Jodohku Teman Kecilku (End)

Selesai berjamah diantara kami ada yang kembali ke teman acara tapi ada juga yang langung pamit karena masih ada pekerjaan lain.

Aku yang sudah beberapa hari ini membantu Hana, memilih untuk pulang untuk istirahat, hana sudah aku beritahu sehingga aku memilih pulang setelah berjamaah karena kebetulan rumahku antara masjid dan rumah Hana.

Seperti ada yang mengikuti langkahku aku menghentikan jalanku dan membalikkan badan untuk melihat siapa yang sedang mengikutiku.

Betapa terkejutnya Aku melihat siapa yang sekarang berada dibelakangku.

“Ish Abang aku bukan tuan putri yang harus di kawal.” Ya Bang Ridwan yang mengikuti.

“Ha ha ha.” Membahana tawa Bang Ridwan, tawa yang selalu membuatku rindu

“Aisyah mau pulang boleh Abang bertamu?” tentu saat ini wajahku sangat lucu, sungguh aku terkejut dengan pernyataan Bang Ridwan.

“A  Abang tidak kembali ketempat pesta?” bodohnya aku bertanya seperti itu.

“Di rumah tidak ada orang, tidak enak Bang jika Abang bertamu.” Ucapku cepat meralat ucapanku yang Aku anggap bodoh.

“Aisyah tidak rindu dengan Abang, tidak bisakah kita berbicara sebentar. Misalnya duduk di tempat di depan rumah tidak usah masuk ke dalam.” Aku jadi mengenang masa kecil kami selalu duduk di gazebo dengan rumah bermain sekolah – sekolahan.

Aku menganggukkan kepala setelah itu kami berjalan beriringan menuju rumahku.

***

Aku menyangkat baki yang berisi sirup kurnia dan beberapa kue kering untuk menemai kami bernostagia. Berjalan menuju gazebo di mana Bang Ridwan sudah menanti diriku.

Melihat sosok Bang Ridwan yang duduk dengan gagahnya, maklum Bang Ridwan mengenakan seragamnya menambah nilai plus untuk dirinya.

Tangan Bang Ridwan sibuk mengetik sesuatu di androidnya, mengangkat kepalanya melempar senyum mengiring jalanku menuju gazebo.

“Bagaimana dengan sekolah.” Ucap Bang Ridwan setelah aku duduk di seberangnya.

“Baik, bagaimana dengan tugas Abang masih suka pindah – pindah.” Aku balas bertanya

“Kalau Abang menetap Aisyah mau apa?” sungguh ambigu pernyataan Bang Ridwan membuatku kelu lidahku untuk menjawab.

“Aisyah, Abang bertanya kenapa tidak dijawab.” Sekali lagi Bang Ridwan bertanya.

“Abang maunya apa?” entah dari mana keberanianku menjawab seperti itu,

Dan akhirnya aku terpaksa menundukkan kepala menjauh dari tatapan Bang Ridwan yang sekarang malah tersenyum mengodaku.

“Untuk sekarang Abang pindah tugas di kampung kita, entahlah beberapa tahun ke depan. Tapi abang berharap sudah tidak dipindahkan tugas dan bisa menetap di kampung. Aisyah maukah menetap di hati dan kehidupan Abang?” Ya Allah jantung tidak sehat berdegup cepat karena perkataan Bang Ridwan.

“Aisyah jangan diam.” Lagi – lagi suara Bang Ridwan mengacaukan jantungku.

“Jika tidak bisa menjawab, mengangguk atau mengeleng saja. Jika mengangguk Abang akan meminta Ayah Ibu masuk meminang.” Dengan bodohnya aku menganggukkan kepala dan semakin menundukkan kepala karena malu.

“Alhamdulillah.” Keras sekali suara Bang Ridwan mengucap Alhamdulillah sehingga aku menganggkat kepalaku

Mata kami bertemu, aku melihat sinar itu lagi betapa sedari kecil Bang Ridwan selalu menjagaku dari segala hal yang membuat aku celaka dan sekarang Bang Ridwan menjadi jodohku***

 

 

Tinggalkan Balasan