ADAKAH JURUS PAMUNGKAS MENANGKIS TENGKES

Terbaru126 Dilihat

Menyimak perang Troya dalam mitologi Yunani kisah ini memunculkan tokoh Akhilles yang gagah perkasa. Kekebalan tubuhnya hasil upaya sang ibu membuatnya tidak mempan senjata tajam. Namun ternyata ada bagian yang tak terlindungi pada bagian bawah kakinya dan ini menjadi titik lemah Akhilles seperti halnya Kresna yang membuat mereka tewas terkena panah lawan. Terlintas juga ketika menghadapi masalah Stunting atau tengkes yang nampaknya tidak mudah kalau tidak mau disebut tidak mungkin di ”kalahkan” selama ini, contoh kisah Akhilles, meski mungkin tidak terlalu tepat, dapat diangkat sebagai analogi menurunkan prevalensi dan menangkal merebaknya kasus Tengkes pada gennerasi muda Indonesia.
”Stunting” atau “Tengkes” mau tidak mau harus diakui masih menjadi masalah yang terus membayangi masa depan anak Indonesia yang digadang-gadang menjadi generasi emas untuk mengisi era Indonesia emas ketika menapaki tahun 2045 mendatang. Betapa tidak angka terakhir yang tercatat dari hasil Rakornas Percepatan Penurunan Stunting pada tahun 2024 lalu menunjukkan angka 21.5%. Angka ini memang masih di atas harapan yang dicanangkan pemerintah yaitu 14% pada tahun 2024. Tak pelak Indonesia dikatakan meraih peringkat ke dua di Asia Tenggara.

Upaya penurunan prevalensi Tengkes ini sudah banyak dilakukan bahkan pada tahun 2021 dipacu oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tentang ”Percepatan Penurunan Stunting ” di bawah komando Wakil Presiden dengan ketua pelaksana Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didukung oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait. Ini ”political will” yang menunjukkan keseriusan pemerintah untuk segera menurunkan prevalensi Tengkes.
Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang ”Percepatan Penurunan Tengkes” sudah menggelar jurus-jurus yang meliputi strategi nasional percepatan penurunan Tengkes ini. Antara lain: penyelenggaraan percepatan penurunan tengkes; koordinasi penyelenggaraan percepatan penurunan tengkes; pemantauan, evaluasi, dan pelaporan; dan pendanaan. Strategi Nasional Percepatan Penurunan Tengkes itu ditujukan untuk menurunkan prevalensi Tengkes; meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga; menjamin pemenuhan asupan gizi; memperbaiki pola asuh; meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan; dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi. kelompok yang disasar cukup luas meliputi remaja; calon pengantin; ibu hamil; ibu menyusui; dan anak bawah lima tahun (balita). Kelompok-kelompok ini merupakan kelompok rentan dalam siklus hidup manusia (life cycle).

Selain itu Strategi Nasional Percepatan Penurunan Tengkes ini juga dilaksanakan dengan harapan agar target tujuan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2O3O dapat tercapai yang diukur pada anak-anak balita. Target tujuan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030 dirancang untuk dicapai melalui pelaksanaan 5 (lima) pilar yang merupakan jurus-jurus andalan yaitu: peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupatenfkota, dan Pemerintah Desa; peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat; peningkatan konvergensi Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif di kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa; peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat; dan penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. Kesemuanya dituangkan dalam rencana aksi nasional. Rencana aksi nasional terdiri atas kegiatan prioritas yang paling sedikit mencakup: penyediaan data keluarga berisiko tengkes; pendampingan keluarga berisiko tengkes; pendampingan semua calon pengantin lcalon Pasangan Usia Subur (PUS); surveilans keluarga berisiko Tengkes; dan e. audit kasus Tengkes. Pasukan pelaksananya pun tidak tanggung-tanggung, dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupatenfkota, Pemerintah Desa, dan Pemangku Kepentingan dalam pelaksanaan Percepatan Penurunan Tengkes. Tentu saja tidak ketinggalan pendampingan keluarga berisiko Tengkes guna meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan; fasilitasi pelayanan rujukan; dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial. Ditatar anak sekolah pun program prioritas nasional Pemberian Makanan Bergizi Gratis (MBG) telah digelar di 26 provinsi di Indonesia sejak 6 Januari 2025 lalu dengan target 3.000.000 anak yang secara bertahap diharapkan pada bulan Juli 2025 setidaknya mencapai 7.000.000 anak sekolah. Pemerintahpun sudah memfasilitasi dengan mengalokasikan dana sebesar lebih kurang 71 Triliun guna melaksanakan program ini.

Rasa-rasanya sudah lengkap sarana untuk menggempur sang Tengkes. Namun terselip juga pertanyaan yang cukup menggelitik ” mungkinkah terwujud keinginan menurunkan prevalensi Tengkes in dalam kurun 5 tahun mendatang?”. Secara positif harus diyakini karena contoh kongkrit terjadi di mancanegara. Beberapa negara yang berhasil menurunkan angka Tengkes di dunia adalah antara lain China, Peru, dan Nepal. Diketahui, Tengkes juga merupakan masalah umum di negara-negara maju pada awal abad ke-20. Dalam kondisi perang, pasokan makanan di banyak negara mengalami hambatan.
Ambil contoh Jepang menjadi salah satu negara yang cukup parah, dengan angka prevalensi Tengkesmencapai 60% pada awal abad ke-20. Dalam sejarahnya, selama 40 tahun antara tahun 1948 hingga 1986 berupaya keras menurunkan Tengkes dan menekannya sampai pada level terendah meski saat itu terjadi resesi . Dalam rentang waktu tersebut, prevalensi Tengkes turun dari 50% menjadi 5,7%. Dengan program yang tepat, rata-rata tinggi badan warga Jepang naik antara 14,6 cm sampai 16 cm. Jepang berhasil menekan tengkes hingga level sangat rendah. Padahal saat itu terjadi resesi setelah kekalahan pada perang dunia kedua. Meski memerlukan waktu yang panjang, namun langkah yang diambil Jepang sangat mengesankan, dengan cara merevolusi gizi dan melakukan perawatan bayi-bayi dengan tepat. Bercermin dari pengalaman Peru, negara ini berhasil menurunkan angka Tengkesnya pada anak di bawah 5 tahun dari 31,3% pada tahun 2000 menjadi 13,1% pada tahun 2016.Pemerintah China melalui program nasionalnya “Healthy China” berhasil menekan angka Tengkes hingga mencapai target SDGs yaitu di bawah 5.9 persen. Di tanah air Kabupaten Lombok Barat berhasil menurunkan angka tengkes dari 49% pada tahun 2007 menjadi 25,04% pada tahun 2019.

Pada bulan Juni 2024 secara nasional telah dilaksanakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Tengkes. Tidak kurang dari 300.188 posyandu dilibatkan dan berhasil meningkatkan jumlah balita yang diukur secara signifikan. Terdata balita yang diukur mencapai 16.381.852 jiwa dan ditemukan 5.807.312 balita bermasalah gizi, yang mencakup gizi kurang, gizi buruk, wasting, weight faltering, dan Tengkes. Namun jika disimak hasil Rakornas Percepatan Penurunan Tengkes pada tahun 2024 yang mengemukakan hasil Survei Kesehatan dasar (Riskesdas), Indonesia telah mengalami penurunan sebesar 9,3% dalam 5 tahun terakhir. Dari 30,8% di tahun 2018 menjadi 21,5% di tahun 2023.

Pasukan untuk menggempur Tengkes ini rasanya cukup tersedia semisal melalui organisasi profesi gizi yang sudah cukup lama berdiri yaitu PERSAGI. Sebanyak 53.102 lebih anggota terwadahi dalam 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 487 Dewaan Pimpinan Cabang (DPC). Akankah potensi ini menjadi senjata pamungkas untuk menekan prevalensi Tengkes 5 tahun ke depan? Intinya sesulit apa pun mengatasi masalah Tengkes tentu pasti ada titik masuk (entry point) yang tepat untuk menanggulanginya. Sejauh mana potensi ini dapat didayagunakan tinggal jurus pamungkas apa yang dapat diterapkan ibarat senjata ”konta” yang diluncurkan Adipati Karna menembus pusar Gatot Kaca yang perkasa di medan Bharata Yudha. (Abraham Raubun,B.Sc,S.Ikom)

Tinggalkan Balasan