Ayahku Menatap Langit.

Terbaru53 Dilihat

Suara sirene mobil ambulance pagi ini mengingatkanku  pada ikhtiar kami untuk kesembuhan ayahku, bulan Juni 2022 lalu. Ayahku yang keluar masuk rumah sakit kala itu membutuhkan seorang sopir yang mampu melarikan mobil seperti seorang sopir ambulance. Kondisi emergenci sering terjadi ketika ayahku dirawat di rumah.

Perawatan di rumah sakit paling lama seminggu saja, ketika dilihat ada perubahan kesehatan ayahku ke arah yang lebih baik, maka pihak rumah sakit merekomendasikan ayahku untuk dibawa pulang. Rawat di rumah dengan dibekali obat-obatan. Namun kondisi  ayahku yang sudah tidak cukup dengan obat-obatan minum saja, membuatnya sehari, dua hari di rumah lalu dibawa lagi ke rumah sakit. Tidak untuk rawat inap namun sekedar mendapatkan obat penuruna panas melalui bantuan infus dan selang oksigen membantu pernapasannya.

Kondisi seperti inilah membuat kami membutuhkan sopir yang siap siaga membawa ayah ke rumah sakit, entah  waktu pagi, siang, malam, tengah malam bahkan dini hari. Kondisi seperti ini tak jarang membuat kami panik. Beruntung ada adik yang siap siaga menjadi sopir yang kemampuan menyetirnya  seperti seorang sopir ambulance. Jadi selama ayahku di rawat bolak-balik, keluar masuk rumah sakit,adikku selalu siap siaga di samping ayah.

Ayahku tak cukup dengan obat minum, bantuan infus sangat diperlukan. Tak hanya itu, bantuan oksigen juga tak kalah pentingnya bagi ayahku. Empat tabung oksigen siap siaga di samping tempat tidur ayahku.

Keadaan ini membuatku sangat bersedih. Ayahku terlihat susah dengan selang yang terpasang terus di hidung. Sesekali ayah menarik selang itu dan meletakkannya di kepala. Ayah sepertinya terbiasa dengan selang itu. Namun hatiku teriris melihatnya. Ini adalah salahku. Kesalahan yang aku sesali terus-menerus.  Sewaktu sehat aku tak memperhatikan kesehatan ayahku. Bahkan mungkin akulah penyebab ayahku sakit. Ini bisa saja ya, karena sayangku pada ayahku, aku selalu membawakan makanan dan minuman yang tak baik untuk kesehatannya.  Kata ayahku,”Apabila aku bawakan makanan dan minuman kesukaannya, maka ayahku merasa kaya.”  Ayah bahkan bercerita  kepada semua orang yang ditemui,”Aku kaya sekarang, aku dibawakan sesuatu yang aku sukai oleh anakku.” Begitu kata ayahku. Siapa yang tidak bahagia melihat ayahnya senang?  Itulah sebabnya aku secara rutin membawa oleh-oleh untuk ayahku meskipun aku tahu bahwa itu kurang baik untuk ayahku.

Penyesalan  memang tidak datang lebih dulu.

Keadaan emergency ayahku bisa saja terjadi pada waktu yang tidak kami duga. Di rawat di rumah terkadang membuat kami kebingungan karena kami bukan tenaga medis. Sudah menggunakan tabung oksigen pun masih kebingungan ketika keadaan ayah drop.

Selang oksigen masih tersambung di hidung ayahku. Napas ayahku seperti satu-satu. Tarikan napasnya dalam dan terlihat kelelahan. Di panggil-panggil namun tidak merespon. Dalam kondisi seperti itu, kami panik. Ayahku segera dilarikan ke rumah sakit, namun tidak menggunakan ambulance. Kami menggunakan mobil adik. Akan tetapi mobil adikku tidak cukup untuk tempat  berdirinya tabung oksigen. Sementara ayahku tidak bisa lepas dari tabung oksigen.

Dalam situasi seperti itu, Allah SWT selalu memberikan jalan keluar. Ada sepupu yang mempunyai mobil jenis L.300, bak terbuka. Kami menggunakan mobil itu untuk membawa ayah ke rumah sakit. Adikku yang menjadi sopir. Setelah menggelar tikar dan menyiapkan bantal di mobil, ayahku digendong oleh adik lelaki yang satunya lagi untuk dinaikkan ke atas mobil bak terbuka. Ayahku menatap langit sebagai atap mobil didampingi adik perempuan di kiri kanan ayahku. Sementara aku menyiapkan administrasi yang akan di bawa ke rumah sakit.

Tanganku gemetar membuka dompet adikku untuk mengambil kartu BPJS. Bulir-butir bening kembali mewakili perasaanku. Kasihan ayahku, di usia tuanya harus seperti ini.

Adikku melarikan kendaraan layaknya sopir ambulance. Lampu lalu lintas pun di langgar. Sepanjang perjalanan, adikku berteriak, ini orang sakit, ini orang sakit. Adikku berteriak demikian karena pengguna jalan tidak mengetahui bahwa mobil L.300 yang terbuka itu, sedang membawa orang sakit.

Ayahku menatap langit, tanpa mampu berkata apa-apa selain istigfar sebagaimana yang ayahku lakukan di pembaringannya. Ayahku tak pernah mengeluh……tentang sakitnya.

Ayahku menatap langit, di atas kendaraan terbuka menjalani ikhtiar kesembuhannya.

Ayahku…..

Tinggalkan Balasan