SEMANGAT PEDULI ANAK

Terbaru99 Dilihat

Anak adalah titipan Tuhan. Setiap keluarga tentu merindukan  kehadirannya. Masa depan yang bahagia sejahtera pasti sangat diharapkan.

Dalam kehidupan anak negara turut melindungi dan menjamin hak-hak anak lewat undang-undang perlindungan anak. Diterbitkan tahun 2002 dengan nomor 23. Kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014.

Di dalamnya diatur tentang
hak-hak dasar anak, tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, dan orang tua dalam pemenuhan hak anak, serta sanksi bagi pelanggaran terhadap hak-hak anak.

Secara gamblang dijelaskan
Hak Hidup, Tumbuh, dan Berkembang. Anak berhak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Selain itu juga hak atas Perlindungan. Ini maksudnya melindungi anak dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.

Soal pendidikan, anak berhak mendapatkan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun. Kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan juga dijamin. Begitu pula tentang kesehatan serta identitas diri dan status kewarganegaraan.

Ada satu hal lagi. Anak itu hidupnya tak lepas dari dunia bermain dan berkreasi. Karena itu perlu dijamin. Apa lagi soal menyampaikan pendapat sering diabaikan. Istilah “anak masih bau kencur” acap kali terlontar mematahka asa dan membekukan hak menyampaikan pendapat sesuai usia dan tingkat kecerdasannya.

Perlindungan khusus bagi anak dalam situasi tertentu, seperti anak yang berhadapan dengan hukum, anak korban kekerasan, anak terlantar, dan anak dalam situasi konflik pun tak ketinggalan.

Banyak pihak baik Negara, Pemerintah, dan Pemerintah  Daerah , masyarakat  dan orang tua tak lepas dari tanggung jawab untuk menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak, serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan perlindungan anak serta berbagai sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan kekerasan, eksploitasi, atau tindakan lain yang melanggar hak-hak anak.

Itulah jaminan bagi eksistensi anak yang menandai kehadiran negara dalam hidup mereka untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal. Apa lagi Indonesia punya “Arutala” atau cita-cita tinggi dan mulia. Mewujudkan generasi emas guna mengisi era Indonesia emas ketika memasuki tahun 2045 mendatang.

Tanggal. 23 Juli ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional. Sedangkan Hari Anak Internasional diperingati pada tanggal 1Juni.

Kapan  Hari Anak Sedunia pertama kali dilakukan? Itu ditetapkan pada tahun 1954 sebagai Hari Anak Universal dan dirayakan pada tanggal 20 November diinisiasi oleh Badan Dunia untuk ibu dan anak UNICEF. Dimaksudkan  untuk mempromosikan kebersamaan internasional, kesadaran di antara anak-anak di seluruh dunia, dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak.

Di Indonesia Perayaan Hari Kanak-Kanak Nasional pertama diadakan pada tahun 1952. Ini dilakukan dalam acara yang bertajuk “Pekan  Kanak-Kanak” yang diadakan bagi anak-anak di Istana Merdeka dan disambut oleh Presiden Soekarno. Pada Sidang Kowani di Bandung tahun 1953. Perayaan Kanak-Kanak direncanakan dengan lebih serius.

Perangkat untuk menjamin hak-hak anak sudah begitu lengkap. Mestinya, ini mestinya tumbuh kembang anak yang optimal sudah terjamin baik di tingkat dunia, terlebih khusus di Indonesia. Pernah pada era lalu di canangkan kebijakan membentuk manusia Indonesia yang bercirikan sehat berumur panjang, terdidik dan berahlak serta memiliki akses untuk hidup layak.

Itu tentu mencakup aspek kesehatan, pendidikan dan spiritual serta ekonomi. Telisik data dan informasi tentang kondisi tumbuh kembang anak yang digadang-gadang menjadi generasi emas yang sehat, cerdas berkualitas menarik untuk di simak. Lalu kondisi dan situasi anak-anak ini senyatanya bagaimana?

“Our World in” data mencatat  sekitar 47% penduduk dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ini menggunakan standar yang cukup tinggi yaitu $6.85 per hari. Tentu dalam keluarga miskin ini terdapat anak-anak. Sedangkan UNICEF mendefinisikan kemiskinan anak sebagai kekurangan berbagai kebutuhan dasar, tidak hanya dalam hal pendapatan.

Meskipun tidak tersedia data yang spesifik, untuk anak-anak data UNICEF menunjukkan hampir 900 juta anak di seluruh dunia mengalami kemiskinan multidimensi. Dimaksudkan di sini mereka kekurangan kebutuhan dasar seperti makanan, air, tempat tinggal, pendidikan, dan layanan kesehatan. Di antara mereka, sekitar 333 juta anak hidup dalam kemiskinan ekstrem, dengan penghasilan keluarga kurang dari $2,15 per hari.

Dalam hal status gizi referensi mencatat 45,4 juta balita mengalami kekurangan gizi akut. Secara global juga diperkirakan anak balita stunting ada 149 juta anak,  45 juta diantaranya mengalami wasting (terlalu kurus untuk tinggi badannya). Bukan hanya itu 37 juta mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Bagaimana di Indonesia?
Dalam salah satu publikasinya Unicef mengemukakan
Sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak. Jumlah ini setara dengan sekitar 85 juta anak-anak dan merupakan jumlah terbesar keempat di dunia”

Upaya memacu penurunan prevalensi stunting sudah dilakukan lewat regulasi Perpres nomor 72 tahun 2021. Judulnya percepatan penurunan stunting. Target yang dipasang 14% pada akhir tahun 2024.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), menunjukkan posisi angka yang masih bertengger pada19,8%. Meski angka ini merefleksikan penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu 21,5% pada tahun 2023.

Di sisi lain angka kegemukan atau obesitas pada anak terus merangkak naik. Obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai 19,7% dan 16% pada anak usia 13-15 tahun. Itu data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.

Ada lagi hal yang memiriskan terjadi pada usia dini ini. Soal bunuh diri. Pada tatar internasional Jepang mencatat rekor memilukan di kasus bunuh diri pada siswa. Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 512 kasus siswa bunuh diri. Hal ini merupakan kasus tertinggi dalam sejarah.

Bunuh diri yang dilakukan anak laki-laki sekolah menengah lebih tinggi.Sedangkam pada murid sekolah dasar terjadi pada anak berusia antara 6 dan 12 tahun. Angka kasus bunuh diri pada 2022 merupakan yang tertinggi sejak tahun 1980.

Secara keseluruhan kasus siswa bunuh diri di Jepang ini rata-rata terjadi pada anak berusia 19 tahun ke bawah. Mayoritas kasus bunuh diri ditunjukkan penyebabnya karena rasa kuatir mereka tentang kinerja akademik yang buruk, prospek karir yang buruk, dan stress perihal ujian masuk sekolah dan universitas.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan jumlah kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang 2012-2023 mencapai 2.112 kasus. 985 kasus di antaranya terjadi pada remaja atau sekitar 46,63 persen dari total kasus.

Berdasarkan pada bentuk kekerasan, data Komnas Perempuan dan data pelaporan kasus dari mitra CATAHU 2024 yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan seksual (26,94%), kekerasan psikis (26,94%), kekerasan fisik (26,78%) dan kekerasan ekonomi (9,84%).7 Mar

Tentu penerapan tindakan aksi kongkrit menjamin hak anak ini harus menjadi perhatian lebih serius dari semua pihak terkait. Selamat menyambut peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2025. (Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom)

Tinggalkan Balasan