Sudut Hati (End)

Cerpen, Fiksiana38 Dilihat

Suasana riuh tentu membuat semua gembira, aku langsung meninggalkan Bang Rusdy menuju meja prasmanan yang menyediakan aneka makan yang menggugah selera.

“Bukannya berterima kasih, main nyelong saja katanya Bu Guru tapi kurang sopan santunya.” Aku mendelik mendengar suara Bang Rusdy yang telah menyusulku.

Setelah mengatakan itu Bang Rusdy berlalu, aku hanya memandangnya sekilas dan mengambil piring untuk mengisinya dengan makanan yang aku suka.

“Makan terus, biar gembul.” Teriakan Bang Rusdy membuatku mengangkat kepala dan memberikan tatapan membunuh kepadanya.

Sebenarnya ada apa dengan Bang Rusdy akhirn – akhir ini, selalu saja membuatku kesal ingin rasanya aku melenyapkannya jika memungkinkan.

Akhirnya laparku menguap, mengeluarkan satu persatu makanan yang sudah terlanjur aku ambil hanya menyisakan cap cay serta satu centong nasi dan sepotong rendang yang aku ambil untuk mengurangi rasa lapar yang aku derita.

Setelah selesai makan, aku menatap orgen tunggal yang menyajikan alunan lagu yang membuat semua tamu merasa terhibur, mataku tanpa sengaja mengarah pada sepupuku yang menjengkelkan setelah mengatakan aku gemuk dengan tanpa bersalah sekarang dirinya lagi berbicara dengan wanita yang lebih berisi dariku.

Tak sanggunp rasanya mengatakan gemuk karena wanita sangat anti jika dibilang gemuk, senyumku tersunging ternyata sepupuku yang satu ini menyukai wanita berisi, deg jantungku kencang berdepup kenapa aku sampai berpikir kalau Bang Rusdy mengincarku sampai mengatakan aku harus mengemukkan diri.

Aku terus mengelengkan kepala, mengapa juga aku memikirkan Bang Rusdy ada yang salah dengan isi kepalaku saat ini, tapi hati terbakar melihat Bang Rusdy terlalu lepas dengannya.

Malas melihat keakrapan Bang Rusdy aku mengais pasir dengan ujung sandal dengan hak 5 cm membuat gambar absrak diatasnya.

Jentikan di dahiku membuat aku meringis sakit, mulutku sudah gatal ingin mengumpat tapi mulutku tertutup rapat karena saat ini Mak berdiri di depanku dengan mata tajam.

“Lama sekali datangnya, kenapa tidak langsung menjumpai Mak setelah tiba.” Aku hanya meringis mendengar perkataan Mak

“Langsung makan, lapar.” Jawabku pelan malu kalau sampai kedengaran tamu.

“Mak Long dari tadi menunggu, sana cepat cari Mak Long.” Aku hanya menganggukkan kepala saja dan berjalan mencari Mak Long.

Batinku mengumpat, pasti Mak Long ingin memberikan sejumput bunga rampai dan inai yang katanya akan mendekatkan jodohku ada – ada saja.

Sudah lebih dua tahun aku selalu mendapatkan sejumput bunga rampai bersama dengan inai mempelai perempuan tapi belum juga jodohku datang.

“Nak juga Mak Long.” Entah sejak kapan Bang Rusdy sudah berdiri di sampingku.

“Sepertinya Rusdy dan Intan tak memerlukannya Mak Long, doakan saja kami menyusul cepat kepelamin.” Setelah mengucapkan itu Bang Rusdy menarik jilbabku, terpaksa aku mengikuti Bang Rusdy yang tidak mau melepas diriku buktinya setelah melepas jilbabku Bang Rusdy malan menarik ujung lengan baju kurungku yang berbentuk payung.

“Bang Lepas, Intan bukan kambing yang ditarik – tarik.” Ucapku kesal

“Yang bilang kambing siapa.” Delikan mata Bang Rusdy membuatku takut

“Terus kenapa menarik Intan.” masih dengan nada kesal aku mengucapkannya

“Abang kesal, Intan masih percaya dengan tahayul memgambil bunga rampai dan inai pengantin cepat dapat jodoh.” Lucu aku mendengar ucapan Bang Rusdy

“Hanya menghargai Mak Long Bang, bukan percaya tahayul.” Ucapku dengan senyum di kulum

“Menikahlah dengan Abang.” Deg jantungku tak terkondisikan.

Untung saja sewaktu mengatakan itu kondisi kami lagi duduk, jika tidak pasti kakiku tidak kuat menahan keterkejutan yang diciptakan Bang Rusdy.

“Intan dengar cakap Abang.” Bang Rusdy menarik lengan bajuku

“Jangan meracau Bang, tak enak di dengar orang.” Ucapku sambil menata hatiku yang tidak menentu.

“Siapa yang meracau, Abang mengatakan yang sebenarnya atau Intan mau Abang mengumumkanya dengan menggunakan mike.”

“jangan.” Ucapku cepat.

“Bagaimana dengan pertanyaan Abang.” Kesal aku dibuat Bang Rusdy

Anggukan kepala akhirnya aku berikan untuk menjawab pertanyaan Bang Rusdy, senyum mengembang dari bibir Bang Rusdy.

“Terima kasih, Abang sayang Intan.”

Sudut hatiku menghangat, ternyata jawaban dari bunga rampai dan inai aku dapatkan hari ini.***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan