Masjid di Rumah Marni

Cerpen, Fiksiana48 Dilihat

Masjid di Rumah Marni

Virus Corona masih bertebaran di mana-mana.  Corona tidak memandang tua dan muda, bahkan balita sekalipun akan ditumpangi menjadi korbannya.   Para tenaga medis sudah kewalahan melayani pasien dengan sisa tenaga yang ada.  Alat Pelindung Diri (APD) yang terbatas, rasa lelah, kantuk yang menyerang dan mengurangi waktu istirahat mereka.  Kondisi seperti ini yang pada akhirnya akan menurunkan imunitas mereka.

Mereka rela tidak menjumpai keluarganya untuk menjalankan tugas negara.  Muncullah semboyan, “ Kami bekerja, kalian tetap di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus ini.”

Dampak dari wabah ini,salah satunya adalah adanya larangan sholat jamaah di masjid.  Yang lebih menyayat hati, Mekkah Al Mukaromah, sebagai tempat ibadah  umroh dan haji pun ditutup untuk sementara waktu.

“Ya Allah, peringatan ini semoga semakin menyadarkan pula hambaMu yang selalu khilaf ini,”  doa Marni di penghujung sholat malamnya.

Marni tinggal di sebuah perumahan dengan tipe 36, sekitar 10 ubin. Ada sekitar 70 rumah yang ada di perumahan ini.  Masjid di perumahan yang biasa digunakan untuk Sholat Jumat juga akhirnya ditutup untuk menjaga penyebaran virus.

“Ayo Lifa, panggil adik-adikmu, kita Sholat Zuhur berjamaah,” perintah Bapak sambil membetulkan kancing bajunya.

“Qia, main HPnya nanti lagi, segera wudhu,” kata Lifa kepada adiknya.

Qia masih asyik dengan game barunya.  Sejak pandemi ini, ternyata HP Marni sudah terlalu jadul dan memorinya kecil untuk melakukan pembelajaran daring.  Akhirnya Bapak membelikan HP baru.  Qia jadi punya kesempatan pinjam HP lama miliknya.

“Maaf ya Qia sholihah, sudah dengar azan kan. Itu tanda kita harus segera sholat.  Emak membolehkan kamu pinjam HP Emak, asalkan Qia tahu aturannya,” belai Emak sambil menggandeng Qia ke tempat wudhu.

Rupanya Qia belum puas bermain.  Dia berwudhu dengan cepat, air kran pun mengalir deras.  Tentu saja rok yang dikenakan akhirnya basah.

“Mak, aku ganti baju dulu, tidak mau pakai rok ini, lihat nih, basah,” seru Qia.

Akhirnya Bapak, Emak, Lifa dan Ijad menunggu Qia berganti baju.  Kalau tidak ditunggu, bisa jadi Qia akan mogok sholat.  Saat dia mau sholat itupun harus diberi janji aneka rupa.

“Aduh, kakiku sakit, Mak,” seru Lifa  setelah sholat

“Qia, kamu kurang geser sih,” kata Ijad.

“Kakiku juga sudah menyentuh tembok Mas Ijad,” sahut Qia membela diri.

Dengan 5 anggota keluarga, tempat yang biasa digunakan Marni sekeluarga untuk sholat, sekarang tidaklah cukup.  Ruang sholat ini biasanya memang hanya untuk bertiga, karena Bapak dan Ijad sering sholat jamaah di masjid.

 “Ya, sudah.  Ijad kamarmu dijadikan tempat untuk sholat ya,” ijin Bapak.

“Yah, masak pakai kamarku,” jawab Ijad.

“Kasurmu kan kecil, Ijad. Jadi, masih ada tempat untuk sholat.  Lifa,  nanti kamu bantu Bapak memindahkan almari baju ini ke kamar sebelah ya,” perintah Bapak.

“Baik, Pak, Lifa akan bantu,” jawab Lifa sambil melipat mukena.

Sholat berjamaah sekeluarga terasa nuansa yang berbeda. Terasa ikatan keluarga ini menjadi lebih erat lagi. Suatu moment yang jarang Marni rasakan.  Saat situasi normal, Lifa di pondok, Bapak dan Ijad pulang sekolahnya sore.  Kadang Marni dan Qia saja yang sholat di rumah.

“Saya kok merasa kasihan dengan masjid ya, Mak.  Biasa ramai oleh jamaah dan anak kecil bermain di ayunan dekat TPQ samping masjid,” kata Bapak.

“Gimana lagi Pak, kondisi sedang seperti ini,” jawab Emak.

“Aku ke masjid sebentar ya Mak, mau menyapu dan mengepel.  Biarlah tidak untuk sholat, tapi tetap kubersihkan pasti debunya sudah tebal juga,” sambung Bapak.

“Ajak Wa Hamdan, biar tidak terlalu cape dan cepat selesai,” saran Emak.

“Ya, coba kutelepon dulu,” jawab Bapak.

Bapak orangnya rajin sekali membersihkan masjid.  Belum lagi kalau ada kucing yang berkeliaran sambil membuang kotoran begitu saja.  Kebiasaan itu sudah tumbuh sejak masih muda.  Saat masih usia SMA, Bapak sering datang lebih awal untuk membersihkan masjid sekolah. Dari kebiasaan itulah terbawa sampai tuanya.

Assalamu`alaikum Wa Hamdan, sehat? Kalau ada waktu temani saya ke masjid, mau bersih-bersih dan mengepel lantai masjid,” ajak Bapak melalui ponselnya.

Wa`alaikumsalam Tadz, ya oke, aku meluncur,” jawab singkatnya.

 Rupanya Wa Hamdan sedang di rumah, kembali terdengar suaranya.  Wa Hamdan juga orang yang taat beragama.  Dia adalah orang yang paling rajin melantunkan azan.  Dia juga mudah diajak kerja sama dan memiliki waktu yang longgar.  Istrinya bekerja di Jakarta dan anak semata wayangnya kini sudah kuliah semester 2.

Pandemi ini berdampak adanya himbauan beribadah dari rumah.  Semua lapisan masyarakat diajak untuk menerapkan aturan ini.  Semoga ujian ini dapat kita lalui bersama dengan ketabahan dan keikhlasan.

#Tantangan hari ke-4 lomba Menulis di blog menjadi buku

 

Profil  Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

 

Tinggalkan Balasan