Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 pada 22 Januari 2025. Instruksi presiden ini ditujukan kepada para Menteri, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan para Kepala Lembaga, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, serta wali kota, serta bupati.
Presiden juga mengeluarkan perintah kepada para gubernur dan bupati agar membatasi belanja dan mengutamakan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik.
Para penerima intruksi Presiden diharuskan melakukan efisiensi anggaran belanja kementerian atau lembaga dalam APBN 2025 dan APBD 2025. Diperkirakan pemangkasan anggaran ini capai Rp306,69 triliun dari total belanja negara tahun ini sebesar Rp3.621,3 triliun.
Rakyat Bakal Sejahtera?
Munculnya kebijakan pangkas anggaran yang dilakukan pemerintah menunjukkan bahwa konsep anggaran masih belum jelas. Selain itu, alasan pemangkasan justru mengonfirmasi selama ini terjadi pemborosan anggaran karena ada korupsi. Praktek korupsi sudah jamak dilakukan oleh pejabat negara. Karenanya, selama problem korupsi belum kelar dituntaskan, maka kebijakan pangkas anggaran tidak bakal membuat rakyat sejahtera.
Indonesia Corruption Watch (ICW) membuat laporan tentang penyalahgunaan anggaran yang menjadi modus korupsi paling banyak di Indonesia. Pada 2022 ditemukan 303 kasus korupsi dengan modus tersebut sehingga negara sebesar merugi Rp17,8 triliun.
Salah satu contoh kebocoran anggaran dan salah alokasi adalah dana penanggulangan stunting. Anggaran stunting di sebuah daerah yang jumlahnya mencapai Rp10 miliar, Rp3 miliar habis untuk rapat, Rp3 miliar untuk perjalanan dinas, dan Rp2 miliar untuk biaya pengembangan. Tinggallah Rp2 miliar yang benar-benar sampai pasa sasaran. Sungguh tidak efektif, tidak tepat sasaran dan tidak menyejahterakan.
Dalam penerapan sistem sekuler kapitalisme, penyalahgunaan anggaran biasa terjadi. Sistem rusak ini berpeluang melahirkan pejabat yang kurang amanah, kurang bertanggung jawab. Kebijakan pangkas anggaran tidak memberi kebaikan, selama sistem ekonomi yang diterapkan tetap kapitalisme yang sekuler itu.
Kondisi tak ideal lain adalah saat pengelolaan SDA seperti tambang, hutan, gunung, laut, dan lainnya diberikan pada swasta. Jelas dalam pengelolaan ini yang main adalah keuntungan segelintir pihak yaitu pemilik modal. Akibatnya, hasil pengelolaannya tidak memberi kontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Rakyat tak menikmati, padahal itu harta milik mereka.
Dana dari APBN tidak difokuskan untuk kemaslahatan rakyat, Contohnya Proyek strategis nasional. (PSN) yang menjadi bancakan para oligarki. Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyampaikan bahwa dalam PSN ada kepentingan bisnis luar biasa antara pebisnis dan yang berkuasa.
Di sepanjang 2016—2022,
PSN telah menghabiskan anggaran sebesar Rp1.040 triliun. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat bahwa PSN melahirkan 106 kasus konflik agraria. Tragedi ini menjadikan lebih dari satu juta jiwa rakyat menjadi korban.
Anggaran yang Menyejahterakan
Berbeda dengan sistem Kapitalis, penguasa dalam Islam adalah pelayan bagi rakyat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Imam (pemimpin) adalah raa’in (pelayan) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”(HR Bukhari dan Muslim).
Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Abdul Malik al-Qasthalâni dalam Irsyâd as-Sâri li Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan bahwa penguasa wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya (Al-Waie, 26-9-2021).
Anggaran dalam negara Islam (Khilafah) wajib dikelola berdasarkan syariat Islam untuk kemaslahatan rakyat. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid 2 halaman 163 menjelaskan, Asy-Syari’ mewajibkan penguasa untuk memerintah dengan kitabullah (Alqurqan) dan Sunah Rasul-Nya serta melarangnya untuk mengambil sesuatu pun dari selain Islam. Penguasa dilarang mengelola anggaran menggunakan hukum buatan manusia.
Khilafah tidak akan membebani APBN dengan utang luar negeri yang ribawi, padahal Allah Taala telah mengharamkan riba. Utang ini juga berbahaya bagi kedaulatan negara karena akan memberi jalan bagi negara lain untuk menguasai kaum muslim, padahal Allah Taala telah melarangnya dalam QS An-Nisa’ ayat 141, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”
Penguasa, pejabat, dan pegawai dalam Khilafah dipilih dari orang-orang yang bertakwa dan amanah dan bekerja secara profesional. Allah Taala berfirman di dalam QS An-Nisa’ ayat 58, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan sangat keras agar penguasa tidak mengambil harta kekayaan umum dalam sabda beliau saw, “Demi Allah, tidak seorang pun dari kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali dia akan menanggungnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari).
Dengan demikian, para pejabat bersikap amanah dalam mengelola anggaran untuk kemaslahatan rakyat dan tidak akan menggunakan anggaran untuk memperkaya diri sendiri maupun kroninya.
Profil penguasa dan pejabat yang demikian merupakan buah dari penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Keimanan kuat yang terbentuk melalui pendidikan, disokong oleh aktifitas amar makruf nahi mungkar dari masyarakat sebagai kontrol sehingga pengelolaan anggaran terjaga agar sesuai ketentuan syariat Islam.
Penerapan Sistem sanksi yang tegas mampu menjadi pencegah pelanggaraan atas harta negara. Sanksi ini memiliki dua fungsi, yaitu jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat serupa). Sistem sanksi ini sangat strategis dalam memberikan efek jera bagi pelaku kriminal, termasuk pengembat harta rakyat.
Demikianlah penerapan Islam secara kafah mengelola anggaran negara sesuai syariat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan, sementara kebijakan pemangkasan anggaran merupakan bukti akan buruknya pengelolaan anggaran yang ada.