Berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2024, tercatat bahwa 34,9 persen atau sekitar 15,5 juta remaja mengalami gangguan kesehatan mental.Fenomena ini semakin menjadi perhatian nasional yang mendesak untuk segera ditangani.
Isu ini juga disoroti oleh Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN), Isyana Bagoes Oka, dalam pembukaan Simposium dan Konsolidasi Nasional Pemimpin Muda Hindu di Tangerang Selatan, pada Jumat, 14 Februari 2025.(disway.id, 21/02/24).
Hasil survei ini sejalan dengan hasil riset yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute pada Desember 2024 yang menyatakan bahwa 34% siswa SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental. Tiga dari sepuluh siswa sering menunjukkan perilaku marah dan cenderung berkelahi akibat gangguan mental emosional.
Ketua riset Ray Wagiu Basrowi mengatakan temuan 34% risiko gangguan mental emosional tersebut merupakan indikasi gangguan kesehatan jiwa remaja di Jakarta, tetapi dapat juga dijadikan angka prevalensi di Indonesia. Temuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan data atau bahkan hipotesis kajian-kajian sebelumnya.
Selain kesehatan mental, Isyana juga menyoroti turunnya angka pernikahan karena banyak generasi muda yang takut menikah. Tren memilih untuk tidak memiliki anak juga makin meningkat. Senada hal tersebut survei Sosial Ekonomi Nasional 2022 yang dilakukan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 8,2% atau 72.000 perempuan memutuskan untuk menjalani hidup tanpa anak. (Muslimahnews.net, 22/02/24).
Adanya kecenderungan gernerasi muda untuk takut untuk menikah itu menunjukkan mentalitas galau y))))ll)lang ada pada mereka. Artinya, kesehatan mental mereka yang tak baik-baik saja.
Tingginya angka remaja penderita gangguan kesehatan mental, apa yang terjadi dengan mereka? Siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini? Bukankah remaja adalah anak usia sekolah menengah pertama atau sekolah menangah atas/kejuruan? Artinya, mereka telah terdidik secara formal dengan kurikulum yang sudah berkali-kali diganti?
Harus ada upaya untuk menyelesaikan masalah ini. Mulai identifikasi penyebab persoalan hingga dirumuskan solusinya secara tepat. Bila tidak, mimpi Indonesia emas 2045 mustahil terwujud. Bukan Indonesia Emas, yang terjadi justru Indonesia cemas karena kondisi mental generasi muda yang bermasalah.
Kapitalisme Merusak Mental Generasi
WHO menyatakan, selain faktor genetika, gangguan kesehatan mental disebabkan oleh masalah ekonomi, trauma karena kekerasan fisik dan seksual dan lingkungan sosial yang buruk, dan pengaruh media masa.
Merujuk pada hal-hal tersebut, tampak bahwa sendi kehidupan sekuler sangat berperan membuat tekanan pada mental generasi muda sehingga mereka mengalami masalah. Ini merupakan ndikasi bahwa rusaknya mental generasi muda saat ini merupakan akibat dari penerapan sistem buruk Kapitalisme.
Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, kehidupan menjadi sempit. Kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat justru dikuasai korporasi kapitalis sehingga rakyat menjadi miskin. Selain itu, kekayaan negara telah banyak dikorupsi oleh beberapa pejabat, sosok-sosok yang dipercaya untuk mengurus mereka.
Abainya negara dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyat juga membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan pokok. Mirisnya, negara menfalitasi media massa untuk mempromosikan gaya hidup hedonistik dan konsumtif.
Para remaja yang minim filter ditambah tiada kemampuan memenuhi tuntutan gaya hidup, menimbulkan tekanan mental.
Di sisi lain, pendidikan sekuler telah membentuk remaja dengan liberal yang gagal memahami jati dirinya. Hal ini diperparah dengan makin kecilnya porsi pelajaran pendidikan agama dalam sistem pendidikan yang sekuler.
Sudahlah jumlah jam yang tak memadai, ditambah metode pembelajarannya tak berpengaruh dalam bentuk yang menggugah akal dan hati. Proses pembelajaran yang tak mampu membentuk benteng iman dan takwa sehingga mampu melindungi generasi dari penyakit mental.
Alangkah buruknya akaibat yang ditimbulkan oleh sisitsm yang ada hari ini. Sistem yang tidak bisa menyelesaikan masalah meski negeri ini telah merdeka selama hampir seabad. Sistem yang semakin lama semakin lama semakin jelas bobroknya.
Sistem Islam Melindungi Generasi
Kepemimpinan Islam memastikan tanggung jawab untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Hal ini senada dengan semangat untuk memenuhi perintah Allah Taala dalam QS Ali Imran ayat 110, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kalian menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”
Untuk mewujudkan generasi terbaik, negara harus menerapkan syariat Islam di semua aspek kehidupan, tak hanya pendidikan.
Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islamiah. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dalam pendidikan dari asas tersebut.
Strategi pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa islami sebagai unsur utama pembentuk kepribadian islam. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut. Melalui strategi ini, terlahir generasi yang paham akan jati dirinya sebagai hamba Allah Taala yang harus taat pada-Nya. Tujuan hidupnya untuk meraih rida Allah Taala dan terdorong untuk selalu beramal saleh.
Lulusan dari pendidikan adalah sosok yang memandang bahwa semua qada Allah itu pasti baik sehingga selalu bersabar dan bersyukur. Mereka siap ketika menghadapi musibah karena yakin semuanya dari Allah Taala dan akan kembali pada-Nya. Mereka akan menjadi pribadi pemaaf terhadap kesalahan orang lain, termasuk orang tua, dan tidak menyimpan dendam maupun trauma yang akan membebani jiwa.
Pendidikan Islam juga akan membentuk generasi yang paham kewajiban salat dan keutamaannya. Mereka akan menjadikan salat sebagai penolongnya, sebagaimana firman-Nya, “Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat.” (QS Al-Baqarah [2]: 45).
Generasi yang memiliki nafsiah islami ini akan menjadi pribadi tangguh dalam menghadapi masalah kehidupan dan menyolusi
berbasis ilmu dan pengetahuan islam yang ia miliki. Generasi yang memandang pernikahan dan keluarga sebagai aktifitas ibadan dan ladang amal saleh untuk meraih sebesar-besarnya rida dan pahala dari Allah Taala. Mereka justru bersemangat memiliki keturunan demi mencetak generasi penerus sehingga Islam dan kaum muslim makin kuat.
Semangat ini muncul dari kesiapan bekal ilmu dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pernikahan. Generasi muda muslim juga akan siap meneruskan estafet peradaban Islam sehingga mampu mewujudkan kegemilangan Islam.
Selain menerapkan sistem pendidikan Islam, negara Islam (Khilafah) juga menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia, yaitu generasi yang bermental kuat.
Khilafah akan melindungi mental remaja dengan menetapkan kebijakan yang menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam
Selain itu juga menyediakan layanan kesehatan mental secara gratis yang terintegrasi dalam layanan kesehatan. Layanan ini tersedia berjenjang dari tingkat kota, provinsi, hingga ibu kota negara sehingga rakyat mudah mengaksesnya. Dengan penerapan Islam kafah di dalam institusi Khilafah, terwujudnya generasi terbaik tidak hanya berupa mimpi, tetapi terwujud nyata.