Cinta Tanpa Syarat (part 4)

Cerpen, Fiksiana138 Dilihat

“Maaf Bang.” hanya kata itu yang bisa aku ucapkan setelah aku menjelaskan mengapa sampai aku di nikahkan dengan Bang Ijal.

“Kenapa Liza tidak mau menikah dengan laki – laki pilhan keluarga.” Tanya Bang Ijal

“Dia anak Mama Bang.” Jawabku pelan

“Kenapa abang? tentu banyak teman laki – laki Liza yang bisa Liza pilih sebagai suami. Liza cantik dan anak orang kaya.” Aku tidak berani menatap wajah Bang Ijal yang saat ini memandangku lekat sambil mengintrogasiku tentunya.

“Mereka tidak ada yang bisa menjadi suami yang baik.” Kataku lagi

“Darimana Liza tahu?”

“Semua laki – laki yang menjadi teman Liza masih bergantung dengan orang tua mereka. Liza tidak suka itu.” panjang lebar aku menjelaskan kepada bang Ijal

“Memangnya abang bisa menjadi suami yang baik?” Pertanyaan Bang Ijal membuatku mati kutu dan menelan ludahku yang tiba – tiba terasa pahit.

“Anu …anu” Gugup aku tidak bisa menjawab pertanyaan Bang Ijal

“Anu apa?” tanya Bang Ijal lagi.

“Maaf Bang, Liza tidak menyangka Papa akan semarah ini dan langsung menikahkan kita.” Jawabku lesu.

“Karena Liza sudah memasukkan Abang dalam masalah ini, maka Liza harus menerima Abang apa adanya. Mulai sekarang kita akan hidup seperti kehidupan Abang selama ini, bukan kehidupan mewah yang selama ini Liza jalani. Karena Liza mengatakan ingin mandiri bukan.” Bang Ijal menjeda katanya dan memandangku sambil tersenyum

“Kita akan belajar saling mencintai tanpa ada syarat.” Kata – kata Bang Ijal membuatku bingung. Melihat aku bingung Bang Ijal melanjutkan bicaranya

“Cinta tanpa syarat artinya kita menerima apa adanya kita, jangan memaksakan kehendak belajar untuk saling menyusaikan jika merasa terbebani kita bicarakan baik – baik. Untuk urusan Papa, Abang yakin seiringnya waktu Papa pasti akan bisa menerima kita.” Mataku berkaca  mendengar kata yang keluar dari mulut Bang Ijal.

“Sekarang tidurlah di kamar abang akan ditidur diruang tengah.” Aku tergangga mendengar ucapaan Bang Ijal tak mengerti mengapa Bang Ijal memilih tidur di ruang tengah.

“Kita akan belajar saling mengenal bukan? Abang harap Liza mengerti, pergi tidur.” Bagaikan tersihir aku mendengarkan perkataan Bang Ijal, berdiri dan melangkah meninggalkan Bang Ijal sendiri diruang tengah.(Bersambung)

***

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar