SENTUH HATINYA

Terbaru96 Dilihat

Kata “Hati” di sini bukan dalam artian organ tubuh yang sebenarnya. Menyentuh hati itu bukan berarti meraba hati yang ada dalam rongga dada, meski juga bertujuan merengkuh dan merebut perasaan yang ada dalam dada seseorang. Itu bentuk metafora yaitu pemakaian kata bukan dalam arti sebenarnya, sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan.

Dalam konteks ini penggunaan kata sentuh hatinya lebih dimaksudkan sebagai suatu cara atau metode ketika berkomunikasi dengan orang lain. Kata sentuh hatinya merupakan suatu kiat dalam melakukan pendekatan untuk membuat seseorang tertarik melakukan sesuatu hal tidak dengan merasa terpaksa tapi dengan suka rela. Hal ini penting bagi mereka yang pekerjaannya banyak berhubungan dan berinteraksi dengan banyak orang. Semisal dalam dunia bisnis, organisasi atau bidang-bidang kerja yang bertumpu pada upaya persuasive meyakinkan orang, memotivasi orang agar memahami, menghayati lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Suatu Teknik atau kiat memenangkan hati orang dalam berkomunikasi.

Mengapa “Sentuh Hatinya” perlu dilakukan dalam berkomunikasi? Pada dasarnya manusia itu mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berinteraksi, bekerjasama dan bergantung kepada manusia lain. Dalam kehidupan sehari-hari mereka berkomunikasi. Komunikasi itu diartikan sebagai kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan. Antara penyampai pesan dan penerima pesan. Jika isi pesan yang disampaikan dimaknai sama, maka terjadi interaksi. Ada umpan balik meski bisa terjadi umpan balik yang positif atau pun yang negatif. Perlu diingat salah satu sifat dalam berkomunikasi verbal khususnya, sekali kata telah dilontarkan tidak dapat ditarik kembali. Positif atau negatif keduanya akan membekas dalam sanubari.

Lalu bagaimana agar seseorang tahu, mau menerima dan mau menerapkan apa yang disampaikan atau diharapkan si pemberi pesan. Banyak kiat yang dapat digunakan. Namun secara ringkas setidaknya ada hal-hal yang perlu dipahami ketika berupaya membuat seseorang tahu, mau dan mampu melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan. Les Giblin, seorang salesmen legendaris yang kesuksesannya diakui dunia melakukan pengamatan dan pengalaman menjalankan kariernya menemukan hal-hal yang begitu menarik untuk disimak. Ia menuangkannya dalam bukunya yang terkenal berjudul ”Skill With People” yang di tulis dengan harapan menjadi pedoman kesuksesan karier yang lebih besar, kehidupan keluarga yang lebih bahagia dan kehidupan sosial yang lebih baik. Ada hal yang mungkin banyak tidak disadari atau luput dari ingatan yaitu bagaimana orang belajar atau dalam dunia bisnis bagaimana seseorang mau membeli suatu barang. Ternyata 83% orang melakukannya dengan menggunakan penglihatan. 11% melalui pendengaran, 31/2% dengan penciuman, 1.1/2% dengan sentuhan dan hanya 1% lewat rasa (cicipan).

Ketika suatu pesan disampaikan ada hal yang harus diperhatikan yaitu berapa lama isi pesan atau informasi yang disampaikan bertahan dalam ingatan seseorang. Dari apa yang dibaca hanya 10% dapat diingat. Dari apa yang di dengar hanya 20%. Dari apa yang dilihat 30%, jika melalui apa yang dilihat dan didengar yang diingat meningkat mejadi 50%. Lalu dari apa yang dikatakan ketika berbicara sebanyak 70% diingat. Yang terbanyak diingat adalah dari apa yang dikatakan ketika melakukan sesuatu. Ini mencapai porsi terbesar yaitu 90%. Itu semua terkait dengan cara atau metode yang digunakan dalam berkomunikasi.

Metode adiartikan sebagai cara atau proses sistematis yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan. Tujuannya agar apa yang diinginkan dapat tercapai. Metode dapat digunakan pada berbagai objek, baik yang berhubungan dengan pemikiran maupun penalaran akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Asal katanya dari bahasa Yunani, yaitu methodos, meta berarti menuju, melalui, mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, atau arah. Jadi metode dapat berarti cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Ilmu yang mempelajari hal ini dikenal dengan nama metodologi dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu metodos dan logos. Logos berarti ilmu. Metodologi adalah cara atau ilmu-ilmu yang dipakai untuk menemukan kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu.

Karena itu dalam menyampaikan suatu pesan atau informasi dan dalam proses pembelajaran maka metode yang didukung oleh media merupakan kombinasi tepat untuk menyentuh aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Dalam penyampaian pesan itu pun metode yang digunakan perlu bervariasi baik Visual dan/atau audiovisual. Ketika berbicara menyampaikan isi pesan juga memperlihatkan media yang ditayangkan, sehingga indra penglihatan, pendengaran aktif secara efektif dan juga aspek keterampilan disentuh melalui metode praktik mengerjakan apa yang dijelaskan.

Referensi menunjukkan berbagai penggunaan metode berkaitan dengan daya ingat dalam waktu tertentu. Jika menggunakan metode instruksi daya ingat 3 jam kemudia tinggal 70% dan 3 hari kemudian menurun menjadi 10%. Jika hanya dengan memperlihatkan, daya ingat 3 jam kemudian 72%, 3 hari kemudian menurun menjadi 20%. Jika memberi tahu dan memperlihatkan proporsinya cukup besar, daya ingat 3 jam dan 3 hari kemudian masing-masing sebesar 85% dan 65%. Berdasarkan hal ini penyampaian suatu pesan yang lebih efektif perlu menggunakan metode memberi tahu yang menyentuh aspek kognitif dan memperlihatkan yang dapat menyentuh aspek afektif (sikap) dan psikomotorik keterampilan ini semua terangkum dalam kompetensi untuk setiap bidang.

Pengamatan dan pengalaman Les Giblin dalam waktu lama bahkan puluhan tahun, menunjukkan kunci yang juga jadi landasan untuk berhubungan dengan orang lain menarik untuk di simak. Keterampilan dalam berhubungan atau relasi dengan orang adalah memahami orang dan kodrat manusia dengan tepat. Ini penting karena jika tahu mengapa seseorang melakukan sesuatu, bagaimana orang akan bereaksi dalam suatu kondisi tertentu maka banyak fakta menunjukkan seseorang dapat menjadi manajer yang terampil. Ini soal mengenali dan mengakui orang sebagaimana adanya, bukan apa yang hanya semata-mata menurut si penyampai pesan tentang si penerima pesan. Giblin menawarkan cara-cara praktis untuk menjalin relasi manusiawi demi menigkatkan kualitas hidup kita, baik dalam karier, kehidupan keluarga, maupun kehidupan sosial.

Harus diakui bahwa secara kodrati orang tertarik pada diri mereka sendiri. Dengan kata lain si penerima pesan itu sepuluh ribu kali lebih tertarik pada dirinya sendiri dari pada tertarik pada pemberi pesan dalam suatu poroses penyuluhan misalnya. Bukan hanya itu ambil contoh sederhana saja, ketika melihat satu foto bersama hampir dipastikan yang dicari adalah foto diri sendiri dahulu. Ini tidak dapat dihindari karena memang tindakan manusia diatur oleh pikirannya sendiri serta kepentingannya yang jadi prioritas. Kodrat ini memberi kesan manusia itu lebih mementingkan diri sendiri. Dengan dasar pemahaman orang lebih tertarik pada dirinya sendiri, maka ketika menyampaikan pesan perlu dicari titik masuk (entry point) yang menjadi hal paling menarik yaitu berbicara tentang diri dan minat atau kepentingan si penerima pesan. Jadi penting mengetahui atau menggali informasi lengkap tentang si penerima pesa atas dasar memahami kodrat manusia itu kmudian memilih titik masuk membuka komunikasi. Banyak hal yang dapat digunakan sebaga awal berkomunikasi yang ada disekitar lingkungan, hanya saja menuntut kejelian melihatnya kemudian mengemasnya menjadi sarana pembuka komunikasi. Jika ia seseorang yang menyintai keluarganya dan bangga dan berbinar-binar ketika menceritakan tentang anak atau cucunya maka entry point ini tepat digunakan sebagai pembuka pada awal komunikasi. Bisa juga tentang hobi atau hal yang disenangi lainnya.

Hal lain yang perlu dipahami adalah kiat-kiat bagaimana berkomunikasi secara efektif sehingga menyentuh hati yang menerima pesan. Ada seperangkat keterampilan yang perlu dipahami dan dipraktikkan bagi seorang yang menyampaikan informasi sihingga seseorang tahu, mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupannya. Keterampilan berhubungan dengan orang ini juga merupakan seni (art) dalam menyentuh hati seseorang. Keterampilan itu antara lain seni mengolah bahasa tubuh (gesture) ketika berbicara dan memperhatikan lawan bicara. Seni mendengar dan berbicara penting karena seorang pembicara yang baik adalah pendengar yang baik karena ia dapat dengan cermat menangkap isi pesan yang didengarnya kemudian merespon dengan cara berbicara yang baik pula.
Seni bertanya dan menjawab pertanyaan, seni mengolah suara mulai dari intonasi, penguasaan dialek atau logat, adat istiadat, daerah asal lawan bicara, kontak mata (eye contact) yang penting untuk menunjukkan penghargaan kepada pembicara dan bahwa apa yang disampaikannya diperhatikan. Ada pula probing yaitu teknik menggali informasi atau keterangan dari apa yang disampaikan lawan bicara atau dengan mengajukan pertanyaan secara rinci. Bahkan melakukan paraphrasing.

Soal tahu, mau dan mampu menerapkan isi pesan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada yang sebenarnya tahu dan mampu tetapi jika tidak mau, nihil juga hasil yang diharapkan penyampai pesan atau informasi. Ketika tahu dan mau tapi tidak mampu ini mungkin lebih mudah diatasi dengan dilatih atau diajari.Tak usah jauh-jauh ambil saja contoh kongkrit pada seorang perokok. Tidak sedikit yang tahu bahwa merokok merusak kesehatan dan mau berhenti merokok, tetapi tidak mampu mengendalikan diri dan hasrat untuk tetap merokok. Banyak lagi contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, tahu kalau tanda lampu merah lalu lintas menyala semua pengendara harus patuh menghentikan kendaraannya, masih diterobos juga. Tahu jika korupsi itu perbuatan melanggar hukum, tetapi tidak mampu menahan hati dari godaan tahta, harta dan wanita. Kasus-kasus dalam kehidupan keseharia begitu banyak menunjukkan pelanggaran-pelanggaran hukum banyak dilakukan oleh orang-orang berpendidikan yang semestinya tahu dan menerapkan hal yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan khalayak banya.

Namun ”last but not least” penguasaan ilmu “Menyentuh Hati ini” atau bahasa kerennya menurut Les Giblin “Skill With People” tanpa dipraktikkan atau diterapkan dengan landasan sikap positif, kurang bahkan bisa jadi tak ada manfaatnya karena ilmu itu sejatinya tak punya nilai. Apa yang membuatnya bernilai tak lain dan tak bukan adalah penggunaan ilmu itu dalam kehidupan manusia dari hari kehari. Meminjam kata bijak ”Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah”, hampa tidak ada apa-apanya. (Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom)

Tinggalkan Balasan