SESUNGGUHNYA MENULIS ITU KEGIATAN INTELEKTUAL

Terbaru165 Dilihat

SESUNGGUHNYA MENULIS ITU AKTIVITAS INTELEKTUAL

Banyak orang cakap bercerita. Namun ketika diminta untuk menulis tersendat juga. Menorehkan kalimat pertama sudah jadi masalah. Memang tidak mudah untuk menulis tetapi bukan satu hal yang mustahil untuk dilakukan. Sejatinya menulis dapat menjadi satu hal yang menyenangkan. “Kalau kamu bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah, karena tulisan akan abadi walau penulisnya sudah tiada.” Selain itu dikatakannya pula bahwa “Kalau kamu ingin mengenal dunia maka membacalah, tapi kalau dunia ingin mengenalmu maka menulislah. Tulisan tak ubahnya ucapan yang harus senantiasa diamalkan”. Tulisan adalah ilmu yang harus diamalkan”. Itu ujar bijak Imam Al-Ghazali seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia

Menyimak kata bijak tersebut di atas ternyata antara membaca dan menulis erat kaitannya. Perbendaharaan kata dan penggunaan diksi yaitu pilihan kata yg tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Begitu banyak frasa atau kata yang berserakkan dalam benak yang menuntut kreativitas untuk merangkainya menjadi kalimat-kalimat bermakna. Kalimat-kalimat itu tentu harus menyentuh perasaan sang pembaca sehingga terjalin komunikasi eksternal antara si penulis dan pembaca mau pun komunikasi internal dalam diri si pembaca sehingga berdampak secara positif maupun negatif. Beberapa manfaat yang diperoleh dari menulis diantaranya baik untuk perkembangan otak dan keterampilan, membantu memahami informasi lebih baik, mendukung perkembangan keterampilan motorik dan sosial, melatih menyeleksi bahan atau data atau temuan yang paling relevan, melatih mengabstraksikan kenyataan atau data konkret menjadi pernyataan-pernyataan ilmiah. Disamping itu bermanfaat untuk komunikasi dengan baik, menulis ide atau gagasan dengan jelas dan runtut agar dapat disajikan atau dijelaskan kepada orang lain. Semuanya semua bahan tulisan harus diracik dengan runut dan rapi berdasarkan intelektualitas, penuh dedikasi dan disiplin, sesuai dengan selera pembaca sehingga menimbulkan rasa senang atau yang dalam bahasa sansekerta disebut ”Mudita” atau ”sukha” menuju Nityananda yaitu kebahagiaan abadi.

Tak dapat dipungkiri untuk menulis halang rintang yang menghadang tidak terbilang siap memorakperandakan hasrat bahkan mematahkan asa. Pertama rasa malas yang melekat dan tak mudah dilepas. “Salah satu pengerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.” itu ujar Buya Hamka. Kata malas yang menjadi inti ujaran Buya itu menunjukkan dampak yang kejam terhadap kehidupan ketika manusia yang dianugrahi talenta pikiran yang cemerlang kemudian menyia-nyiakannya hanya karena menuruti sifat malas. Malas mengandung arti beragam karena termasuk kata sifat dan kata benda. Tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, tidak bernafsu, tidak suka, segan, enggan. Begitu banyak maknanya sehingga tidak heran jika membuat suatu keinginan bisa terhambat bahkan tak terwujudkan. Ada nasihat bijak menyatakan orang yang hanya dipenuhi oleh keinginan tanpa mewujudkannya adalah pemalas. Orang disebut rajin jika sesegera melaksanakan pekerjaan dengan giat. Ketika berhadapan dengan keinginan rasa enggan harus ditaklukkan.

Lalu apa kuncinya agar mampu menulis? Satu-satunya cara adalah menulis, menulis dan sekali lagi menulis. Apa yang ditulis? Ya apa saja yang ingin ditulis. Rempah-rempah bahan dan bumbu menulis ada disekeliling kehidupan sehari-hari. Bahkan dari percakapan, obrolan dan diskusi dapat memberi inspirasi untuk menuangkannya dalam satu bentuk komunikasi non-verbal dengan simbol kata-kata. Ben Hale salah seorang penulis terkenal dari Amerika berkisah dalam bukunya yang berjudul “Write like a boss”, bahwa ia pernah menargetkan dirinya harus dapat menulis 500 kata per hari dan dia gagal. Bayak hal jadi alasannya urusan keluarga, bisnis dan waktu yang sempit. Tahun berikutnya ia mampu mencapai target tersebut, bahkan dapat menulis 1.000 kata. Apa pasalnya? Peroalannya terletak bukan seberapa tinggi target melainkan pada konsistensi pelaksanaannya dan setiap waktu harus ada kemajuan. Ketika sudah membiasakan diri menulis, maka akan terbiasa dalam mengolah kata demi kata yang nantinya akan memudahkan dalam menyelesaikan tulisan.

