Sepuluh Ribu Jam dan Kelas Menulis Lanjutan

Hobi, Literasi, Terbaru, YPTD183 Dilihat
10 ribu jam
Perlu 10 ribu jam berlatih agar kita mahir | sumber: AZ Quotes


Seperti halnya si pesenam yang berlatih agar tangkas dan lentur, MC yang berlatih agar luwes berbicara, si penulis juga berlatih agar tulisannya juga runtut dan enal dibaca. Kemampuan ini tidak instan. Ia perlu dilatih secara konsisten hingga suatu ketika seseorang tersebut dirasa cukup trampil menulis.

Menurut Malcolm Gladwell dalam bukunya “Outlier”, seseorang bisa menjadi trampil apabila berlatih selama 10 ribu jam. Anggap saja seseorang menghabiskan waktunya dua jam untuk berlatih menulis, maka ia memerlukan sekitar 13 tahun 8 bulan untuk bisa trampil melakukannya.

Oleh karenanya seorang atlet rata-rata dilatih sejak masih kanak-kanak. Pianis dan violis terkenal juga berlatih sejak kecil secara intens.

Sayangnya kemampuan menulis masih dipandang remeh oleh lingkungan kita, apabila dibandingkan dengan ketrampilan memainkan instrumen musik dan kemampuan berolah raga.

Padahal menulis adalah kemampuan yang penting. Lewat menulis kita bisa menyampaikan gagasan, memberikan kritik, dan juga memberikan hiburan.

Dalam menulis ada banyak hal yang dilatih. Di antaranya adalah kemampuan berimajinasi, daya nalar, logika, kemampuan melakukan sintesis pernyatan, kemampuan memilah fakta atau opini, kemampuan mengolah data, dan sebagainya.

Seorang penulis juga umumnya tidak menguasai semua bidang yang berhubungan dengan dunia tulis-menulis. Ada yang cakap bercerita lewat fiksi dan skenario film. Ada yang mahir mengolah data dan menyajikannya dalam makalah dan jurnal.

Ada yang trampil menyampaikan gagasannya dengan gaya yang bernas dan tajam. Ada pula yang pandai bertutur, pembaca dibuai seolah-olah ikut bertualang bersamanya. Ada juga penulis yang seperti detektif dengan hasil liputannya yang bersifat investigatif.

Ya dari kemampuan menulis bisa banyak rupa karya yang dihasilkan. Demikian pula dengan profesinya. Rata-rata mereka fokus di kemampuannya, namun ada pula mereka yang generalis, bisa menulis fiksi dan nonfiksi. Bisa membuat makalah, artikel berita, juga puisi.

Kemampuan tersebut tentunya perlu dilatih. Dan untunglah Pak Thamrin selalu mengajak para penulis untuk rajin-rajin menulis. Tulislah apa saja, lebih baik yang diketahui dan dikuasainya. Bisa tentang daerahnya, pekerjaannya atau tentang hal menarik selama ia dibesarkan. Jika sudah banyak, mencapai kurang lebih 150 halaman, maka bisalah diterbitkan menjadi sebuah buku.

Mungkin tulisan-tulisan awal masih ala kadarnya. Namun setelah menginjak beberapa bulan atau misalnya setahun kemudian, maka kualitas tulisan akan nampak perkembangannya.

Tahun ini persisnya 19 Agustus 2021, Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan tepat berusia satu tahun. Hingga saat ini sudah ada 233 buku yang telah diterbitkan. Ini sebuah prestasi.

Namun, sebuah organisasi akan perlu terus membenahi dirinya agar organisasi termasuk di dalamnya anggotanya juga terus berkembang. Oleh karena fokus utama dalam YPTD adalah menulis dan menerbitkan buku, maka menurut saya YPTD perlu mengadakan kelas menulis intensif bagi pemula dan kelas lanjutan bagi yang sudah terbiasa menulis.

Berikutnya adalah mengundang editor dari berbagai penerbit terkenal untuk mengetahui seperti apakah naskah yang menarik perhatian mereka dan juga yang laris-manis di pasaran. Hal ini penting, agar para penulis juga tak cukup berpuas diri dan terus mengasah kemampuan menulisnya.

Nah untuk kelas menulis lanjutan, maka bisa diadakan berbagai kelas menulis yang menarik. Bisa dengan mode berbayar (namun yang terjangkau) agar para penulis yang benar-benar ingin belajar, bisa mengaksesnya.

Kelas lanjutan bisa berupa kelas menulis skenario film atau membuat naskah drama radio dan pementasan. Bisa mengundang misalnya Gina S. Noer, Ernest, atau dari YPTD sendiri yaitu Pak Aji. Juga bisa ada kelas membuat novel dengan pembicara misalnya Pak Khrisna Pabichara dan Ang Tek Khun.

Kelas mengolah data menjadi artikel bernas atau artikel investigatif. YPTD bisa mengundang misalnya Pak Isson atau Kang Pepih Nugraha. Atau juga bisa mengadakan kelas seni menulis bertutur dengan mengajak Pak Dahlan Iskan.

Tentunya masih banyak jenis kelas menulis yang menarik. Demikian juga dengan usulan pematerinya.

Diharapkan para peserta yang telah mengikuti kelas menulis lanjutan, juga terlihat peningkatan kualitasnya. Siapa tahu ke depan mereka yang akan menjadi pematerinya. Sehingga tongkat estafet guru menulis terus bergulir.

Ini tulisan terakhir menyambut HUT YPTD. Selamat tambah usia, makin jaya!

Tinggalkan Balasan