Lelah dengan Keadaan.(End)

Berulang kali aku berusaha mengaktifkan aplikasi yang katanya bisa membantu mengajar.

Maksud hati ingin mengajak mereka bermain game, karena mereka saat ini sangat mencandui game, tapi sekali lagi kesal melandaku  karena dari tadi aku coba mengirim link untuk uji coba apa yang sudah aku buat.

Selalu saja game yang aku buat tidak bisa digunakan, akhirya aku meraih HP-ku untuk menelepon salah satu teman guru yang katanya sudah biasa menggunakan aplikasi ini.

Mengucapkan salam adalah praktik baik kata kurikulum saat ini, setelah basa basi menanyakan ini dan itu aku menutup panggilan dengan menghela napas berat.

Ternyata temanku itu menggunakan game yang sudah ada diaplikasi tidak membuatnya sendiri.

Aku malah diminta untuk mempelajarinya sendiri dari mbah google rajanya menjawab permasalahan.

Setelah membuka aplikasinya di google ternyata untuk menggunakan aplikasi ini harus berbayar, sekali lagi helaan napas berat aku keluarkan.

Akhirnya aku beralih pada senja perang yang telah menemaniku selama menjadi guru.

Membuka aplikasi power point membuka mengingat kembali dulu aku pernah membuat game sederhana dengan menghubungkan slide perslide dari powerpoint.

Dimana slide pertama sudah aku bentuk sedemikian rupa sehingga ada kolom – kolom kecil berisikan point dari angka sepuluh sampai dengan lima puluh yang dibagi menjadi lima bagian.

Setiap bagian akan aku berikan soal dari materi dari soal termudah jika mereka bisa menjawabnya maka mereka akan mendapatkan point yang tertera.

Setiap kolom dibagi menjadi bagian materi yang aku ajar.

“Alhamdulillah.” Batinku mengucap.

Selesai sudah membuat game untuk aku gunakan sebagai media mengajar.

Mengingat kembali bagaimana dulu membuat media pembelajaran dengan tangan sendiri walaupun lelah menjadi lillah apalagi jika apa yang dibuat menjadi manfaat untuk mereka yang peserta didikku.

Sederhana tapi mengena, tapi sekarang media lebih canggih tapi berbayar, jadi mengenang nasib peserta didik yang penghasilan orangtuanya tak seberapa dengan mengencangkan pinggang untuk memenuhi kebutuhan anak mereka.

Belum lagi melihat tatapan nanar mereka ketika tugas diberikan tugas menggunakan HP, mereka yang tidak mempunyai HP hanya bisa melihat dan menunggu sampai ada teman yang dengan ikhlas memberikan pinjaman HP. Sebagai guru juga harus menahan sabar menunggu mereka mengerjakan tugas bergantian.

Jadi mengingat zaman pertama – tama menjadi guru, jika memajang foto kegiatan bersama sekolah di media sosial ada saja nyinyiran dari mereka yang tidak suka mengatakan apa yang dilakukan adalah pencitraan.

Tapi lihatlah sekarang semua yang dulu katanya pencitraan menjadi sesuatu yang membanggakan walaupun itu semua settingan belaka.

Kurikulum terus berubah, kami pendidikpun harus berubah, tubuh tua ini seakan sudah lelah dengan semua keadaannya, tapi niat awal menjadi pendidik maka semuanya dijalani dengan ikhlas, biarkan lelah dengan keadaan tapi menjalani dengan ikhlas tetap dilakukan.***