Salam Mimpi (part 2)

Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh ketika kami sampai di rumah, aku membawa semua barang ke dapur, tanpa menganti baju lagi aku mulai mengeksekusi untuk makan siang.

“Bunda kita jadikan kerumah Atok.” Senyumku mendengar ucapan Indra

“Jadi sayang, sudah rindu dengan Atok ya?” Indra mengangukkan kepalanya.

“Setelah makan siang kita kerumah Atok.” Ucapku

“Kenapa tidak sekarang Bunda, Indra rindu masakan Nenek.” Netra membulat mendengar penuturan Indra

“Ok, kalau gitu tunggu sebentar bunda buat pudding buat Atok Nenek habis itu kita berangkat ke rumah Atok ya.” Binar netra Indra membuatku bahagia.

***

“Assalamualaikum.” Suaraku dan Indra mengema di rumah Ayahku

“Walaikumsallam.” Suara Ayah terdengar dari dalam seiring dibukanya pintu.

Senyum mengembang di wajah tua Ayah, Indra menjadi sasaran peluk dan cium dari Atoknya.

“Andra tidak ikut?” Hatiku yang semula berbunga melihat tingkah Ayah mendadak menjadi sedih, ekspresiku harus gembira walaupun hatiku menangis

“Bang Andra sibuk, titip salam buat Ayah dan Ibu.” Ujarku dengan suara ceria yang dibuat – buat.

“Andra selalu sibuk, hanya lebaran saja main ke sini.” Ucapan Ayah menohok hatiku

“Jangan begitu Ayah, Andra kerja keras buat Ain dan Indra juga.” ucapku yang menambah luka di dada.

“Ibu mana Yah?” tanyaku untuk mengalihkan perhatian Ayah.

“Ibu lagi di dapur.”

“Ain ke dapur dulu Yah, Indra main sama Atok ya Nak.” Ucapku meninggalkan Indra dengan Ayah.

***

Aku pamit dengan Ayah dan Ibu, aku tahu mereka kecewa denganku, setiap menanyakan Bang Andra aku selalu berkilah. Mulut tetangga tidak bisa ku tutup, tapi aku tidak mau membuka aib rumah tanggaku, selagi bisa bertahan aku akan bertahan, jika tidak ada masanya aku akan melepaskannya walau dengan berat hati dan akan membuat Indra kecewa. Selama ini hanya Indra yang menjadi alasanku untuk bertahan, masih terlalu kecil untuk Indra mengerti pengkhiatan Ayahnya dalam rumah tangga kami.

Mobil agyaku sudah parkir cantik di halaman rumah, aku bergegas turun membuka pintu co- driver Indra tertidur selama perjalanan pulang tadi. Perlahan aku mengendong Indra, walaupun usia Indra tiga tahun tapi bobotnya lumayan berat.

Rasa kaget tidak dapat aku sembunyikan ketika tiba – tiba saja, ada tangan yang mengambil Indra dari pelukanku.

“Bang Andra.” Pekikku kecil

“Tidak biasanya Abang datang?” spontan ucapanku keluar dari mulut

“Ada yang ingin abang sampaikan.” Ucapnya singkat sambil membopong Indra masuk ke dalam rumah.

Aku membiarkan Bang Andra mengantar Indra ke kamarnya, aku menunggu Bang Andra di sofa ruang tengah.

“Kita bicara di kamar saja.” Pinta Bang Andra setelah kembali ke luar tengah.

“Di sini saja Bang.” Ucapku membantah ucapan Bang Andra

“Abang penat, bicaranya sambil tiduran saja.” Bang Andra kekeh dengan ucapannya.

“Di sini saja jika ingin bicara serius.” Bang bantahku jengkel

Aku melihat raut wajah yang menahan emosi dari wajah Bang Andra.

“Aku rindu, bolehkan aku melepas rindu sama Istriku.” Ucap Bang Andra dengan menahan kesal

Senyum kecut aku hadiahkan untuk Bang Andra, selama ini kemana dirinya. Apakah dia tidak tahu Aku dan Indra menrindukannya, apa hanya dia yang boleh rindu kepada kami dan melepaskannya dengan sesuka hati, tapi bagaimana dengan Aku dan Indra, batinku.

“Katanya ada yang mau dibicarakan, tidak jadi?” aku masih tetap di sofa tengah.

Akhirnya Bang Indra ikut duduk di sebelahku, aku berdiri mengambil sofa single dan duduk di sana.(bersambung)

Tinggalkan Balasan