KMAA#31 : secarik Kertas

Novel27 Dilihat

Penghasilannya sebagai dosen cukup membantu dirinya mencicil motor Vario sementara sepedanya digunakan Bayu ke sekolah.

Langit tampak biru bersih, tidak ada sedikit pun awan hitam. Sesekali terlihat burung-burung terbang kesana kemari seperti menari-nari di atas langit, seolah menggambarkan keriangan hatinya dalam menyambut hari ini.

Jam ditembok rumah Aisyah menunjukkan pukul 08.20 menit. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, bergegas ke menuju kamar mandi setelah beberapa bulan tidak pernah ikut kajian, bertepatan dengan kosongnya jadwal mengajar dia ingin ikut kajian di Masjid Islamic Center.

Gamis warna coklat dengan paduan jilbab motif bunga-bunga kecil serta polesan make up yang tidak begitu mencolok membuat gadis tersebut terlihat begitu ayu dan cantik. Walaupun sudah menjadi dosen, tidak merubah penampilan Aisyah. Dia tetap jadi gadis sederhana dan memiliki daya pikat sendiri bagi kaum Adam yang melihatnya.

Dia tidak tahu siapa yang akan mengisi kajian di IC, saat pulang dari kampus dia hanya sempat membaca di baliho yang terpampang di pinggir jalan utama, tempat, waktu dan tanggal pelaksanaannya. Vario hitam melaju diantara padatnya kendaraan yang lalu lalang.

30 menit kemudian gadis itu sudah berada di depan masjid dengan
bangunan megah, yang memiliki ornamen timur tengah bernuansa abu putih dengan kubah besar di bagian tengah di apit oleh empat kubah dengan ukuran lebih kecil di setiap pojok. Masjid yang berada di pusat kota ini memiliki halaman yang sangat luas dilengkapi tempat parkir di bawah tanah ramai dikunjungi oleh pelancong baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Tempat ini merupakan salah satu destinasi wisata religi yang ada di sana.

Ratusan motor tertata rapi di halaman parkir bawah tanah yang khusus diperuntukkan untuk kendaraan roda dua. Langkahnya tergesa-gesa menaiki anak tangga. Aisyah melayangkan pandangan di seluruh penjuru masjid, mencari tempat duduk yang bisa diisi. Agar lebih focus mendengarkan kajian ia memilih duduk di deretan paling depan yang masih kosong. Aisyah tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikannya dari jauh.

Tidak berapa lama acara di mulai, dan pembawa acara memberikan pengantar dan sambutan dari ketua panitia dan tokoh agama. Baru dilanjutkan dengan acara inti yaitu kajian yang disampaikan oleh Nara sumber. MC menyebutkan nama Fadli Alamsyah yang baru tamat dari Universitas Al Azhar, Mesir.

Serasa tidak percaya saat mendengar nama itu disebut, terlebih lagi tamatan Al-Azhar. “Mungkinkah narasumber itu adalah orang sombong. Fadli yang dulu sering menghinanya atau kah Fadli lain? Tidak mungkin.”

Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Aisyah.
Melalui layar LCD yang ditempatkan di beberapa bagian di pojok masjid,wanita hitam manis itu memperhatikan dengan seksama wajah narasumber, namun tidak ada kesamaan yang membuatnya menepis praduga yang berkecamuk dibenaknya.

Namun tetap saja bayangan sosok Fadli yang dikenalnya dulu tidak mau lepas dari ingatannya, malah tambah menjadi-jadi. Penampilan Fadli dengan rambut gondrong dan kaos serta Jans yang menjadi ciri khasnya itu semakin membuat Aisyah tidak bisa Focus dengan materi yang disampaikan Nara sumber. Dia terlalu sibuk menata hatinya dan menebak-nebak setiap kemungkinan yang ada membuatnya tidak menyadari kajian akan berakhir.

“Diharapkan kepada saudari Aisyah Larasati, agar menemui panitia nanti setelah selesai sholat zuhur.” Suara panitia lewat pengeras suara membuyarkan lamunan Aisyah.

Mendengar namanya disebut raut wajahnya tampak gelisah pertanyaan demi pertayaan muncul dalam benaknya, mana mungkin ada seseorang yang namanya persis sama denganku. Kalau seandainya nama itu merupakan namaku dari mana panitia tahu nama lengkapku? dan kesalahan apa yang telah aku lakukan? Apakah aku salah parkir?”

Seluruh jamaah yang hadir mengikuti sholat Zuhur berjamaah yang diimami langsung oleh ustad Fadli. Ayat demi ayat dilantunkan sampai rakaat terakhir. Aisyah sampai terlena dengan bacaan yang begitu merdu, Maharaj hurufnya terdengar begitu jelas. Ada getaran berbeda di lubuk hatinya yang paling dalam berharap kepada sang pencipta agar memberikannya pendamping hidup yang bisa menjadi imam sekaligus membimbingnya memahami ajaran agama.

Usai melaksanakan salat Zuhur, banyak jamaah meninggalkan areal masjid untuk pulang kerumah masing-masing atau melanjutkan aktifitasnya.
Aisyah duduk bersandar di salah satu tiang masjid, rasa penasaran seolah menahannya untuk meninggalkan masjid. 10 menit berlalu baginya sudah cukup menyakinkan dirinya bahwa Aisyah yang dimaksud panitia bukan dirinya. Karena tidak terdengar lagi panggilan lewat pengeras suara. Itu menandakan orangnya sudah menemui panitia.

Baru saja dia mau melangkahkan kaki akan keluar masjid, tiba-tiba

“Sekali lagi diharapkan kepada Aisyah Larasati, salah satu dosen di UIN agar menemui panitia di depan mimbar?

Gadis itu menghentikan langkahnya dan menoleh panitia yang masih duduk di depan mimbar. Terlihat ada beberapa lelaki masih duduk menunggu. Aisyah melayangkan pandangan di sekitar masjid tidak ada seorang wanita pun menuju kesana, dengan penuh tanda tanya akhirnya Aisyah memantapkan diri menuju ke depan mimbar.

“Assalamualaiku, ustad. Kalau tidak salah dengar tadi beberapa kali nama saya dipanggil oleh panitia,” ucap Aisyah sambil duduk di depan mereka.

“Ooh, ya mbak Aisyah. Ada seseorang yang menitipkan surat ini untuk anda dan dia minta anda langsung membacanya,” sahut salah seorang panitia sambil menyodorkan amplop yang tertutup rapi.

Hati Aisyah sedikit lega setelah tahu bahwa dirinya diminta menemui panitia bukan karena Aisyah berbuat salah. Diapun berlalu meninggalkan panitia yang masih duduk sembari sedang berbincang-bincang. (Bersambung)

 

Tinggalkan Balasan