MENGINTIP KIPRAH TENAGA PELAKSANA GIZI DI PUSKESMAS

Terbaru72 Dilihat

Fasilitas pelayanan kesehatan di kecamatan dikenal dengan Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas. Ini merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yaitu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan dasar non-spesialistik. Dapat juga berbentuk klinik, praktik dokter, dan praktik dokter gigi. Fungsi Puskesmas yang dikenal melakukan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Juga memberdayakan masyarakat dan keluarga serta menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan. Diantara tenaga yang melayani ada tenaga gizi.

Ketertarikan untuk mengetahui lebih banyak kiprah para tenaga pelaksana gizi di Puskesmas ini dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat sejatinya sudah terpendam lama. Ketika masa Covid-19 sekelompok alumni Akademi Gizi tempo doeloe yang menimba ilmu di kampus Hang Jebat III yang kini berada dalam komplek Politeknis Kesehatan (Poltekkes) Jakarta II menjalin komunikasi dengan kader-kader Posyandu yang dimotori oleh Tenaga Pelaksana Gizi di salah satu Puskesmas yaitu Puskesmas Pagaden. Terlebih begitu banyak informasi yang didapat yang disampaikan berdasarkan pengalaman tenaga pelaksana gizi ibu Mulya Suryani yang runut dan jelas. Tidak heran jika ibu yang menyelesaikan pendidikan D4 di Poltekkes Jurusan gizi di Bandung dan sempat bertugas di Puskesmas Gunung Sembung dalam waktu yang cukup lama serta menjadi TPG teladan di tahun 2006, dapat memaparkan kiprah TPG dengan runut dan jelas ketika kelompok alumni yang menyebut diri kelompok AKZI’71 mengunjungi Puskesmas Pagaden di pertengahan tahun 2024 lalu. Kelompok ini menggunakan nama AKZI’71 untuk menunjukkan identitas sebagai alumni Akademi Gizi Angkatan yang masuk Akademi Gizi tahun 1971. Kelompok yang sebagian besar anggotanya telah purna tugas namun masih semangat menunjukkan dedikasi dan kecintaannya pada profesi gizi yang diemban.
Ketika ditelusur tentang peran TPG di Puskesmas Pagaden ini yang memusatkan titik pelayanannya di 6 desa, 4 Pos Kesehata, 45 Posyandu dan didukung oleh sebanyak 225 kader, dengan gamblang ibu Mulya, begitu panggilannya menuturkan perannya. Jika di simak banyak juga peran yang dijalankan, tercatat ada memvalidasi data hasil pengukuran di posyandu, melakukan konseling gizi, memonitor dan mengevaluasi pemberian makanan tambahan (PMT), melakukan pengukuran Berat Badan dan Tinggi badan setelah pemberian PMT, bersama kader Posyandu mendistribusikan PMT dari Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), merencanakan dan mengajukan rencana anggaran kepada pemerintah desa agar dapat dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang bersumber dari daana tranfer pusat yang dikenal dengan Dana Desa (DD).

Di saat era program prioritas Pemberian Makan Gizi Gratis ini dituturkan keterlibatan dalam Tim Pelayanan Pemulihan Gizi (TPPS) antara lain menerima laporan balita stunting, melakukan pembahasan penanganan anak stunting tingkat kecamatan secara lintas sektor, berkoordinasi dengan Pemerintah Desa untuk pengadaan PMT melalui Dana Desa, melakukan monitoring dan evaluasi serta mengadakan lokakarya triwulan tingkat kecamatan dalam rangka membahas penanganan anak stunting. Selain itu beberapa pengalaman yang diungkap terkait pelaksanaan MBG di Pagaden memang dijumpai anak-anak kurang suka dengan sayuran yang disajikan. Dari segi tampilan kurang menarik semisal potongan kangkung yang panjang, ayam atau ikan yang hanya digoreng dan menu yang kurang variatif. Bahkan untuk tahu dan tempe banyak tidak diminati sama sekali. Anak lebih senang jika ada susu kotak dan buah-buahan. Belum lagi distribusi yang sering terlambat karena kendala jarak dapur yang cukup jauh. Ini fakta lapangan yang ditemukan di Pagaden tentunya. Bagaimana dengan di Puskesmas lain yang tersebar di seluruh tanah air? Menarik juga jika digali fakta lapangan yang ada. Tidak heran jika Badan Gizi Nasional (BGN) mewajibkan empat standar kemitraan untuk menjaga kualitas makanan. Standar tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan kalori, komposisi nilai gizi yang mencakup 30% protein, 40% karbohidrat dan 30% serat, tingkat higienis serta keamanan makanan.

Untuk mendukung hal itu tentunya peran Ahli Gizi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sangat signifikan. Ada secercah harapan yang digantungkan pada peran para ahli gizi yang terwadahi dalam wadah organisasi profesi baik di tingkat pusat mau pun tingkat daerah untuk melakukan tindakan aksi mewujudkan visi dan misi yang begitu indah dirumuskan untuk dilaksanakan oleh organ-organ organisasi persatuan ahli gizi dalam rentang waktu 5 tahun ke depan dalam rangka mendukung pemerintah mewujudkan generasi emas di tahun 2045 mendatang.(Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom).

Tinggalkan Balasan