Awal Derita Ku (part 3)

Pandangan mata karyawan yang memandangku tidak aku pedulikan, aku tahu mereka pasti bertanya, tumben bu Cahaya terlambat tidak seperti biasanya. Aku melangkah menuju ruanganku tanpa berbasa – basi dengan karyawan yang berpas – pasan denganku. Menghempaskan tubuhku dikursi dalam ruanganku dengan menghembuskan napas dalam. Apa yang harus aku lakukan dengan permintaan jodoh dari Ibu masih terus bermain difikiranku. Ibu, mengapa itu yang harus ibu, mintalah sesuatu yang bisa Cahaya beli dengan uang bukan meminta sesuatu yang tidak bisa Cahaya beli dengan uang.

Cinta, masih adakah kata cinta untuk seorang cahaya yang sudah tidak muda lagi, aku terus bertanya dalam hatiku. Tok tok tok bunyi pintu ruanganku di ketok, dengan gaya khas aku menjawab,” Masuk”. Tia salah satu karyawanku masuk sambil membawa beberapa berkas dan berkata,” Ibu Cahaya hari ini ibu ada rapat dengan klien dari luar kota mereka meningap di hotel. Dan meminta ibu untuk menemui mereka di ballroom hotel tempat mereka menginap.” Aku mendengarkan penjelasan karyawan dan meminta ia meninggalkan berkas yang perlu ku bawa untuk pertemuan setelah itu karyawanku keluar meninggalkanku.

Masih ada waktu 1 jam sebelum pertemuan dengan klein perusahaanku, lebih baik aku sarapan dulu sebelum menemui mereka. Sambil menekan intercom di meja aku meminta office boy memesankan makan di cafeteria kantor yang mengantarnya keruanganku. Nasi lemak sudah habis dipiringku, sambil memandang piring yang kosong aku jadi teringat dengan masa kecil dan remajaku yang selalu menjajakan nasi lemak untuk membantu perekonomian kami sekeluarga, senyum kecutku mengingat itu. Dulu aku membuat dan menjualnya sekarang aku yang menjadi pembeli, begitulah roda kehidupan berputar, aku tidak pernah bosan dengan rasa nasi lemak, aku hanya ingin meringan beban yang menjualnya walaupun rasanya tak seenak yang dibuat oleh Ibu.

Meninggalkan pesan kepada karyawanku, “ JIka ada yang mencari bilang saya lagi keluar rapat dengan klien perusahaan. Berjalan dengan gontai, hari terasa berat. Kapan aku akan mencari jodoh seperti pesan ibu jika aku terus sibuk dengan urusan kantor saja. Tidak mungkin aku aku menemukan pendamping hidup jika perjalanan kantorku hanya rumah dan kantor saja, untuk clubbing aku tidak pernah memasuki dunia itu dan aku tidak suka dengan dunia itu. Apakah aku ikut pengajian saja, mana tahu ada jodohku di sana. Tak terasa aku sudah sampai di depan hotel tempat temu janji dengan klien perusahaan aku, aku harus melupakan sejenak persoalan pribadi, harus professional dalam pekerjaan itu prinsipku.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan