Sumber gambar:kompas.com
Saya bersyukur dapat kembali berjumpa dengan bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan di tahun 1442 H kali ini. Terlebih rasa syukur itu dikarenakan pada tahun ini saya dapat kembali melaksanakan salat tarawih secara berjamaah di mushollah dekat rumah.
Hal ini sangat berbeda dengan tahun lalu, di mana mushollah dan masjid dekat rumah dan juga mungkin hampir seluruh masjid dan mushollah di penjuru tanah air tidak melayani pelaksanaan salat tarawih berjamaah akibat merajalelanya pandemi Covid-19.
Ramadhan tahun ini, mushollah dekat tempat tinggal saya kembali menggelar pelaksanaan salat tarawih berjamaah. Saya pun kembali ditunjuk sebagai salah satu imam salat isya dan tarawih, dengan frekusensi 3 kali selama sebulan.
Dibanding tahun lalu, kondisi fisik musholla dekat tempat tinggal saya telah mengalami sedikit perubahan dari aspek sarana dan prasarana. Mushollah tersebut kini telah beralaskan karpet yang cukup tebal, dilengkapi 3 buah kipas amgin, bahkan sudah terdapat 2 buah pendingin ruangan/AC yang terdapat di dalam ruangan mushollah yang memiliki luas kurang lebih 36 meter persegi. Di luar ruang utama mushollah terdapat dispenser air minum dan juga sarana pengambilan air wudhu yang sudah lebih baik.
Keberadaan sarana pendingin ruangan mungkin membuat nyaman sebagian besar orang, namun perlu diketahui saya adalah termasuk orang yang kurang nyaman dengan kondisi dingin akibat AC ataupun kipas angin. Inilah yang menjadi salah satu permasalahan ketika saya mendapatkan giliran menjadi imam salat pada malam kedua.
Malam itu udara di luar sudah cukup dingin-ditambah lagi 2 buah AC dan 3 buah kipas angin menyala di dalam ruang mushollah yang tidak terlalu luas-membuat tangan dan kaki saya agak kedinginan dan hampir mati rasa.
Sejak sebelum salat ditegakkan, saya sudah merasa kurang nyaman. Puncaknya ketika mulai menjadi imam, saya merasa cepat lelah dan konsentrasi sedikit terganggu dengan suasana dingin. Sampai pada akhirnya, ketika memasuki salat tarawih-tepatnya pada rakaat ke-11-saya mengalami lost memory ketika ingin melanjutkan salah satu ayat dalam Al Qur’an. Beruntunglah jamaah tepat di belakang saya segera mengingatkan lanjutan bacaan yang terlupa.
Hal yang unikpun terjadi di malam ketiga dan keempat. Imam salat tarawih di malam ketiga dan keempat juga melakukan kesalahan yang relatif sama dengan saya. Ini adalah hal langka dan baru kali ini terjadi sepanjang saya menjadi jamaah dan imam salat tarawih. Di mana secara berturut-turut sebanyak 3 kali (hattrick) imam lupa dan salah dalam membaca lanjutan ayat dalam Al Qur’an.
Mungkin penyebab atau alasan mereka lupa dalam bacaan salat berbeda-beda. Kalau saya pribadi seperti yang saya sudah jelaskan di atas, suasana dingin menjadi alibi kealpaan yang saya lakukan.
Sudah menjadi kebiasaan saya sebelum menjadi imam salat, biasanya selalu murojaah dan sudah merencanakan surat apa yang akan dibaca nantinya dan insyaAllah hal ini bukanlah hal baru bagi saya. Namun, sudah menjadi tabiat dasar manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Sehingga setiap yang terjadi dapat menjadi pelajaran agar tidak terulang lagi di kemudian hari.
Murojaah bacaan Al Qur’an menjadi sangat penting, jangan hanya gara-gara kita sudah hapal dan terbiasa dengan suatu bacaan maka kita melupakan murojaah. Hal ini menjadi pengamatan saya dalam kehidupan sehari-hari, di mana ada sebagian imam salat yang kurang tepat dalam melafalkan bacaan ayat-ayat dalam Al Qur’an, bisa dalam hal panjang-pendeknya ataupun makhorijul hurufnya. Hal ini bisa jadi dikarenakan oleh kurang telitinya mereka dalam mengulang-ulang bacaan (murojaah) sebelum salat ditunaikan.
Menjadi imam salat tarawih memang tidak bisa dibilang mudah. Butuh persiapan, terutama persiapan kelancaran bacaan salat, kesehatan, dan tentunyan cukup bijak dalam membaca suasana hati para jamaah.
Seorang imam yang baik tidak boleh terlalu cepat dalam bacaan dan gerakan salat, sebaliknya ia juga tidak boleh terlalu panjang dan lama dalam bacaan dan gerakan salat. Ini semua demi menjaga konsistensi jamaah dalam mengikuti salat, agar semarak Ramadhan dapat terjaga dari awal hingga akhir.
Selain itu, seorang imam salat juga harus pandai merawat hatinya, agar tidak terjangkit perasaan sombong, takabur dan ria. Ia harus menyadari bahwa yang paling mulia di sisi Allah bukanlah kedudukan sebagai imam atau makmum, namun yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa.
Semoga segala amal ibadah kita di Ramadhan kali ini diterima dan diiajabah oleh Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal ‘Aalamiin. ***