Takut gagal? Rasa takut dalam bahasa Inggris dikenal dengan “FEAR”. Ini dimaknai juga sebagai singkatan dari ” False Evident Appear Real” bukti palsu yang tampak nyata. Ini sering membuat seseorang kalah sebelum berperang. Orang Jepang mengatakan jika kita jatuh maka kita harus dapat bangkit satu kali lebih banyak dari pada kita jatuh. Itu dibuktikan oleh Thomas Alfa Edison berapa banyak kegagalan yang dialami sebelum ia sukses menemukan lampu pijar. Dipercayai juga bahwa kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda, karena itu jangan takut gagal dalam menulis.
Target memang penting, namun bukanlah hal yang terutama. Konsistensi untuk menulis itu yang harus dipegang teguh, ketika waktu luang tidak terisi dengan menulis sesuatu, tak lengkaplah rasanya bergiat di hari yang dijalani itu. Menulis, menulis dan menulislah setiap hari dan saksikan apa yang terjadi ”alah bisa karena biasa”. Tentusaja perlu memperhatikan tata bahasa, pemilihan kata, dan kerapian tulisan. Selain itu, tulisan yang baik juga harus menarik untuk dibaca, meminjam kata-kata majalah tempo harus ” Enak dibaca dan perlu”. Singkat, padat, bermanfaat.

Bagaimana awal cerita tentang menulis ini? Konon dalam sejarahnya tulisan muncul pada kisaran 5.000 tahun lalu. Mulanya orang menulis dengan menggunakan gambar seperti halnya tulisan hieroglif (Hyerogliph) pada zaman Mesir kuno. Orang-orang Irak (Sameria) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat yang mewakili bunyi, berbeda dengan hieroglif yang merupakan symbol mewakilisi kata-kata atau benda. Ketika muncul mesin cetak orang semakin giat menulis. Seiring dengan perkembangan teknologi dan media yang pesat, kegiatan menulis juga melesat dengan pesat. Bahan-bahan penulisan dapat diperoleh dari berbagai sumber media elektronik, media internet. Penulis akan dapat menggunakan waktu secara efisien demikian juga dengan biaya menjadi relative lebih murah, tenaga lebih hemat. Lebih dari itu penulis dapat berbagi tulisan kepada siapa saja dan dari mana saja ia berada. Demikian juga bagi para pembaca lebih mudah memilih dan melihat tulisan-tulisan yang seuai dengan selera dan minatnya.
Jadi memang benar kata Ben Hale, konsistensi menulis dan setiap kali harus ada kemajuan. Ini kunci yang dapat menggiring hasil bergiat kemuara tulisan yaitu buku dan menjadikannya mahkota yang membanggakan bagi sang penulis, bahkan dapat diwariskan pada generasi-generasi yang akan datang. Karena buku itu jendela dunia.

Dewasa ini salah satu negara di Eropa yaitu Swedia yang baru-baru ini telah mengambil keputusan untuk menggunakan pendekatan berbeda dalam sistem pendidikan. Swedia kembali menggunakan buku teks cetak di ruang kelas, alih-alih menerapkan pendekatan serba digitalnya. Perubahan ini dilatarbelakangi kekhawatiran soal bagaimana perangkat digital dapat memengaruhi pembelajaran dan pertumbuhan siswa. Pelajaran penting yang dapat ditarik dari fenomena ini adalah buku-buku cetak tetap memegang peranan penting dalam membuka wawasan generasi muda, namun tentunya harus tetap dibarengi dengan kemampuan menulis. Seperti yang pernah dikatakan Napoleon Bonaparte ia lebih takut kepada pena wartawan daripada menghadapi sepasukan bersenjata lengkap. Betapa ”powerfull” nya suatu tulisan itu.(Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom).

Tinggalkan Balasan