Karut marut problem pendidikan belum juga usai. Kasus demi kasus kian mengemuka, dari perundungan, penganiayaan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual. Dunia pendidikan semakin kusam dan gelap. Kasus paling Gress adalah yang terjadi pada Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Dosen berinisial EM itu dibebastugaskan dari jabatannya sebagai dosen setelah terjerat kasus dugaan kekerasan seksual terhadap mahasiswi, diduga terjadi sepanjang 2023—2024. Dengan dengan modus membuat pertemuan seperti diskusi, bimbingan, maupun pembahasan lomba.
Kasus serupa terjadi di
Universitas Mulawarman. Satgas PPKS Universitas ini menangani 21 kasus. kekerasan seksual dalam kurun 2023—2024. Kasus-kasus ini ditengarai melibatkan wakil dekan hingga guru besar. Ketua Satgas PPKS Universitas Mulawarman Haris Retno ) menyebutkan, dari 21 kasus , tiga kasus di antaranya melibatkan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan di salah satu fakultas di lembaga tersebut.
Realitas ini merupakan aib terbesar dan tergelap dari dunia pendidikan. Sosok yang seharusnya memiliki tugas mulia mendidik dan membimbing generasi malah menjadi predator seksual di lembaga pendidikan tinggi. Sungguh miris, lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya menjunjung kemuliaan malah perilaku tidak beradab.
Dunia Pendidikan Gelap
Terkuaknya kadus kekerasan seksual menunjukkan individu yang bejat telah dalam masuk ranah sistem. Maraknya kasus kekerasan, kejahatan seksual bukan hanya masalah individu yang tidak mampu menjaga diri. Bukan pula persoalan budaya patriarki atau ketimpangan gender. Namun, semua merupakan akibat dari penerapan sistem sekularisme liberal.
Sistem sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan telah membentuk individu tanpa moral. Ketika agama tidak lagi menjadi pedoman dalam hidup kehidupan, mudah bagi siapa pun untuk melakukan kejahatan, termasuk aksi kekerasan seksual.
Menyelesaikan masalah kekerasan, seksual problem utamanya harus dituntaskan secara fundamental. Sebanyak apa aturan yang dibuat, itu hanya peredam sesaat bila masalah utamanya belum kelar diselesaikan.
Sistem pendidikan sekuler telah gagal membentuk ketakwaan komunal. Sistem sanksi yang ada belum memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Akibatnya, pelaku kekerasan seksual kian meluas dengan modus yang beragam.
Butuh Solusi Mendasar
Sebagi sebuah sistem yqng sempurna Islam memiliki seperangkat aturan guna mencegah dan menindak berbagai kasus kejahatan, termasuk kekerasan seksual. Sistem Islam mengatur interaksi sosial dan pergaulan pada setiap level komunitas masyarakat. Islam memiliki langkah pencegahan dan penanganan berupa sistem sanksi yang menutup dapat celah terulangnya kasus serupa.
Allah Swt. menciptakan naluri seksual pada pria dan wanita untuk diatur pemenuhannya berdasarkan ketetapan syariat Islam. Merujuk kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah hlm.39, ketentuan tersebut di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Islam memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan pandangan. Allah Swt. berfirman, “Katakanlah kepada pria yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.‘ (TQS An-Nûr [24]: 30-31).
Kedua, Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian yang menutupi auratnya, yaitu seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, yakni mengenakan jilbab (gamis) (lihat QS Al-Ahzab: 59) dan khimar (lihat QS An-Nuur: 31).
Ketiga, melarang seorang wanita melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali jika disertai dengan mahramnya.
Keempat, larangan bagi pria dan wanita untuk berdua-duaan kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.
Kelima, melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya karena suami memiliki hak atas istrinya.
Keenam, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria; begitu juga di dalam masjid, sekolah, dan sebagainya.
Ketujuh, Islam sangat menjaga dengan aturan yang jelas tentang hubungan kerja sama antara pria dan wanita dalam urusan-urusan muamalah. Dengan hukum-hukum ini, interaksi pria dan wanita tidak mengarah pada hubungan yang bersifat jinsiyah atau seksual.
Negara melakukan peran dan tugasnya secara nyata, yaitu menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, seluruh perangkat pembelajaran mengacu pada Islam. Dengan begitu, anak-anak memiliki akidah yang kuat, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat aktif berdakwah dengan saling memberi nasihat.
Negara juga mengoptimalkan fungsi lembaga media dan informasi dengan menyaring konten dan tayangan yang kontradiktif terhadap terciptanya suasana iman dan takwa, baik di lingkungan pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Negara melarang konten porno, film berbau sekuler liberal, media penyeru kemaksiatan, dan perbuatan yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam.
Demikianlah gambaran langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam Islam. Prnerapan sistem pergaulan, pendidikan, dan media massa sesuai syariat Islam akan menciptakan pergaulan yang sehat, aman, dan jauh dari perilaku maksiat sehingga mencegah terjadinya kekerasan seksual. Sedangkan sistem sanksi dalam Islam berfungsi memberikan hukuman yang membuat jera sehingga mencegah berulangnya kasus serupa.
Penyelesaian masalah kekerasan seksual di dunia pendidikan, utamanya pendidikan tinggi, haruslah merujuk pada tata cara Islam dalam mencegah dan menanganinya secara tuntas dan tegas. Selama solusi yang diberikan berkiblat pada paradigma sekuler liberal, kasus kekerasan seksual berpotensi terjadi kembali. Oleh karena itu, agar dunia pendidikan tidak lagi gelap, Islam harus menjadi solusi mendasar dalam pendidikan serta sistem lainnya, yakni penerapan sistem Islam secara secara menyeluruh oleh negara.