepeda motor dengan membonceng tabung oksigen. Aku segera mendekat ke arah petugas. “Tolong, Pak! Pasangkan oksigen, Pak. Lakukan yang terbaik buat ayahku!”
Ya Allah, Alhamdulillah ya ALlah……
Aku, ibuku dan adik-adikku yang panik saat itu merasa sedikit tenang karena petugas puskesmas datang. Ayahku segera diperiksa dan dipasangkan tabung oksigen yang ukurannya kecil. Melihat ayahku bernapas normal, kami merasa lega. Akan tetapi tabung oksigen yang dipasang itu hanya bisa dipakai sekitar empat jam. Jadi untuk kebutuhan sampai pagi, ayahku membutuhkan tabung oksigen tambahan. Malam-malam mau mencari tabung oksigen di mana? Tabung oksigen tidak dijual disembarang tempat. Tangisku mulai pecah membayangkan hal buruk yang akan menimpa ayahku. Adikku, ibuku dan adik-adiku menangis…
Jika tidak mendapat oksigen tambahan, maka ayahku……….
Segala macam pikiran muncul. Pikiran akan terjadi apa apa dengan ayahku ,jika aku tidak mendapatkan oksigen malam itu. Kembali kami panik karena memperoleh tabung oksigen malam-malam sangat sulit. Kami diminta menghubungi puskesmas untuk mendapatkan pinjaman tabung oksigen. Ternyata mendapatkan pinjaman tabung oksigen dipuskemas sangat sulit birokrasinya. Wajar saja, karena memnag di puskesmas lebih banyak yang membutuhkan. Akhirnya kami menyerah dan mecari pinjaman lain.
Kami kebingungan karena tidak tahu di mana kami bisa mendapatkan tabung oksegen.
Allah SWT sesungguhnya Pemberi jalan keluar terbaik. Dalam kepanikan itu, Allah SWT membuka ingatanku. Salah satu teman kerjaku punya tabung oksigen ketika orang tuanya sakit. Tabung itu tidak lagi digunakan karena orang tuanya sudah meninggal dunia. Dari temanku itulah aku mendapatkan pinjaman tabung namun kosong tidak ada isi okesigennya. Dari teman kerjaku ini pula aku mendapatkan informasi di mana harus mengisi oksigen jika sudah habis.
Suasana malam itu di kediaman ayahku sedang banyak keluarga yang datang menjenguk ayahku. Kepanikan kami diketahui oleh semua keluarga sehingga sepupu semua menawarkan bantuan untuk mencari tabung oksigen.
Aku menelpon lagi teman kerjaku yang mempunyai saudara bekerja di polindes. Alhamdulillah dari temanku ini pula aku mendapatkan tabung oksigen milik kantor desa. Tabung oksigen ini baru saja diisi penuh. Lega hatiku saat itu.
Bantuan meskipun berupa informasi sangat berharga bagiku. Mendengar aku membutuhkan tabung oksigen, teman kerjaku juga yang memberikan informasi tempat penyewaan tabung oksigen lengkap dengan isi oksigennya. Jadi malam itu, kepanikan kami tentang tabung okisigen teratasi. Sepupu dan keponakanku bergerak, ada yang pergi mengambil tabung oksigen yang masih kosong, ada yang mengambil berisi di kantor desa dan ada yang pergi ke tempat penyewaan tabung yang sudah berisi. Malam itu tabung oksigen berdiri lima buah di kediaman ayahku.
Ayahku membutuhkan bantuan alat ini terus menerus. Setiap pagi adik laki-lakiku harus pergi mengisi tabung oksigen untuk persiapan supaya jangan kehabisan Tempat mengisi ulang tabung oksigen jauh dari kediaman ayahku.
Ayahku tampak tenang tanpa bicara setelah dipasangkan selang oksigen di hidungnya. Begitu seterusnya. Ayahku sekali waktu menarik selang oksigen itu. Ia tempatkan tabung itu di keningnya. Ayahku tak membuka mata….. ia tertidur.
Ayah tak merepon atau tidak ikut bicara seperti biasanya. Sebelum keadaan ayahku seperti ini, ayah ikut menyahut sekali waktu ketika mendengar pembicaraan kami.
Ayahku tidak bisa jauh dari selang oksigen. Kami sedih,…………
Kami terus berikhtiar….