Maafkan Aku Membuatmu Derita (part 10)

Selesai makan siang, Cahaya membersihkan meja makan dan membawa piring kotor yang kami pakai ke dapur. Aku menyusul Cahaya ke dapur, aku melihat Cahaya lagi mencuci piring, aku memperhatikan punggung Cahaya. Mungkin merasa di perhatikan Cahaya membalikkan badannya dan memandang kearahku menganggukkan kepala seolah bertanya kepadaku “ ada apa”. Melihat aku tidak memberikan respon Cahaya kembali meneruskan pekerjaannya memcuci piring. Setelah selesai, Cahaya membalikkan badannya.

“ Terima kasih”

“ Terima kasih untuk apa ?”

“ Terima kasih membuat Ibu dan aku bahagia.”

Senyum manis yang aku dapat dari Cahaya sudah membuat hatiku berbunga. Insyallah Cahaya akan menjadi milikku. Berjalan melewatiku sambil tersenyum malu, niatku untuk mengoda Cahaya ku urungkan karena dari tadi aku sudah mengodanya.

Ibu meminta kembali ke kamar, mau istirahat katanya. Tinggal aku dan Cahaya yang masih diruang makan.

“ Mau di antar pulang sekarang?”

“Iya” jawabnya cepat

“ sudah tidak betah di sini”

“ bukan begitu, sudah dari pagi Cahaya di sini. Apa kata tetangga nanti.”

“ Kata tetangga, kenapa harus takut dengan tetangga?”

“ Harusnya takut dengan Indra?”

Aku melihat ekspresi Cahaya ketika mendengarkan kalimatku.

“ Iya…Cahaya takut sama Indra. Indra suka memaksa.” Aku tersenyum mendengarkannya

“ Kenapa mau di paksa?”

“ Kasihan dengan Ibu.”

“ Kasihan dengan Ibu atau suka sama Indra.” Aku terus mengoda Cahaya
“ Tau Ah.” Akhirnya kalimat yang diucapkan Cahaya membuat aku tertawa sementara Cahaya tersipu malu.

“ Pamit sama Ibu, Indra antar Cahaya pulang. “

“ Benar, sudah boleh pulang.” Seperti tidak percaya Cahaya mengatakan itu, membuat aku tambah gemas dengannya.

“ Tidak jadi pulang ni ceritanya.”

“ Jadi” secepat kilat Cahaya bergegas menuju kamar ibu, aku tertawa melihat tingkah Cahaya.

***

Aku sengaja memperlambat jalannya mobilku, aku tahu Cahaya sadar dengan itu tapi tidak ada komentar yang keluar dari mulut Cahaya. Sesekali aku memandang Cahaya yang berada disebelahku, akhirnya keluar juga kata dari mulutnya

“ lihat depan saja, nanti nabrak baru tahu.” Aku tersenyum mendengarnya

Aku memberi tanda lampu sen untuk berhenti dipinggir jalan

“ Kenapa berhenti, mobilnya rusak? Habis minyak? Aku gemas mendengarkan suara Cahaya yang banyak bertanya

“ Tidak rusak dan masih banyak minyaknya.” Kataku datar

“ Terus kenapa berhenti?”

“ Sengaja” kataku lagi

Cahaya memandangku tidak percaya dengan kata yang keluar dari mulutku.

“ Dari tadi Cahaya hanya diam dan senyum – senyum sendiri. Indra jadi penasaran apa yang Cahaya pikirkan?”

“ Siapa yang senyum – senyum kalau diam iya. “

Aku memandang lama kearah Cahaya,

“ Sudah dari tadi hobinya melihat Cahaya saja, memang ada yang aneh dengan muka Cahaya?

“ Cahaya cantik, hmmm bukan cantik tapi Indra suka memandang wajah Cahaya.”

Sekali lagi Cahaya memandang wajahku, sambil berkata

“ Ngombal” sambil memoncongkan mulutnya. Membuat aku bertambah gemas dengannya.

“ Cepat, sudah lama kita dijalan. Nanti ibu fikir yang macam – macam lagi.”

“ Biar saja ibu berfikir macam – macam, memang Indra mau ibu berfikiran seperti itu” Cahaya kehabisan kata  untuk membalasku

“ Kasihan ibu ditinggal sendiri di rumah, Ibukan baru sembuh”

Aku bahagia sekali mendengar ucapan Cahaya betapa dia memperhatikan Ibuku. Aku menstater mobil menyalakan lampu sen dan menjalankan mobilku kembali. (bersambung

 

***

Tinggalkan Balasan