” Hidup adalah menderita, dan bertahan hidup adalah menemukan makna dalam penderitaan – Begitu kata Friedrich Nietzsche.
Apa sejatinya makna pernyataan ini? Sang penulis yang juga terkenal sebagai seorang filsuf dan kritikus budaya nampaknya ingin mempertegas pengakuan bahwa kehidupan manusia itu penuh dinamika pasang surut.
Kadang bahagia, kadang menderita penuh cobaan dan kegagalan. Ada saat-saat sulit, penuh tantangan, kehilangan, bahkan rasa sakit. Itu pasti akan dialami oleh setiap insani.
Penderitaan, kegagalan dan pencobaan adalah bagian yang melekat erat dalam kehidupan manusia, tak terelakkan dari keberadaan mahluk ciptaan sang Maha Pencipta sepanjang hayatnya.
Karenanya sang filsuf menekankan manusia tidak mencoba melarikan diri dari penderitaan. Akuilah bahwa hidup itu memang tidak bebas dari rasa sakit, kesulitan, dan tantangan. Ia menegaskan bahwa tidak ada kehidupan yang dapat kebal terhadap tersebut di atas.
Nietzsche pun menghibur bahwa, meski penderitaan tidak dapat dihindari itu tidak berarti bahwa hidup akan menjadi lebih buruk ketika masalah datang menerpa dan mendera kehidupan.
Memang, mengingat penderitaan, kegagalan dan pencobaan tidak dapat dihindari, Nietzsche menasihati bahwa makna hidup seseorang dapat ditemukan dalam cara ia menanggapinya. “Karena apa yang tidak membunuh kita membuat kita lebih kuat” ujarnya.
Namun ketika dipertanyakan apakah penderitaan, kegagalan dan pencobaan itu hikmat atau laknat tentu perlu ditelisik lebih jauh.
Filsuf Romawi Stoik, Seneca, dapat menjadi pengingat yang kuat. Kata-katanya berbunyi:
“A gem cannot be polished without friction, nor a man perfected without trials.” Artinya, secara kiasan manusia tidak dapat mencapai kesempurnaan tanpa menghadapi ujian atau kesulitan dalam hidupnya.
Jadi memang penderitaan, kegagalan dan pencobaan nampaknya dapat dipandang sebagai ujian yang merupakan bagian tak terpisahkan bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup.
Seneca lebih jauh menegaskan bahwa penderitaan, kegagalan, dan cobaan bukanlah musibah yang harus dihindari, melainkan kesempatan untuk mengembangkan karakter dan menggali potensi diri yang paling dalam.
Winston Churchil pun dalam pidatonya yang dianggap terpendek di dunia, berisi dorongan pembangkit semangat bangsa Inggris dalam peperangan melawan Nazi Jerman pada perang dunia ke II. Intinya jangan pernah menyerah pada apapun
demi kehormatan dan akal sehat.Bahkan pada kekuatan musuh yang tampaknya sangat kuat sekali pun.
Ketika penderitaan dan kegagalan datang menghadang tak jarang membuat asa seseorang pun hilang. Namun sejatinya putus asa hanyalah satu tahap sementara dalam kehidupan yang bisa diatasi.
Setiap rintangan juga peluang untuk tumbuh dan belajar. Jangan beri peluang putus asa menguasai pikiran dan hati.
Dibalik kegagalan ada kesempatan untuk belajar dan berkembang menjadi lebih kuat. Meski pada setiap orang ada keterbatasan, tetapi itu bukanlah kelemahan.
Ujar bijak mengatakan:” Tidak ada yang bisa menghentikan dirimu kecuali dirimu sendiri, yakini kamu adalah seorang pejuang!. Miliki selalu semangat dan hati yang gembira, hati yang gembira itu adalah obat yang mujarab.
Karenanya penderitaan, kegagalan dan pencobaan itu laknat atau hikmat, bergatung kepada bagaimana menyikapinya untuk merubah laknat menjadi hikmat.
(Abraham Raubun. B.Sc, S.Ikom)