Dalam tidurku sepertinya aku mendengar ada yang mengetuk pintu rumah kami, aku mendengar suara langkah ayah yang menuju pintu depan rumah kami, aku memandang sepintas ke arah jam dinding di kamar, jam setengah dua malam. Siapa juga yang bertandang malam buta begini, batinku.

Tok tok tok, ketukan di pintu kamarku sempat membuat terkejut

“Hana Hana Hana bangun.” Suara ayah dari luar kamarku

Aku beranjak dari ranjangku menuju pintu kamar, membuka pintu

“Ada apa Yah.” Sahutku setelah membuka pintu

“Ada dahlan, nak jumpa dengan Hana.” Aku mengernyitkan dahiku, kenapa Bang Dahlan mencariku malam buta begini.

Aku menuju ruang tamu, Bang Dahlan dengan badan yang basah berdiri di depan pintu ruang tamu.

“Ada apa bang, masuk bang.” Pelawaku kepada Bang Dahlan.

“Dani tak berhenti menangis, badannyapun jadi panas. Hana ikut abang ke rumah.” Ucapnya lesu

“Pergi lah Hana kasian Dani.” Suara Ayah mengejutkan aku, ternyata Ayah berdiri di pintu ruang tengah bersama Mak.

“Hana ambil baju sejuk dulu bang.” Aku setengah berlari ke kamar mengambil baju sejuk dan menganti jilbabku dengan yang lebih panjang untuk mengurangi dingin karena hujan dari malam tadi.(bersambung)

***

 

“Sayang, cup cup cup.” Aku memujuk Dani untuk berhenti menangis

“Mama mama, Papa nakal.” Ucap Dani dengan tangan kecilnya menunjuk ke arah Bang Dahlan.

Aku melihat ekpresi sedih yang mendalam dari Bang Dahlan, aku bisa merasakan ke kalutan dari raut wajahnya.

“Cup cup, diam ya sayang. Kan udah ada kak Hana sekarang.” Terus saja aku memujuk si Dani kecil.

Hampir sejam aku memujuk Dani untuk diam, dan akhirnya Dani kecil tertidur setelah aku memeluknya, aku merasakan badanya yang agak panas.

“Mak Long ada baby fever.” Tanyaku kepada Mak Long.

“Ada sekejap Mak Long ambilkan.”

Aku menempelkan kompres di dahi Dani, sesekali aku melihat Dani mencoba membuka kompres yang aku tempelkan di dahinya dengan cepat aku menghalanginya.

“Abang pergi tidur, biar Hana menjaga Dani malam ni.” Ucapku kepada bang Dahlan yang tidak bergerak dari tempatnya dari aku sampai di kamar Dani tadi dan terus saja memperhatikan interaksi antara aku dan anaknya.

“Maaf, terima kasih Hana.” Setelah mengatakan itu Bang Dahlan meninggalkan aku dan Mak Long yang masih menemani aku.

“Mak Long juga tidurlah, nanti pagi kita gantian jaga Dani Mak Long.” Ucapku setelah melihat beberapa kali Mak Long menguap.

***

Usapan lembut di kepalaku yang tertutup jilbab membuatku terbangun, wajah Mak Long tersenyum memandangku.

“Mak Long, maaf Hana tertidur.” Ucapku malu.

“Kesian anak Mak Long, tak tidur gara – gara Dani.” Dani dah macam anak Hana, Mak Long.

Tanganku  meraba kening Dani, sudah turun panasnya. Napasnyapun sudah teratur sejak dari jam 5 tadi tidak gelisah seperti tadi malam. Pintu kamar terbuka, Bang Dahlan  masuk dengan pakaian yang sudah rapi.

“Bagaimana keadaan Dani, Hana.”

“Alhamdulillah sudah mendingan Bang.” Ucapku

“Hana izin pulang dulu, mau ke sekolah.” ucapku pada Mak Long dan Bang Dahlan.

Belum juga aku keluar dari kamar Dani, suara tangisku terdengar. Secepat kilat aku kembali menghampiri Dani dan mendekapnya dalam gendonganku. Sambil membujuk dan mengusap pelan punggungnya. Aku memandang Mak Long dan Bang Dahlah, bagaimana aku mau ke sekolah jika Dani tidak mau dil epas, batinku. Kedua orang yang aku pandangpun bingung, melihat Dani yang seperti anak koala menempel padaku.

Akhirnya aku memutuskan untuk tidak kesekolah hari ini.

“Bang boleh kirimkan surat Hana ke sekolah.” ucapku

“Ye, abang bikinkan suratnya, nanti Hana tanda tangan, Abang antar ke sekolah.” ucap Bang Dhalan sambil berlalu mengambil kertas dan menulis surat.

***

 

Aku mengirimkan tugas kepada siswaku menggunakan google formulir yang sudah aku kombinasi sehingga di situ ada pre test, materi, youtube, post test sebagai ganti aku tidak masuk mengajar hari ini.

Menjelang siang, aku mendengar mobil berhenti di depan rumah Mak Long, aku melihat sekilas ke arah jam dinding belum jam makan siang, siapa geragang  yang datang bertamu.

“Assalamualaikum.” Suara salam dari luar.

Mendengar pintu terbuka, berarti bukan tamu, batinku.

Ternyata Bang Dahlan yang pulang, aku masih mengendong Dani yang manja dari tadi pagi mungkin karena panas badannya belum turun benar.

“Sini gantian Abang yang gendong Dani, Hana pasti capek dari tadi mengendong Dani.” Ucap Bang Dahlan sambil mengambil Dani dari gendonganku.

“Hana izin pulang nak ganti baju Bang, dah belenggas badan ni.” Ucapku malu

Belum juga aku meninggalkan kamar Dani, Dani menangis melihat aku meninggalkannya. Akhirnya pandanganku dan Bang Dhalan bertabrakan, aku mengalihkan pandanganku kepada Dani. Mendekatkan diri padanya.

“Mama ganti baju dulu, bau Sayang.” Ucapku menenangkan Dani.

“Dani sama Papa dulu ya, mana pintar Mama.” Bujukku pada Dani.

Akhirnya aku bisa berganti baju, untung saja rumahku dengan rumah Bang Dahlan hanya berjarak dua rumah, sehingga aku bisa kembali ke rumah Bang Dahlan dengan cepat.

“Hana sudah makan?” ucapan Bang Dahlan membuatku tercegat, karena buru – buru aku sampai lupa makan siang. Hanya gelengan kepala yang menjawab pertanyaan Bang Dahlan.

“Makan dulu sama Mak, Mak lagi juga lagi Makan di dapur.” Ujar Bang Dahlan.

Dengan malu aku melangkah menuju dapur.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan