Pengelolaan Motivasi Olahraga dalam Kepelatihan

(Dokpri: Kegiatan Pelatihan Basket Jr NBA)

OLAHRAGA digemari anak-anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik untuk mengembangkan berbagai kemampuan, menumbuhkan harapan-harapan, memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam hidup sehari-hari, dan sebagainya.

Melalui olahraga para pemuda dapat kesempatan luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman-teman baru, pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan.

Kompetisi menimbulkan keadaan penuh stress dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety, serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan. Menurut Lawter dengan berolahraga timbul macam-macam dorongan untuk bertindak sebaik-baiknya yang merupakan sebagian dorongan untuk mengembangkan diri-sendiri atau “self-improvement”.

Melalui olahraga orang berharap dapat mencapai kepuasan. Kepuasan tersebut bentuknya beraneka-ragam, dan bagi atlet salah satu bentuk kepuasan yang utama adalah tercapainya prestasi yang setinggi-tingginya atau suatu kemenangan dalam pertandingan. Harapan untuk sukses dalam mencapai prestasi atau memenangkan pertandingan tersebut tidak selalu dapat tercapai, sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah emosional.

¨¨¨

Sehubungan dengan sasaran atau target yang ingin dicapai seseorang, Adiseshiah dan Parry membahas dan menghubungkan dengan tingkat aspirasi atau “level of aspiration”, dan mengemukakan bahwa motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat aspirasi individu yang bersangkutan. Apabila tingkat aspirasi seseorang lebih tinggi dari kemampuannya, dan individu yang bersangkutan selalu gagal untuk mencapainya, akan dapat memberi pengaruh buruk pada motivasinya.

Tingkat aspirasi mempunyai jangkauan yang jauh, sedangkan harapan untuk sukses jangkauannya tidak selalu jauh. Harapan untuk sukses dapat tertuju pada sasaran jangka pendek, terhadap aktivitas-aktivitas atau peristiwa tertentu; misalnya sukses dalam suatu perlombaan.

Menjadi tugas para pelatih dan pembina olahraga untuk memberi petunjuk, gambaran dan pengarahan, sehingga atlet yang dibina tidak menetapkan harapan untuk sukses terlalu tinggi dan akhirnya tidak dapat dicapai atlet. Pelatih dan pembina olahraga harus dapat menimbulkan motivasi atlet, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang dengan menggunakan kemampuan analisis yang secermat-cermatnya, sehingga atlet yang bersangkutan menetapkan tingkat aspirasi dan harapan untuk suksesnya tidak berbeda jauh dari kemampuannya, kondisi seperti ini yang sering diterapkan oleh mantan pemain bulutangkis Indonesia Hendrawan yang pernah menjadi Juara Dunia 2001 di Sevilla, Spanyol.                        

¨¨¨

Seorang pelatih dan pembina olahraga dapat mempengaruhi anak didiknya sehingga timbul motivasi yang kuat untuk berlatih, baik sesudah atlet mengalami kemenangan maupun sesudah mengalami kekalahan. Orang yang termotivasi mempunyai keinginan dan kemauan untuk menghadapi dan mengatasi rintangan-rintangan/kekalahan. Bahkan setiap olahragawan berprestasi (top-atlet) memiliki sikap positif terhadap kesalahan. Mereka tidak menyebutnya kesalahan, tetapi latihan.

Bjorn BorgJohn McEnroe, atau Martina Navratilova sekalipun, telah ribuan kali menyangkutkan bola di net dalam perjalanan panjang menuju prestasi puncak tennis. Tidak ada pelatih yang menilai pukulan seperti itu sebagai kegagalan. Semua itu adalah bagian yang sangat penting dalam proses belajar.

Pemain-pemain yang selalu mengalami kekalahan/kegagalan dalam pertandinganpun dapat dimotivasi untuk tetap berolahraga dan berlatih dengan terlebih dahulu mengatasi kegagalan tersebut. Tidak seorang pun dapat memiliki motivasi diri dan tekad yang ideal selain mereka yang pernah mengatasi kesulitan-kesulitan luar biasa untuk meraih tingkat-tingkat keberhasilan yang istimewa.

Hal ini pernah dialami oleh mantan pebulutangkis Indonesia Joko Suprianto . Setelah gagal secara beruntun, dia kemudian memenangi turnamen kecil, Swiss Terbuka 1992. Setelah itu, Joko langsung subur gelar, termasuk jadi Juara Dunia 1993 di Birmingham, Inggris.

¨¨¨

Tehnik-tehnik me-motivasi merupakan hal sangat penting untuk dikuasai pelatih dan pembina olahraga agar dapat melakukan pembinaan dengan sebaik-baiknya. Tehnik untuk meningkatkan motivasi antara lain teknik verbal dan teknik insentif. Teknik verbal dapat dilakukan dengan cara pembicaraan pembangkit semangat, pendekatan individu, diskusi.

Sedangkan teknik insentif adalah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan (pelatih dan pembina olahraga) dengan maksud merangsang anak didik berlatih lebih giat dan lebih baik dengan cara memberi hadiah yang berupa materi atau lainnya. Insentif dapat untuk memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan individu. Insentif dapat menjadi tujuan atau identik dengan tujuan. Jadi, terdapat hubungan yang erat antara motivasi dan insentif.

Pelatih dan Pembina olahraga sering kali menggunakan insentif untuk memberikan motivasi kepada anak didik untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Insentif ini akan bermanfaat apabila mengandung tujuan yang akan memberikan kepuasan kepada kebutuhan psikologis anak didik. Karena itu pelatih dan pembina olahraga harus kreatif dan imajinatif menyediakan insentif tersebut.

Pelatih dan pembina olahraga pertama-tama harus mengetahui dan memahami motivasi dan harapan atlet yang dibina, untuk kemudian memberi kesempatan dan memikirkan lebih lanjut kemungkinan memberi insentif kepada atlet yang bersangkutan. Perlu diingat juga bahwa pemberian insentif tidak harus dalam bentuk pemberian materi atau uang, bahkan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang lain (misalnya: piagam penghargaan, tanda-tanda jasa, dan sebagainya).

Adalah menjadi tanggung jawab pelatih dan pembina olahraga agar pelatihan yang diberikannya berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha pelatih dan pembina olahraga membangkitkan motivasi berlatih anak didik. Dalam garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

  1. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan berlatih anak didik. Berlatih tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil.
  2. Pelatihan yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada anak didik. Pelatihan yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pelatihan.
  3. Pelatihan yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi pelatih dan pembina olahraga untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi berlatih anak didik. Pelatih dan pembina olahraga senantiasa berusaha agar anak didik akhirnya memiliki self motivationyang baik.
  4. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam pelatihan erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin didalam team/perkumpulan.
  5. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas melatih. Penggunaan motivasi dalam melatih bukan saja melengkapi prosedur pelatihan, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pelatihan yang efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses pelatihan.