Lelah dengan Keadaan.(2)

Aroma menyengat penciumanku, perlahan aku membuka mataku. Cahaya gelap berganti terang.

Cat putih mendominasi pandanganku, ruang UKS menyapa mataku.

“Sudah merasa enak Bu.” Terdengar suara salah satu TU yang diperbantukan di ruang UKS sekolah.

“Lumayan.” Ucapku sambil melempar senyum kepadanya.

“Sebentar lagi suami Ibu akan datang, kami sudah meneleponya.” Lagi – lagi aku menghadiahkan senyum kepada TU yang sudah berbaik hati merawatku.

“Asslamualaikum.” Aku dan Pegawai TU menoleh ke sumber suara yang mengucapkan salam.

“Walaikumsalam. “ ucap kami serentak.

“Saya tinggal Bu.” Setelah mengucapkan itu pegawai TU berlalu.

“Kenapa sampai pingsan, ingat kesehatan Ma.” Aku merasa bersalah mendengar ucapan lembut suamiku.

Memandang wajahnya yang selalu memberikan kritik membangun, maklum saja kami sama – sama pendidik hanya saja suamiku sudah setahun ini mengakhiri masa jabatannya sebagai guru.

“Kita pulang, bisa bangun?” Senyumku terkembang.

***

Waktu berlalu, aku harus memperhatikan kesehatan yang mulai menurun.

“Jangan dibuat stress ya Bu, masih banyak yang membutuhkan guru yang berdedikasi seperti Ibu.” Tersenyum kalau mengingat waktu periksa waktu itu.

Ya, yang memeriksa diriku adalah mantan siswa yang sudah menjadi dokter.

Jadi teringat sewaktu dirinya sekolah, pentolan siswa yang selalu bermasalah tapi punya otak encer.

“Sudah tidak merokok lagi.” Tanyaku waktu itu

“Masih merokok Bu, tapi sebulan sekali ketika berkumpul bersama gang putih abu – abu Bu.’ Ucapnya sambil terkekeh.

“Tapi nasehat Ibu selalu Satya ingat Bu, masa depan Satya di tangan sendiri. Dan lihat sekarang Satya sudah menjadi dokter seperti doa Ibu.” Ucapnya sambil mencium tanganku takzim sebelum aku meninggalkan rumah sakit.

Langkahku tak lagi gagah, ada jantung yang harus aku jaga.

Rasanya lemah sekali dengan penyakit yang katanya kapan saja bisa merenggut nyawaku.

Rasanya hilang sudah asaku, melihat mereka yang tidak juga bergeming dari tempat kalian berdiri, padahal bel tanda masuk jam pelajaran sudah bergema lima menit yang lalu.

Helaan napasku berat, ingin rasanya memekik meneriaki mereka tapi tugas piket yang aku emban rasanya tidak membuat mereka takut masih saja berdiri di depan kelas menunggu guru jam pertama yang belum muncul.

Langkahku sampai di ujung kelas, melihat jam yang melingkar di tanganku.

Sudah lewat lima belas menit tapi lihatlah kelas yang tadi aku lewati masih saja siswanya berdiri di depan kelas.

Artinya guru yang mengajar belum masuk kelas.

Apalagi alasan untuk keterlambatan masuk kelas, seperti minggu minggu lalu selalu saja ada alasan yang membenarkan keterlambatan guru masuk di dalam kelas.

Apalagi kebelakangan ini, tugas sebagai pendidik bertambah dengan bermain aplikasi untuk mempermudah mengajar tapi membuat guru tidak masuk di dalam kelas.(Bersambung)

***